Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30

"Gia ... ah ... bukan. Eca, Kita perlu bicara." Bayu menarik tangan Giana begitu jam makan siang datang. Sebenarnya, sudah dari pagi ia ingin mengajak Giana berbicara, tetapi gadis itu sampai di kantor tepat pukul 8 pagi. Tanpa menggubris tatapan tak suka dari Giana, Bayu tetap menyeret gadis itu menuju cafe terdekat dengan suasana yang nyaman.

"Mbak, pesan nasi bakar dan ayam bakarnya dua, ya. Terus untuk minumnya, lemon tea dua. Terima kasih," pesan Bayu tanpa membuka menu, ia bahkan langsung mengembalikan menu tersebut kepada pramusaji.

Bayu mengangguk puas saat si pramusaji mengulangi pesanannya dengan tepat. Tak lupa, ia memberikan senyum ramahnya pada si pramusaji. Setelah pramusaji itu pergi, Bayu memfokuskan pandangannya pada Giana yang hari ini terasa lebih dingin dan menjaga jarak.

"Ada apa?" tanya Giana lantaran Bayu tak kunjung mengatakan apapun padahal sudah lima belas menit lewat dan makanan mereka juga sudah datang. Pemuda itu hanya menatapnya lurus tanpa mengatakan apapun.

Bayu menggeleng dan tersenyum. "Makan dulu aja. Nanti baru kita ngobrol."

Walau sebenarnya Giana ingin menolak ajakan obrolan itu, tetapi karena ia tak tahu bagaimana caranya ia hanya bisa diam dan mengikuti kemauan Bayu. Lagi pula, ia juga penasaran mengenai beberapa hal tentang Bayu. Apakah Bayu mengetahui cerita tentang waktu itu? Bagaimana keadaan Bayu saat pertama kali diadopsi oleh keluarga Hendrawan? Apa yang membuat Bayu mengganti namanya? Ia ingin tahu, walau ia tak tahu apa boleh ia bertanya.

"Jangan mikirin apapun dulu, Ca! Makan dulu aja. Waktu kita masih panjang. Kalau jam makan siang gak cukup, kita bisa lanjut nanti setelah pulang kerja," ucap Bayu tenang sambil menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

Mulut Bayu masih sibuk mengunyah dan di saat yang bersamaan matanya sibuk menatap Giana yang sedang makan. Giana merasa risih. Ia menghentikan makannya dan menatap tajam Bayu.

Bayu yang tersadar langsung mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Sorry. Aku bakal berhenti natap kamu. Silakan makan dengan tenang."

Bayu serius dengan perkataannya. Ia benar-benar hanya fokus pada makannya dan tak memandang Giana lagi. Giana pun bisa bernafas lega dan makan dengan tenang. Sepuluh menit berlalu, piring mereka pun sudah tandas dan hanya bersisa daun pisang yang tadi digunakan untuk membungkus nasinya.

"Kamu mau ngomong apa?" Giana membuka mulut terlebih dahulu lantaran ia yakin bahwa Bayu tak akan memberi tahunya.

Bayu diam. Matanya menatap lurus pada Giana tanpa menyembunyikan binar senang dan kerinduannya. Siapapun yang melihatnya pasti tahu bahwa pemuda itu sangat tergila-gila pada Giana—termaksud Giana sendiri. Giana mengetuk meja pelan membuat Bayu benar-benar fokus pada apa yang hendak mereka bicarakan.

"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?" ulang Giana dengan nada dingin. Ia ingin menghentikan pembicaraan ini secepat mungkin tanpa mengumbar kegelisahannya selama seminggu terakhir pada Bayu.

Bayu mengulurkan tangannya dan menggenggam kepalan tangan Giana lembut. Jempolnya ia usapkan lembut pada punggung tangan gadis itu guna menghantarkan kenyamanan baginya. Detik-detik pertama Giana menikmati kenyamanan itu dengan santai.

Namun begitu kepalanya memutar kembali percakapannya dengan Ariel minggu lalu. Alarm di otaknya berbunyi nyaring. Memperingatinya agar tak perlu terlarut dalam kenyamanan semu itu agar tak ada orang yang kembali terluka. Ia pun serta merta menarik tangannya dari genggaman Bayu. Akan tetapi, refleks Bayu lebih cepat hingga tangannya kembali dibalut oleh genggaman tangan Bayu.

"Kamu kenapa ngehindari aku lagi, Ca? Kamu udah tau 'kan kalau aku ini Gilang. Gilang yang pernah bilang bakal nikahin kamu biar bisa hidup sama kamu selamanya," ucap Bayu sedikit menuntut.

Giana melarikan pandangannya menghindari tatapan Bayu. Ya, dia ingat. Ingatan itu sangat jelas. Hatinya menyuruh kepalanya mengangguk, tetapi otaknya menolak. Sebuah gelengan tegas ia hadiahkan pada Bayu. Setelah memantapkan hatinya yang sempat goyah, ia mengangkat kepalanya dan menatap ke dalam mata Bayu dengan dingin.

"Lupakan saja. Itu hanya omong kosong seorang bocah lima tahun yang belum tahu apa-apa. Anggap kejadian itu tidak pernah terjadi. Saya tidak akan menikah denganmu. Saya harap hubungan kita tak lebih dari sekedar rekan kerja," tandas Giana dengan dingin. Ia segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kasir. Menaruh dua lembar uang seratus ribu di atas meja kasir dan keluar dengan terburu-buru.

Giana menyebrang dengan cepat walau ia bisa mendengar Bayu memintanya untuk menunggu.

"Maaf, Gilang. Begini lebih baik. Untuk kamu dan aku. Lebih baik seperti ini agar tidak ada orang yang terluka lagi. Kalau kamu terluka gara-gara aku, aku tak yakin bisa memaafkan diriku," lirih Giana amat sangat pelan.

Begitu sampai di kubikelnya, Giana men-dial sebuah nomor cepat di smartphone-nya.

"Kapan lo balik ke Amrik?" tanyanya tanpa memberi kesempatan orang di seberang sana menyapa terlebih dahulu.

"Oke. Gue ikut." Giana mengangguk pelan walau orang itu tak bisa melihatnya.

Giana menggeleng pelan sambil menatap sendu ke lantai. "Gue gak tahu berapa lama. Kalau bisa, gue gak mau balik lagi."

Senyum tipis terbit di wajahnya. Giana mengangguk pelan sembari mengucapkan terima kasih sebelum menutup sambungan telepon. Setelah meletakkan ponsel pintarnya ke dalam tas, Giana menelungkupkan wajahnya di atas meja. Sebutir kristal bening jatuh dari pelupuk matanya dan diusap cepat.

Tiba-tiba kursi yang diduduki oleh Giana ditarik oleh seseorang sehingga kepala Giana kehilangan topangannya. Gadis itu pun mendongak dan mendapati mimik marah Bayu.

"Siapa yang ngizinin kamu pergi?" teriaknya marah. Urat lehernya menonjol sehingga terlihat dengan jelas. Wajahnya memerah akibat darah dari jantungnya memompa cepat.

Giana menunduk ketakutan. Belum pernah ia melihat Bayu semarah itu. Bahkan ketika masa kanak-kanak sekalipun, Bayu tak pernah marah padanya sama sekali.

"Elsa! Jawab! Siapa yang ngizinin lo pergi?" Suara Bayu menggelegar terdengar hingga ke ruangan Calvint. Calvint buru-buru keluar dari ruangannya dan menarik Bayu.

Bayu menepis tangan Calvint dengan kasar. Matanya terpancang pada Giana yang masih menunduk ketakutan. Tubuh gadis itu mulai gemetaran hebat.

"Elsa!" bentak Bayu sekali lagi.

"Berisik!" teriak Giana histeris. Ia menutup kedua telinganya rapat-rapat. Tubuhnya merosot dari kursinya hingga ke lantai. Dalam keadaan ketakutan Giana bersembunyi di bawah kolong meja dan bergumam tak jelas.

Bayu tersadar. Ia menatap Giana sedih. Tangannya terulur hendak menyentuh Giana dan segera ditepis gadis itu dengan panik.

"Maaf," isak Giana.

"Maaf ... maaf ... Elsa yang salah. Elsa minta maaf," isaknya semakin meringkukkan badannya di bawah kolong meja.

"Ca ...," panggil Bayu lembut.

Elsa menempel pada kaki meja semakin rapat. Telinganya pun ia tutup semakin rapat. Isakannya meluncur menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

"Elsa yang salah. Elsa minta maaf. Elsa salah. Maafin, Elsa," racaunya.

Bayu semakin merasa bersalah dibuatnya. Ia menarik Giana ke dalam pelukannya dan tetap mempertahankan pelukan itu walau Giana memberontak dengan panik.

"Maaf. Aku minta maaf. Kamu gak salah. Aku yang salah. Kumohon ... berhentilah menangis, Ca. Maafin aku udah bentak kamu. Aku hanya takut gak bisa ketemu kamu lagi. Apalagi kamu bilang kamu gak mau balik lagi. Please ... jangan tinggalin aku lagi, Ca," sesal Bayu sembari mengetatkan pelukannya pada Giana.

"Elsa?" panggil Bayu saat merasakan tubuh di dalam pelukannya melemas. Begitu ia mengurai pelukannya, tubuh Giana terkulai lemas. Mata gadis itu terpejam dan napas gadis itu terdengar lemah. Bibir gadis itu berdarah akibat digigit olehnya. Bayu segera membopong gadis itu dan membawanya menuju rumah sakit.


---------------------------
1148.05082020
Huaaaaa...
Apa ini?
Hehe
Makasih udah baca sama vote

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro