Aku terpaku untuk kesekian kalinya melihat tingkah laku Feyra. Fey, demi Tuhan, kau... Apa yang kaulakukan? Gadis itu berdiri di tempat parkir bersama dua lelaki misterius. Sedangkan aku, beesembunyi di balik tiang penyangga berbentuk balok dan menjulang tinggi.
Absonan. Rasanya semua ini mengecewakan. Segalanya terasa menyedihkan. Bagaimana tidak? Seseorang yang... Kubanggakan, nyatanya tak bisa diandalkan. Senyumnya memang manis. Semanis permen karet. Namun ketika perlahan terkikis, sepah dibuang jua.
Aku tidak mengerti bagaimana dengan pola pikirnya. Padahal, sejam yang lalu sudah diberitahu, bahwa tidak perlu berbicara dengan dua lelaki misterius itu. Memangnya harus kujelaskan dengan detail, mengapa larangan itu harus ada? Lalu jika aku mengatakan jika mereka gay, apa dia akan percaya dengan alasan konyol ini? Oh ayolah, Feyra, jangan bodoh dan mau dibohongi seperti ini. Kau boleh saja jatuh cinta. Tapi, jangan sebuta ini.
Bukannya aku melarang, iri atau justru sebaliknya--turut menyukai lelaki itu. Hanya saja... Ah, rasanya diberitahu seperti apa pun, gadis berambut rebonding sepunggung itu tetap kukuh dengan pendiriannya. Lalu memamerkan senyum termanis dan memabukkan pada dua lelaki misterius yang belakangan terlihat sangat akrab.