22
Giana menatap lampu ruangan miliknya belum dihidupkan dengan pandangan maklum-wajar sih, masih pukul tujuh kurang. Ia pun menghidupkan lampunya dengan santai. Saat ia menoleh ke arah depan, ia hampir saja berteriak histeris. Ruangan yang tadinya ia kira kosong, rupanya sudah ada penghuninya. Di dalam kubikel Giana yang terletak di ujung ruangan, Bayu sudah duduk manis di sana sambil melamun.
"Bayu! Aku kira setan tau gak?!" Giana berjalan gontai menuju UPS dan menghidupkannya, lalu menghidupkan printer. Kemudian berjalan menuju kubikelnya. Ditatapnya Bayu dengan pandangan datar-menunggu Bayu sadar diri dan beranjak menuju kubikel sendiri.
Akan tetapi, Bayu hanya diam menatap kosong layar komputer yang berwarna hitam itu. Giana berdeham dengan keras, tetapi Bayu tak memberikan respons apapun. Giana menatap Bayu heran. Raga Bayu memang berada tepat di depannya, tetapi tidak dengan jiwanya. Jiwa Bayu saat ini tengah melanglang buana entah ke mana.
"Bayu?" panggil Giana sambil mengentak-entakkan kakinya kesal.
Lagi-lagi tak ada respons dari pemuda itu.
"Bayu!" Kali ini, bukan hanya bentakan yang digunakan oleh Giana, ia juga memukul pelan pundak pemuda itu hingga pemuda itu terlompat kaget.
"Hah?" Bayu menoleh ke arah belakang dan menatap Giana kaget. "Oh, udah datang?" tanyanya sembari menetralkan mimik serta detak jantungnya.
Giana meletakkan barang-barangnya di atas meja. "Iya, dari lima belas menit yang lalu."
Bayu berdiri dan mempersilakan Giana untuk duduk di kubikel. "Kok barangnya gak taruh di meja dari tadi dan malah ditenteng mulu?"
Giana tersenyum sinis, "Kalau itu sih ... makasih aja buat seseorang yang udah duduk di kubikel orang terus pas dipelototi malah diem aja. Habis itu dipanggil malah diem aja kayak patung, terus orangnya ditabok bukannya langsung cabut malah linglung."
Bayu cengar-cengir tak jelas. Jelas ia tahu siapa seseorang yang dimaksud oleh Giana. "Sorry."
"Iya, dimaafin," balas Giana tak acuh. Ia kemudian menghidupkan komputernya dan mengambil laporan bahan produksi dari lacinya.
Bayu menggeleng pelan, "Kaku amet, sih, idup lo. Begitu duduk kubikel langsung kerja, gak peduli jam berapa pun itu. Hih! Lama-lama lo jadi gila tau gak?"
"Gak!" balas Giana sok kalem. Padahal dalam hati, ia sudah menyumpah serapahi Bayu yang sudah mengatai-atau lebih tepatnya mendoakan-dirinta gila.
'Dasar bocah kurang ajar! Mulutnya kurang dicabein nih kayaknya.' Rutuk gadis itu dalam hati.
Bayu tersenyum miring. "Pulang nanti jalan, yuk!"
"Hah?" Giana mendadak blank ditanya seperti itu. Mengapa Bayu random sekali? Semenit sebelumnya pemuda itu mendoakannya agar gila, lalu setelahnya pemuda itu mengajaknya jalan. Lalu teringat hari ini ia sedang tak ingin bertemu dengan Gilang, ia pun hanya mengiakan saja permintaan tersebut.
"Yes! Gak boleh batal, loh!" Bayu melompat-lompat seperti seorang anak kecil membuat Giana menggeleng pelan.
"Wah, mau jalan, ya? Ikut, dong!" sela Calvint dengan nada senang.
Bayu sontak terdiam dan menatap Calvint tak senang. "Bapak jangan ganggu kencan saya, dong!"
"Emang kamu yakin itu kencan?"-Calvint menatap Bayu congkak-"Kamu mau kencan sama dia, Gia?" tanya Calvint ramah-tak lupa ia memamerkan senyum ramah yang jarang sekali ia perlihatkan pada sembarang orang.
"Gak mau, Pak," balas Giana tak kalah ramah. "Pagi, Kak Haykal," sapa Giana pada Haykal yang baru saja duduk di kubikelnya.
"Tuh, Bay! Katanya gak mau kencan sama kamu!" Calvint tak bisa menyembunyikan nada mengejeknya membuat Bayu semakin jengkel.
Bayu menatap Calvint penuh perhitungan. "Kak Calvint, jangan cari masalah, deh!" geramnya pelan.
"Mungkin sekarang bukan, Pak. Tapi siapa tahu besok-besok bisa jadi kencan," balas Bayu pede sembari mengusir Calvint melalui tatapan matanya, tak lupa ia menekankan panggilan "Pak" pada Calvint agar pria itu sadar akan posisinya.
Calvint yang sebenarnya masih ingin menjahili sepupunya itu. Akan tetapi, saat ini ia harus mengendalikan dirinya di hadapan para karyawannya. Calvint mengangguk sekali, lalu berjalan maju selangkah.
"Yakin kalau kamu nanti bisa ajak Gia pergi kencan?" bisiknya kecil yang hanya bisa didengar oleh Bayu.
Tangan Bayu mengepal. Ingin sekali rasanya ia menjambak rambut kakak sepupunya itu dan menjedotkan kepalanya ke dinding terdekat agar tak bersikap menyebalkan. Namun, apa daya? Ia harus menjaga sikapnya karena tidak ada yang tahu-kecuali Giana-hubungannya dengan Calvint adalah saudara sepupu.
"Ternyata Pak Calvint bisa bersikap seperti itu juga kalau sama keluarganya," gumam Giana pelan sambil tertawa kecil. Bayu yang tadinya hendak pergi, mendadak berhenti.
"Lo bilang apa?" tanya Bayu memastikan pendengarannya.
Giana menggeleng. "Gak ngomong apa-apa," jawabnya, lalu saat Bayu berjalan menuju kubikelnya sendiri Giana menepuk mulutnya pelan. Merutuki dirinya yang bisa-bisanya bergumam seperti itu. Padahal tahunya ia bahwa Calvint dan Bayu saudara sepupu adalah rahasia antara dirinya dan Calvint-walau Calvint tak pernah memintanya untuk melakukan demikian, tetapi entah mengapa ia hanya ingin merahasiakan saja dari Bayu.
Sudah sepuluh menit bola mata Bayu beralih dari tengah layar monitor ke sudut kiri layar monitor berulang kali. Kegusarannya itu bahkan sudah mulai masuk ke dalam tahap mengganggu rekan kerja yang ada di sampingnya.
"Bayu, kamu kenapa? Mau ketemu dosen?" tanya Siska manja sambil tersenyum manis
Bayu tersenyum tak enak. Walau Siska bertanya dengan nada manja dan perhatian, tetapi ia tetap menangkap nada jengkel dari suaranya itu. "Maaf, Kak. Saya ganggu, ya? Saya gak akan gitu lagi, kok. Silakan lanjutkan pekerjaan kakak."
Giana yang tak sengaja mendengar percakapan itu hanya bisa tersenyum kecil. Ia tahu dengan jelas bahwa pemuda itu sudah tak sabar pergi entah kemana bersamanya karena sejak jam makan siang, pemuda itu juga sudah merecoki dirinya. Begitu jam sudah tepat pukul lima, Giana membereskan barangnya. Sedangkan Bayu, sudah melesat pergi.
Siska hanya bisa ternganga melihatnya. Kemudian saat ia memikirkan kemungkinan pemuda itu tengah menahan sakit perut, ia hanya bisa menggeleng pelan.
Giana berjalan keluar dengan tenang dan menuju tempat parkir mobil-tempat di mana sebelumnya mereka sudah janji temu. Baru saja Giana masuk ke dalam lapangan parkir, lengannya sudah ditarik paksa oleh seseorang. Beruntung Giana belum melayangkan pukulan pada orang yang menariknya-yang tak lain dan tak bukan adalah Bayu.
"Untung aja gak aku pukul! Ngagetin aja, sih?!" omel Giana membuat Bayu terkekeh.
"Kalau kamu pukul juga gak apa," balas Bayu jenaka.
Giana menatap Bayu tajam. Ia kini sudah masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kursi penumpang dan menggunakan seat belt. Namun, ia sama sekali belum mengetahui tujuan mereka.
"Kita mau ke mana, Bay?" tanya Giana tanpa menyembunyikan rasa penasarannya.
Bayu tersenyum manis. "Ke rumah orang tua aku," jawabnya sepolos mungkin.
"Hah?!" Hanya itu saja yang bisa Giana keluarkan untuk merespons kegilaan Bayu. Otaknya mendadak kosong.
---------------------------------
1043.24062020
Duh, Bay! Belum pacaran juga main ajakkin ketemu orangtua. Kabur nanti Giana!
Wkwkkwkw
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro