Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

37

"Pagi, Ca!" Bayu mengecup singkat pipi Giana yang tengah menekuni pekerjaannya.

Giana yang terkejut hanya bisa mematung. Wajahnya memanas hingga ke telinga. Giana yakin wajahnya pasti merah sekarang. Malu, ia pun segera melayangkan cubitan di perut Bayu sembari menatap sekeliling. Ada Haykal dan Sierra yang menatapnya.

"Apaan sih?" tanya Giana dengan suara yang lebih keras dari yang ia maksudkan.

Bayu tersenyum dan menjepit hidung Giana gemas. "Lucunya calon istriku yang malu-malu kucing ini," ledeknya sembari menjulurkan lidahnya.

Haykal yang tadinya tengah minum untuk meredakan suasana hatinya yang panas menjadi tersedak mendengar ucapan Bayu. Berbeda dengan Haykal, Sierra tampak senang dan langsung memberikan ucapan selamat serta berondongan pertanyaan.

"Wah! Selamat, ya, Bay, Gi! Aduh, akhirnya kalian mau nikah juga. Kapan? Di mana? Lamarannya kapan? Kok aku gak tau sih? Gak pakai acara pesta tunangan, ya?" tanya Sierra heboh.

Bayu tersenyum senang. Ia mengedipkan sebelah matanya nakal dan berucap dengan nada misterius, "Nanti gue kasih undangannya ke Kakak, kok. Tunggu aja tanggal mainnya."

Setelah berhasil mengendalikan perasaannya, Haykal memberikan selamat dengan wajah kaku. "Selamat, ya, Bayu, Giana. Semoga hubungan kalian langgeng terus."

"Oh, itu sih, pasti, Kak. Lo tenang aja. Gue pasti bakal setia terus sama Giana. Makasih, loh." Bayu berjalan mendekat ke Haykal dan berbisik pelan, "Lo gak usah takut dan gak usah harapin macam-macam. Sebaiknya lo move on sekarang. Jangan ganggu calon istri gue lagi! Jangan ngarepin dia juga!"

Tangan Haykal terkepal. Wajahnya semakin kaku mendengar bisikan Bayu. Tiga detik kemudian, ia memaksakan sebuah senyum tipis di bibirnya. "Yo, sama-sama, Bay."

"Kamu bisikin apa ke Kak Haykal, Lang?" tanya Giana penasaran begitu Bayu kembali ke sisinya.

Bayu mengedipkan sebelah matanya nakal dan tersenyum misterius. "Rahasia. Masalah cowok. Kamu gak perlu tahu. Oke?" Bayu mengacak rambut Giana sayang. Ia kemudian kembali ke kubikelnya dan mulai bekerja.

Sejujurnya, dalam hatinya ia sangat amat lega. Walau kemarin malam Giana tak menerimanya, saat ini Giana tak menolaknya dengan terang-terangan. Itu bisa diartikan sebagai lampu hijau untuknya. Senyum puas tak pernah lepas dari wajahnya. Ia sudah mengumumkannya pada orang-orang di kantor bahwa Giana adalah miliknya.

"Ayo, aku antar pulang," ajak Bayu begitu melihat Giana membereskan barang-barangnya.

Giana menoleh dan tersenyum. "Kamu belum pulang? Ini kan udah lewat 1 jam lebih dari waktu pulang."

Bayu mengacak rambut Giana gemas. Kemudian menjepit hidung Giana pelan. "Menurut kamu? Ya,  jelas lah aku belum pulang. Orang calon istriku aja masih belum pulang. Dasar! Mana mungkin aku mau ninggalin calon istri aku sendirian di kantor?"

Giana menatap Bayu dalam. Wajahnya terlihat bimbang dan Bayu pun bisa meraba apa yang hendak gadis itu sampaikan padanya. "Lang?"

"Hmm?" Bayu membalas tatapan itu tak kalah dalam.

"Kenapa ...." Belum sempat Giana menyelesaikan kalimatnya. Bayu telah meletakkan telunjuknya di depan bibir gadis itu.

Bayu menarik Giana ke dalam pelukannya. "Please! Terima aku. Jangan takut sama masa depan yang masih belum jelas, Ca. Aku janji, aku bakal selalu sama-sama kamu. Aku janji kita bakal ngelewatin semua ini sama-sama. Jadi, tolong! Jangan takut! Aku dan kamu. Kita bakal selalu sama-sama jalanin hari-hari kita ke depannya sebagai satu kesatuan. Aku bakal ngebuktiin bahwa kisah kita akan berbeda dengan kisah orang tua kita. Gak akan ada Gilang kedua yang dibuang dan gak akan ada Elsa kedua yang ditinggalkan oleh semuanya. Kita akan baik-baik saja. Ya?"

Giana terdiam. Ia mengeratkan genggamannya pada sisi-sisi baju Bayu. Hatinya bimbang. Di satu sisi, ia percaya pada Bayu. Namun, di sisi lainnya ada ketakutan yang mencegahnya agar mempercayai Bayu. Setelah perang batin yang berlangsung selama beberapa menit itu, akhirnya Giana pun mengangguk pelan. Ia memutuskan untuk percaya pada Bayu. Ia harus membuatnya menjadi kenyataan. Mereka akan terus bersama sampai maut yang memisahkan mereka.

"Makasih, Ca. I love you," ucap Bayu sebelum menarik dagu Giana dan mendaratkan ciuman lembut di sana.

Napas Giana memburu saat Bayu melepaskan ciuman tersebut. Wajahnya memerah. Sontak ia memutar kepalanya dan mencari apakah ada orang lain di ruangan tersebut. Dan rahangnya hampir saja terjatuh saat melihat Haykal yang memandang mereka dengan tatapan terluka di pintu ruangan.

"Ah ... Kakak belum pulang?" tanya Giana gelagapan. Ia mengusap tengkuknya tanpa berani menatap wajah Haykal.

Haykal tersenyum tipis. "Udah, tapi ada yang ketinggalan. Jadi gue balik lagi."

"Oh ... kalau gitu kami duluan, Kak. Malam," pamit Bayu sembari merangkul Giana yang masih menunduk malu.

"Oke. Hati-hati," balas Haykal canggung.

Bayu mengangguk kecil. "Lo juga, Kak." Ia lantas menggiring Giana keluar dari ruangan tersebut.

Sesampainya di lobi, Giana segera melepas rangkulan Bayu dan menatapnya kesal. "Kamu, sih! Gak tahu malu!" tuduhnya, lalu meninggalkan Bayu yang menyusulnya sembari menggelengkan kepala tak habis pikir.

"Ca, nanti akhir minggu kita jalan-jalan, yuk. Ke luar kota. Aku mau bawa kamu ke suatu tempat. Ada seseorang yang harus kamu temui." Bayu membuka percakapan begitu mereka sampai di warung bakso dekat kantor mereka.

"Ke mana, Lang?" Giana menyuapkan sebutir bakso ke dalam mulutnya.

Bayu menepuk pelan puncak kepala Giana dan tersenyum kecil. "Udah. Ikut aja. Aku gak bakal bawa kamu ke sembarang tempat, kok. Tenang aja. Lagian kamu kalau dijual juga gak akan laku," ledek Bayu membuat Giana melotot kesal.

Gadis itu memilih mendiamkan pemuda itu sepanjang sisa waktu mereka makan. Ia menghabiskan baksonya dengan cepat, walau tetap saja kalah dari kecepatan makan Bayu. Kemudian, ia bangkit tanpa mengajak Bayu. Bayu mengejarnya sembari terkekeh puas.

"Cie ... marah ... cie," godanya sambil mencolek dagu Giana.

Giana menarik kerah baju pemuda itu dan mendaratkan sebuah cubitan pedas di pinggangnya hingga pemuda itu mengaduh kesakitan dan masih setia dengan tawa jailnya. Keduanya berjalan pulang ke rumah Giana dengan Bayu yang terus saja menggoda Giana yang marah. Aksi kejar-kejaran pun tak terhindarkan lagi.

"Makasih, Lang," ucap Giana begitu sampai di depan rumah. Hari ini, walau Bayu terus-terusan membuatnya kesal. Entah mengapa ia menyukainya bahkan perasaannya menghangat tanpa bisa ia jelaskan.

Bayu mengangguk pelan dengan senyum manis yang tak lepas dari wajah tampannya. "Makasih apaan, sih, Ca? Udah kewajiban aku buat mastiin kamu pulang dengan selamat. Malam. Sana masuk. Bersih-bersih terus tidur."

Giana tersenyum malu. "Iya. Malam. Hati-hati pulangnya. Kalau udah sampai rumah kabari, ya."

Bayu mengangguk, lalu berjalan mundur sembari memastikan Giana masuk ke dalam rumahnya dengan aman. Saat pintu rumah Giana hampir tertutup sempurna, Bayu berlari dengan cepat dan menahan pintunya membuat Giana membuka pintu kembali dan menatapnya heran.

"Kenapa, Lang?"

Bayu tak menjawab. Ia hanya menatap Giana intens. Detik selanjutnya, Giana sudah berada di dalam pelukan Bayu. Setelah Bayu mengecup puncak kepalanya beberapa kali, Giana mendengar Bayu bertanya dengan nada frustrasi.

"Gimana ini, Ca? Aku udah kangen sama kamu lagi. Aku gak mau ninggalin kamu."

Wajah Giana memanas. Ia bahkan membutuhkan waktu satu menit lamanya untuk mengontrol ekspresi wajahnya. Kemudian ia mendorong tubuh Bayu menjauh. "Gak usah manja. Besok kita juga ketemu lagi dan nanti di akhir minggu kita kan bakal keluar sama-sama. Sana pulang."

Bayu menggeleng pelan dan kembali menarik Giana ke dalam pelukannya. Giana kembali mendorongnya dan menatapnya tegas. "Mau kamu pulang atau gak sekarang. Pintunya bakal tetap aku tutup," ucap Giana tegas. Dan benar saja. Gadis itu membanting pintu di depan wajah Bayu tanpa belas kasih sedikit pun.

Bayu menyentuh pintu tersebut ragu. "Ca, aku mohon kamu bakal ngerti dengan keputusanku ini. Aku harap saat di hari itu kamu gak marah sama aku dan memilih untuk memutuskan semuanya. Aku sayang banget sama kamu. I love you so much," lirih Bayu sembari menatap pintu penuh rindu.

Giana yang masih bersandar di depan pintu mematung. Hatinya tak tenang mendengar ucapan Bayu. Entah apa maksud dari ucapan Bayu yang bernada frustrasi dan juga khawatir itu. Sebulir air mata jatuh dari pelupuk matanya. Rasa takut itu kembali hadir dan mencengkamnya kuat bahkan semakin kuat.



------------------------------
1267.04102020

Hai! Hai!
Apa kabar kalian? Mudah-mudahan baik-baik aja yak.
Semoga kalian masih tahan..
Beberapa part lagi bakalan habis, kok..

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro