Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[9] Penerimaan

_____________________________________________

Kadang tak perlu hal besar, yang tanpa suara pun bisa mengisi dengan caranya sendiri.
_____________________________________________

Brav tidak pernah menyangka Anka akan mengucapkan kata-kata seperti itu. Dia tahu, cewek itu pasti kebingungan karena sikapnya tadi. Namun, dia benar-benar tidak bisa mengontrol diri. Semua sikapnya selama ini tidak akan pernah menang kalau dia mendengar kata-kata seperti barusan.

Entah sampai kapan. Brav sendiri benar-benar tidak tahu akan sampai kapan dia seperti ini. Menghindar dari kata-kata itu, hanya karena tidak sanggup mendengarnya. Baginya, itu terlalu menyakitkan. Bayangan akan meninggalkan kita saat gelap datang. Bukankah itu terlalu kejam? Bagaimanapun, bayangan adalah bagian dari diri, yang tidak akan mungkin meninggalkan. Itu yang selalu dipercayainya. Atau setidaknya, ingin dia percayai.

Selama pelajaran terakhir ini, Brav sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Lebih dari ucapan Anka, dia tidak bisa berkonsentrasi karena memikirkan cewek itu. Bagaimana Anka akan berpikir setelah melihat perubahan sikapnya. Bagaimana perasaan cewek itu karena tidak dihiraukan dan ditinggal begitu saja.

Brav terus memikirkan semuanya, termasuk bagaimana menjelaskan pada Anka. Namun, sebanyak apa pun dia berpikir, sebanyak itu pula dia tahu, kalau sekarang bukan saatnya. Dia masih belum siap untuk memberi tahu Anka yang sebenarnya. Bagaimana perasaannya, bagaimana pemikirannya akan ucapan itu. Dia benar-benar belum siap.

Pada akhirnya, Brav hanya memutuskan untuk melewatkan kesempatan hari ini. Hanya hari ini, tegasnya pada diri sendiri, dia tidak akan pulang bersama Anka. Tidak akan menaiki bus yang sama, juga duduk di sebelah Anka dan terus meneror cewek itu dengan segala macam pertanyaan. Untuk hari ini, dia akan memilih sendiri.

Tanpa menghiraukan Anka yang terlihat di belakang, Brav terus berlari ke depan gerbang sekolah. Begitu bus pertama menuju daerah rumahnya berhenti, dia langsung naik. Dari kejauhan, dia bisa melihat Anka berlari untuk menggapai bus yang sama dengan yang dinaikinya sekarang, tapi tenaga cewek itu terlalu kecil. Bus ini sudah melaju, beberapa detik sebelum dia sampai di pintu gerbang.

Brav melihat kejadian barusan dengan sangat jelas. Dia juga masih dapat menangkap ekspresi Anka dengan baik, walau bus sudah mulai bergerak ketika cewek itu sampai. Mungkin ini hanya halusinasinya, tapi dia merasa yakin kalau raut wajah Anka tidak terlihat baik barusan. Dia yakin melihat cewek itu mendesah frustrasi saat bus melaju mendahuluinya.

Mungkin dia sebel karena harus nunggu bus lain dan nggak bisa cepat-cepat sampai rumah, batin Brav. Dia ingin berpikiran sebaliknya, kalau ekspresi kecewa Anka barusan karena dia naik duluan dan tidak menunggunya untuk pulang bersama seperti biasa. Namun, dia juga tidak ingin berharap lebih.

Mungkin selama ini Brav sudah terlalu banyak menipu diri dengan yakin kalau Anka merasa baik-baik saja diganggu olehnya. Dan mungkin sekarang saatnya untuk menerima kenyataan. Kali ini Brav yang menghela napas frustrasi. Pikirannya yang tidak biasa dipaksa bekerja keras jadi lelah sekarang. Sepertinya dia hanya harus berusaha sangat keras untuk menikmati perjalanan pulang ini. Sendirian.

Jalanan menuju rumah yang biasa Brav lewati, yang harusnya biasa saja, jadi terasa begitu berbeda sekarang. Rasanya jalan ini lebih panjang, sampai membutuhkan waktu tempuh lebih lama dari biasanya. Juga, jalan ini terasa jauh lebih sepi. Brav menghela napas dalam-dalam, tidak menyangka bagaimana kehadiran satu orang bisa begitu berpengaruh. Padahal biasanya juga Anka hanya berdiam diri sepanjang perjalanan pulang mereka, tapi ternyata, kehadiran cewek itu yang bahkan tanpa suara sudah mengisi hati Brav dengan caranya sendiri.

Brav membiarkan dirinya menikmati waktu sendirian selama mungkin. Sejak pulang sekolah tadi, dia mencoba melakukan apa pun. Bermain game, mendengar lagu, membaca komik, tiduran di sofa, sampai berguling-guling di lantai. Namun nyatanya, otaknya tidak mau diam, dan malah terus berputar. Isinya juga tidak pernah berganti. Hanya satu nama, Anka. Cewek itu benar-benar menguasai pikirannya.

Akhirnya Brav menyerah. Dia membuka pintu rumah, berniat segera pergi ke rumah Anka. Namun, langkahnya terhenti begitu saja di depan pagar. "Anka ...," serunya pelan, tidak percaya dengan nama yang baru saja disebutnya.

***

Anka sudah memikirkan semuanya baik-baik selama pelajaran terakhir dan mengambil keputusan. Dari masalahnya dengan Bora, Anka sudah belajar untuk tidak menahan rasa bersalah lama-lama, maka dia akan meminta maaf pada Brav saat perjalanan pulang di bus nanti. Walau dia belum tahu dengan tepat, bagian mana yang salah dari omongannya tadi. Tapi setidaknya, itu yang terasa paling benar untuk dilakukan saat ini. Kalau orang yang masih terus berbicara dan bertingkah seenaknya padahal selalu diberi tanggapan sewot tiba-tiba ekspresinya jadi kelam dan diam saja, itu sudah tanda bahaya, kan?

Begitu bel pulang berbunyi, Anka membereskan tasnya dengan segera. Saat keluar kelas dan menemukan Brav yang juga baru keluar, dia langsung berlari. Namun, langkahnya kalah cepat. Cowok itu sudah menaiki bus pertama yang berhenti di halte depan sekolah. Dia baru saja tiba di gerbang ketika bus itu melaju. Di dalam sana, dia tahu Brav masih terus menatapnya sampai bus menghilang di belokan.

Setelah kejadian di perpustakaan tadi, Brav benar-benar berbeda. Bahkan saat perjalanan pulang sekarang, langkah cowok itu terlihat begitu lemas. Biasanya dia akan berjalan dengan penuh semangat, sambil sesekali melemparkan godaan yang mengundang dengusan dari Anka, tapi sekarang, bahkan punggungnya saja tidak bisa tegak.

Anka masih terus mengikuti Brav sampai cowok itu membuka pagar rumahnya dan masuk. Sekali lagi Anka menoleh, memastikan kalau dia mengingat tempat ini dan sekitarnya dengan baik. Pohon belimbing di depan rumah Brav menjadi patokannya untuk kembali lagi ke sini nanti. Dan setelah yakin, dia berjalan balik ke rumahnya.

Dalam gerak cepat, Anka berusaha melakukan semuanya. Baru kali ini, tas sekolahnya digeletakkan begitu saja di lantai. Seragam yang baru digantinya juga belum digantung, masih dibiarkan terserak di kasur. Dia cepat-cepat meraih sosis dan telur di kulkas, lalu mi di lemari makanan. Dia tidak tahu Brav akan suka dengan makanan ini atau tidak, tapi dia merasa harus melakukannya, karena tidak menemukan cara lain untuk menunjukkan permintaan maaf tanpa merasa terlalu canggung.

Setelah beberapa kali gorengan, mi gulung sosis kesukaan Anka sudah jadi. Tangannya bergegas meraih kotak makan dan memasukkan beberapa gulungan sosis. Dia menatap kotak makan itu sekali lagi dan menghela napas dalam-dalam. Tidak pernah terbayang kalau dia akan melakukan ini pada orang seperti Brav. Namun akhirnya, dia melangkah juga, menuju rumah dengan pohon belimbing di depannya.

"Anka ...." Suara Brav terdengar pelan dan tanpa rasa percaya diri, tidak seperti biasanya.

Anka berdeham sekali, karena merasa suasana ini terlalu canggung. Di depan pagar rumah Brav, mereka masih berdiam diri, sibuk dengan pikiran masing-masing. Ini aneh, kan? Anka yang biasa tidak pernah menanggapi Brav yang selalu mengganggu perjalanan pulangnya, tiba-tiba berada di depan rumah cowok itu. Anka tahu betul keanehan itu, makanya dia segera mengacungkan kantong berisi kotak makan yang dibawa dan menggoyangkannya pelan.

"Mau makan?" tawar Anka, masih merasa kikuk.

Mata Brav berbinar-binar saat mendengar tawaran itu. Mana mungkin dia menolak. Dia tidak cukup bodoh untuk menyia-nyiakan kesempatan langka untuk ditawari makan oleh orang yang sejak tadi mengganggu pikirannya. Maka, Brav segera memimpin Anka ke kursi di bawah pohon besar yang tak jauh dari rumahnya.

"Gue nggak tau lo bakal suka apa nggak, tapi ini yang biasa gue makan." Anka benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa, dan pada akhirnya malah berbicara seperti bukan dirinya. Terasa aneh saat nyatanya omongan tadi malah seperti memberi tahu apa yang dia suka.

Brav mengulum senyum sambil menatap mi gulung sosis di dalam kotak makan yang dibawa Anka. Bukan cuma diberi makanan, cewek itu bahkan secara tidak langsung memberi tahu kalau ini adalah makanan kesukaannya. Tanpa perlu dicecar, cewek itu membuka diri dengan sendirinya. Hal yang sangat baik, kan?

Tangan Brav bergerak meraih salah satu gulungan sosis, tapi matanya menangkap sesuatu di tangan Anka. "Tangan lo kenapa?"

Anka mengikuti arah pandang Brav ke luka kecil baru di tangannya. "Kena minyak tadi."

Brav terdiam. Dia ingin langsung meraih tangan Anka dan melihat bagaimana keadaan luka itu, tapi suatu rasa menyelip di hatinya tanpa permisi. Anka terkena minyak saat memasakkan makanan untuknya. Karena terburu-buru, cewek itu kurang berhati-hati dan membuat tangannya terluka. Semua itu karena Brav. Apa dia boleh besar kepala sekarang?

"Harusnya lo hati-hati. Gue mending nggak makan ini daripada tangan lo luka." Omongan sederhana itu menimbulkan sensasi aneh di hati Anka. Hanya kata-kata seperti itu, tapi jantungnya merespons dengan berlebihan. "Enak," ujar Brav sambil memasukkan gulungan sosis kedua ke mulutnya.

Tanpa sadar, Anka tersenyum lebar. Mendengar pujian dari orang saat kita memberikan mereka sesuatu memang terasa begitu istimewa. Orang itu menghargai usaha kita. Setidaknya itu kenyataan yang menyenangkan, terlepas dari komentarnya itu benar atau tidak, dan pujiannya tulus atau tidak.

"Perjalanan pulang hari ini nggak enak banget. Sepi," ujar Brav lagi di sela-sela makannya. Akhirnya dia bisa mengucapkan kata-kata yang mengganggu pikirannya sejak tadi.

"Siapa suruh ninggalin." Jawaban dari Anka yang begitu cepat dan tiba-tiba membuat Brav menoleh cepat. Di sebelahnya, Anka tersenyum seolah meledek, menandakan kalau omongannya barusan serius. Kalau itu salah Brav sendiri karena meninggalkannya.

Dengan kata lain, Anka tidak masalah dengan keberadaan Brav selama perjalanan pulang. Dan untuk kali ini, jantung Brav yang berdetak tidak keruan karena senyum Anka barusan.

_____________________________________________

Cieee Anka mulai nerima Brav 😝
Chemistry mereka akhirnya perlahan keliatan juga hihihi

Semoga masih betah sama cerita ini 🙏🙏

Ditunggu komen dan votenya.

With love,
junabei

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro