Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31

Tiga hari sudah berlalu sejak insiden Bayu membentak Giana di kantor. Dan itu artinya sudah tiga hari juga Bayu tak bisa menemui Giana. Rasa bersalah semakin membesar setiap Bayu teringat histeria Giana terakhir kalinya. Hatinya sakit melihat gadis yang sangat ia sayangi menangis ketakutan karena kelakuannya. Benar kata Ariel tiga hari yang lalu, ia berengsek.

Masih terdengar jelas di telinganya makian kasar Ariel tepat setelah gadis itu tiba di kamar rawat Giana. Ia tak mampu menyanggah semua makian dari Ariel karena memang benar adanya. Ia yang membuat Giana yang hampir baik-baik saja menjadi terpuruk—bahkan amat sangat terpuruk. Selama tiga hari ini, Bayu hanya bisa menatap Giana dari kaca pintu kamarnya. Giana yang hanya duduk sambil memandang kosong ke depan sesekali berteriak dan menangis ketakutan.

"Bay, lo udah denger?" Suara Haykal menyeret kembali nyawa Bayu ke dalam tubuhnya.

Bayu menatap Haykal bingung, "Dengar apa, Kak?"

Haykal menatap Bayu dengan gelisah. Ia membuka mulutnya, tetapi tak ada suara yang keluar. Pemuda itu terlihat bingung sekaligus bimbang. Sekali lagi Haykal membuka mulut hanya untuk menutupnya kembali.

Perasaan tak enak mulai menyelimuti hati Bayu. Ia yakin sekali apa yang ingin disampaikan oleh Haykal berhubungan dengan Giana. Segera ia menyambar ponsel pintarnya dan mencari kontak Noah di sana.

Bayu mengetuk-ngetukkan jari dengan tak sabaran di atas meja selagi mendengar nada sambung. Pada nada kelima, Noah mengangkatnya.

"Kenapa, Bay?" Suara Noah terdengar tenang membuat hati Bayu sedikit lebih ringan.

"Giana gak papa, 'kan, No?" tanya Bayu tanpa berusaha menyembunyikan kegelisahannya sedikit pun.

Helaan napas berat terdengar di ujung sana membuat jantung Bayu serasa mencelus. Rasa panik mencengkam dirinya dengan kuat hingga tak sadar Bayu berdiri hingga hampir menabrak Haykal yang masih berada di depannya.

"Please, No! Bilang ke gue kalau Gia gak papa," pinta Bayu dengan suara memelas.

Detik-detik diamnya Noah membuat Bayu ketar-ketir. Ia sudah siap melesat menuju rumah sakit hingga Noah menjawab dengan suara berat.

"Gia ... aku gak bisa bilang dia baik-baik aja. Tapi ... dia bukan juga gak baik-baik aja. Seperti yang kamu tahu, tidak ada perubahan apapun dari keadaannya yang terakhir kali. Saat ini, Gia sudah tidak tiba-tiba histeris seperti kemarin."

Perasaan lega menyiram hati Bayu dengan cepat. Saking leganya, kakinya sampai lemas hingga ia terduduk kembali di kursinya. Ia senang, walau tak membaik, setidaknya keadaan Giana tidak semakin memburuk. Menurutnya itu sudah lebih dari cukup.

"Tapi ...."

Belum sempat otot Bayu bersantai. Kini harus kembali tegang begitu mendengar kata 'tapi' dari bibir Noah.

"Tapi?"

"Itu ... hmm ... sebenarnya aku gak boleh kasih tahu ke kamu. Tapi kurasa kamu harus tahu." Noah tak dapat menyembunyikan kebimbangan dalam suaranya.

Detak jantung Bayu menggila. Firasatnya mengatakan bahwa apa yang akan disampaikan Noah bukanlah sesuatu yang baik. Dan memang begitu adanya karena begitu mendengar ucapan Noah selanjutnya Bayu merasa seperti tersambar petir.

Sambungan telepon Noah sudah terputus sejak sepuluh menit yang lalu. Akan tetapi, kalimat terakhir yang disampaikan Noah masih terngiang-ngiang di telinganya. Giana akan ke Amerika. Hanya itu inti dari percakapannya dengan Noah.

"Gak! Gak bisa!" gumam Bayu kalut. Ia tak bisa membiarkan Giana pergi meninggalkannya lagi. Ia tak ingin lagi berpisah dengan Giana. Tidak saat ini, besok, lusa, dan selamanya. Ia tak akan membiarkan hal itu terjadi.

Sepanjang sore itu Bayu tak bisa fokus pada pekerjaannya. Hanya satu hal yang ia pikirkan. Ia harus bisa mencegah kepergian Giana. Bagaimana pun caranya. Ia akan melakukan segalanya—bahkan jika itu mengharuskan dirinya merawat Giana selama sisa hidupnya sendirian. Begitu jam lima tepat, Bayu segera mematikan komputer miliknya dan melesat menuju rumah sakit tempat Giana dirawat.

"Ngapain lo ke sini?" Ariel segera mendorong Bayu keluar dari kamar inap Giana.

Bayu berusaha menahan Ariel yang mendorongnya keluar. Mata Bayu terpancang hanya pada Giana yang tengah tertidur. Wajah Giana yang pucat terlihat tenang dan damai. Ingin rasanya ia mengelus wajah lembut itu dan mengecup kening gadis itu hangat.

"Please ... gue mohon. Jangan bawa Gia pergi ke Amrik!" pinta Bayu memelas begitu ia berhasil diseret keluar oleh Ariel dan Clara.

Ariel menatap tajam Bayu. "Apa hak lo buat nyuruh-nyuruh gue setelah lo buat Elsa kayak gitu? Hah?!"

Bayu mengangkat kedua tangannya ke atas sebagai tanda menyerah. "Oke. Buat yang satu itu gue salah. Tapi lo sendiri tahu, 'kan? Kalau gue sama sekali gak bermaksud buat bikin Giana jadi down gini."

"Bukan gitu masalahnya. Mau lo bermaksud atau gak. Intinya ini semua gara-gara lo," potong Ariel geram sambil mendorong-dorong Bayu dengan kasar.

Clara menarik napas panjang dan mengelus lengan Ariel lembut. Ia mengerti maksud Bayu dan ia tahu dengan jelas bahwa ini bukan sepenuhnya salah Bayu. Ia mengerti kemarahan Ariel pada Bayu karena secara tidak langsung Bayulah yang memicu trauma Giana hingga Giana menjadi seperti ini.

"Ri, sudahlah. Kamu juga tahu kalau ini bukan sepenuhnya salah Bayu. Biarkan Bayu melihat Giana," pinta Clara lembut. Beberapa detik berlalu, akhirnya Ariel mengalah. Kepalanya dianggukan dengan lemas.

"Oke."—Sontak senyum terbit di wajah Bayu—"Untuk yang terakhir kalinya," putus Ariel membuat senyum Bayu menghilang seketika.

Napas Bayu tercekat. "Gak! Gue gak mau."

Ariel melotot dan langsung memotong, "Ya, udah! Pulang aja lo sana!"

Bayu menepis tangan Ariel yang mendorongnya kasar. Matanya menatap Ariel tajam, napasnya memburu. "Gue. Gak. Akan. Pernah. Ngizinin. Giana. Pergi. Dari. Sisi. Gue," ucapnya dengan penuh penekanan di setiap katanya hingga membuat Ariel sedikit tersentak kaget.

"Lo bukan siapa-siapanya Giana sampai bisa melarang dia pergi-pergi ke mana aja dan sama siapa aja," desis Ariel penuh amarah. Napas gadis itu memburu. Wajahnya memerah dan tangannya terkepal kuat. Matanya menatap Bayu dengan penuh dendam.

Clara menggelengkan kepalanya pusing. Ia berharap Noah ataupun Zeon segera sampai di sana sehingga ia tak perlu memakai begitu banyak tenaga untuk melerai dua orang yang tengah terbakar api amarah itu. Beruntung permohonannya segera terkabul.

"Wah! Tenang! Tenang!" lerai Noah begitu melihat Bayu dan Ariel tengah adu urat di koridor dan sudah menjadi pusat perhatian setiap pasang mata yang ada di sana.

Ariel menatap tajam Noah. "Lo 'kan yang ngasih tahu nih bocah kalau gue bakal bawa Elsa ke Amrik?" hardiknya geram pada Noah.

Noah mengangkat kedua tangannya ke atas, "Tenang dulu, Ri. Kamu dengerin dulu penjelasan aku. Jangan langsung tarik urat gitu, dong!"

"Nih, minum dulu." Zeon menyerahkan sebotol air dingin pada Ariel. Napasnya sedikit terengah akibat berlarian di koridor lantaran melihat istrinya tengah melabrak seorang pemuda yang ia yakini adalah Bayu.

"Kamu tenang dulu, Ri. Jangan marah-marah terus! Lihat deh! Orang-orang pada ngelihatin kamu. Kamu gak malu apa?" tanya Zeon lembut sambil mengedarkan pandangannya ke sekitar. Bayu dan juga Ariel mengikuti arah pandang Zeon. Dan benar saja. Banyak mata memandang ke arah mereka dengan rasa ingin tahu yang cukup tinggi.

"Jelasin!" perintah Ariel pada Noah sambil melipat kedua tangannya di depan dada dengan gaya bossy dan wajah geram.

"Kamu pasti tahu, 'kan? Kalau Bayu atau Gilang ini orang yang berharga bagi Gia. Kamu juga pasti udah lihat sendiri gimana reaksi Gia setelah bertemu Bayu. Jadi, aku harap kamu kasih Bayu kesempatan buat bikin Giana bangkit lagi. Sekali aja, ya?" pinta Noah lembut.

Ariel melotot tajam. Terlihat jelas ia tak ingin menerima masukan Noah walau apa yang dipaparkan Noah adalah kenyataan. "Gak bisa! Bagi gue, dia yang bikin Elsa kayak gitu. Gue gak bisa ngebiarin Elsa lihat dia lagi."

Bayu mengerang frustrasi. Ia menjambak rambutnya gemas. Ia rasa tak ada pilihan lain lagi selain menerobos masuk.

"Dengan atau tanpa izin dari lo, gue bakal tetap nemuin Gia. Titik," tandas Bayu sebelum menerobos masuk.

Ariel yang terkejut tak bisa bereaksi apapun selama beberapa detik. Setelah tersadar, Ariel segera berbalik dan menggebrak pintu masuk dan berteriak keras.

"Heh! Bocah sinting!" Makian Ariel tertelan kembali. Rahangnya terbuka dan matanya membelalak lebar. Zeon, Noah, dan Clara yang penasaran mengapa makian Ariel malah terdengar semakin kecil pun segera mengintip. Ekspresi yang ditunjukkan ketiga orang itu sama persis seperti Ariel. Bibir yang terbuka lebar dan juga mata yang membelalak lebar. Tubuh mereka membeku melihat pemandangan di depan mereka.



--------------------------------
1308.10082020

Hello! Happy Monday!
Wkwkkw
Huahhhh..
Udah mo kelar. Doain ini bisa kelar dalam dua minggu ini yak.
Makasih

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro