s-2🍂hati yang tidak sempurna
"HAH!? G--gimana ceritanya? K-kok bisa!?"
Souchi mendecak, namun sudah dapat menduga reaksi dari saudarinya tersebut.
Ichi yang tadinya sibuk memakan kacang-kacangan di meja makan menghampiri Souchi dengan segelas air yang kemudian dirinya teguk sendiri di samping sang saudara yang menatapnya datar.
"Minumnya duduk, dek."
"Gomen, hah .." Ichi lantas menarik Souchi menuju sofa, keduanya duduk dengan Ichi yang nampak siap mengintrogasi.
Tak!
Gelas yang kosong yang tadi Ichi pakai untuk minum diletakkan agak kasar.
"Kenapa malah putus, siapa yang mutusin lebih dulu? Bang Uchi udah gak sayang Tata apa gimana? Kok bisa putus sih!?"
Souchi menyugar surai gelapnya ke belakang, kemudian menatap sang adik dengan pandangan malas atas pertanyaan beruntun tadi. Dan sebuah decakan dalam batin.
"Uchi, jawab kenapaaaA --!?"
Ichi mengguncang tubuh sang kakak brutal, namun Souchi masih diam tak memberi reaksi apapun setelah decakan sebelumnya.
"Uchi, please ... cerita padaku," Ichi memelas.
"A--"
"Aku bukan anak kecil Souchi," potong Ichi sebelum Souchi menolak. Souchi menghela nafas lelah, kemudian pemuda itu tersenyum kecil sembari menyentuh pipi Ichi yang basah.
"Kalau memang bukan anak kecil maka berhentilah menangis," katanya.
Ichi tersentak sembari mundur dan menunduk. "Nangis? E--eh?" Ichi mengusap wajahnya, masih menunduk membuat Souchi menggeleng maklum.
Setelah cukup lama, Souchi kemudian membuka suara.
"Tata yang minta putus--"
"Kenapa?" Souchi merotasikan mata malas serta mendengus, adiknya ini--kenapa tak membiarkan ia melanjutkan kalimat miliknya.
"Ichi udah, jangan tanya sekarang redain dulu nangismu," ucap Souchi.
Ichi diam, gadis itu menunduk dengan tangan yang sesekali mengusap wajah---tanda gadis itu belum meredakan tangisnya.
"Harusnya kamu senang Chi, kamu bisa ngerealistiskan hubungan kamu sama Taka." Souchi mengusap kepala Ichi lembut namun Ichi langsung menepis dan menggelng pelan.
"G-gak bisaa, Ichi gak ngerti kenapa Ichi nangis. Rasanya nyeri banget Bang, di sini .." ia mendekap dadanya, masih menunduk bahkan kaki yang tadinya menapak lantai naik ditekuk di sofa.
"Ichi lebih sayang Tata daripada Taka ..," ucap Ichi lirih sebelum ia bangkit dari duduk, Souchi bisa mendangarnya dan hanya bisa mendengus kecil. Apalagi tadi sempat melihat bibir si adik yang mengerucut.
..
Ichi merebahkan tubuhnya dengan kasar. Sejujurnya, ia tak mengerti mengapa ia bisa menangis seperti tadi dihadapan sang kakak. Ia bahkan tak menyadarinya.
Tapi memang, Ichi merasa syok. Bahkan dadanya terasa sesak.
"Aku kenapa sih ..." Ichi berguling pelan, menyelimuti dirinya dengan selimut. Ichi masih bertanya, mengapa Tata memutuskan hubungannya dengan Souchi.
"Kenapa malah gini!?" pisuh Ichi sembari melempar bantal kecil entah kemana.
Gadis surai gelap ini tidak tahu, sekarang apa ia merasa senang? Seharusnya, mengingat kemungkinan ia bisa mempertahankan perasaannya pada Taka.
Tapi, apa Taka masih mencintainya?
Ichi tidak yakin, Taka tidak seperti dulu lagi ... dia berubah.
Ichi merasa pancaran cinta yang dulu terlihat di manik biru laut Taka, sudah lenyap ...
Apa ini karma? Karma, karena Ichi selalu menyakiti dan mengabaikan hati pemuda surai albino itu.
Apa semesta tengah menertawai sesuatu sekarang? Ada sesuatu yang menggelikan, pasalnya ....
_
"Ngapin kesini? Bosen hidup?"
Ichi mendengus kecil, matanya melirik tak minat lewat ujung mata dari kedatangan Akawa Kasa, lelaki yang vibes--nya cukup mirip dengannya namun hanya karena mereka sama sekali tak memiliki hubungan darah sedikitpun. Ichi kini duduk di bahu jembatan, dengan kaki menjuntai.
"Ngapain kamu kesini, Asa--Allahuakbar Asa!!" Ichi memekik ditengah sebab Asa dengan lancang sedikit mendorongnya. Sedangkan Asa tertawa kecil.
"Turun dari situ dulu cil, ditiup angin jatuh kamu ke bawah, langsung innalillahi," ucap Asa. Dengan terpaksa Ichi berpaling duduk menghadap Asa.
"Kamu ngapain ke sini As?" tanya Ichi to the point.
Asa mengambil duduk di samping Ichi, pemuda itu menghela nafas lelah dengan menengadah menatap langit. "Kamu tau sendiri, kan. Aku kalo lagi ngerasa tertekan, capek pasti ke sini."
Ichi mengangguk paham sebagai respon, serta gumaman panjang yang membuat Asa melirik kecil dengan heran.
"Kamu kenapa, ada masalah? Siapa, Taka apa bang Uchi?" terka Asa yang membuat Ichi mencuatkan bibir tanpa sadar.
"Gak--kok," jawabnya.
"Jujur aja kenapa, tanganku gatel nih pengen mukul orang," ucap Asa dengan canda, Ichi memukul kecil bahu lelaki itu.
"Ck, Asa!" decaknya.
"Maap."
Hening.
"Cerita sama aku Chi, siapa tau aku bisa bantu," ucap Asa lagi, kali ini meminta dengan agak paksa namun hanya gelengan yang Ichi berikan.
"I'm ok," ucap Ichi.
"You not ok," jawab Asa pula. Kini Asa mengangkat tangannya naik menyentuh pucak kepala Ichi, kemudian mengusap-usapnya pelan.
"Kamu tau, ketika aku sadar kalau aku mencintai Va hari itu, sebelumnya apa yang terjadi?
Kami ada masalah, berantem dan kehilangan kepercayaan yang hampir tidak ada kesempatan menuju akhir bahagia ....
_
Ichi menghela nafas entah keberapa puluh kalinya, gugup kini mendera. Sumpah kek mau nemuin calon mertu aja, padahal mah enggak.
Akhirnya Ichi mengetuk bel, hingga seseorang membukakan pintu.
"Eh Ichi-san? Nyari Taka, ya?"
Ichi menggeleng keras kemudian terkekeh kecil. "Aku ingin bicara sama kamu, Ta."
Kini Ichi berada di depan kediaman Ryuko.
"Oh, yaudah masuk." Ryuko Tata, gadis surai albino itu memberi ruang mempersilahkan Ichi untuk masuk ke dalam kediaman keluarga Ryuko.
"Mau minum sesuatu? Biar aku ambilin," ucap Tata basa-basi Ichi menggeleng kecil.
"Ga usah Ta, aku sebentar aja kok. Oh ya, ini buat Tata," ucap Ichi. Menyodorkan plastik hitam yang berisi keju, Tata dengan senang mengambilnya dan mengucapkan terima kasih.
"Yang ini buat Taka," lanjut Ichi, ia menyodorkan plastik lain dan kembali di terima oleh Tata, gadis itu sempat melirik kecil isinya.
"Kenapa gak langsung kasih ke Taka, orangnya ada kok--"
"Ga usah Ta, aku perlunya sama kamu," potong Ichi. Setelahnya Tata dan Ichi sudah duduk, bersebelahan. Hampir sama seperti sewaktu bersama dengan Souchi namun lebih senggang dan tanpa emosi berlebihan.
"Ta, kenapa kamu milih putusin hubingan kamu sama dia?" tanya Ichi to the point. Tata membuka suaranya setelah beberapa detik bungkam.
"Sebenernya ..., "
Ichi mengangguk mengerti, ia pula menggenggam tangan Tata lembut dengan senyum lembut. "Jadi gitu," respon Ichi mencoba maklum.
"Humn, dia juga kayaknya oke aja kan? Jadi kurasa ini yang terbaik... " ucap Tata lagi, mendapat jawaban Tata membuat Ichi mengerti tentang alasan itu. Ichi mengangguk mengerti kemudian agak menunduk menyembunyikan wajahnya.
"Aku syok Ta, beneran. Kek--kok bisa, gitu!? Padahal kalian udah lama banget," Ichi merengek di akhir, masih menyayangkan namun berusaha merelakan.
"Ya ... gimana Ichi-san, kalau memang bukan jodoh gak bisa dipaksain," ucap Tata lagi dan lagi.
"I-iya juga sih ... good luck buat Tata kedepannya ya! Mmm... Aku ada urusan lagi, bye-bye!" Ichi pamit, mereka berdiri bersamaan kemudian Tata mengantar Ichi ke depan.
"See you, Ichi-san!"
..
"Siapa tadi Ta?" -Taka
"Eh, temen itu tadi."
"Oh."
_
[🍑]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro