Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10

"Bapak anak Pak Hendrawan juga?" tanya Giana kaget sembari menggebrak meja lumayan keras.

Hampir saja Calvint menyemburkan lemon tea yang baru saja ia seruput. Beruntung ia masih sanggup menelannya, walau ia harus terbatuk-batuk lantaran tersedak. "Dari mana kamu dapat kesimpulan seperti itu?" tanyanya ngeri.

"Bukan, ya, Pak?" tanya Giana merasa bersalah. Giana menggigit bibir bawahnya keras karena menurutnya dengan begitu ia bisa menahan kata-katanya yang hendak keluar.

"Ya, jelas Bukan, Gia. Itu bibir ... nanti berdarah. Lepasin. Masih terbiasa gigit bibir, ya, kalau lagi gugup atau marah?"

Giana menatap Calvint sedikit kaget. Ia tak tahu bahwa Calvint yang terkenal dingin-walau tak begitu dingin padanya-bisa menghafal kebiasaannya. Giana melepaskan gigitannya dan tersenyum rikuh.

"Saya memang melihat bagaimana Bayu tumbuh, tapi bukan berarti saya itu anak Pak Hendrawan juga. Baik anak kandung ataupun anak haram." Calvint mengangkat tangannya saat melihat Giana hendak membantahnya.

"Tidak apa-apa. Memang ucapan saya tadi bisa menyebabkan kesalahpahaman. Saya sepupu Bayu. Pak Hendrawan itu adik dari ibu saya. Makanya saya bisa melihat bagaimana Bayu tumbuh. Sejak kecil, Bayu anaknya ceria dan cerewet. Tapi dia tak pernah mengungkapkan apa yang dia rasakan. Tak pernah sekalipun. Ia hanya tersenyum dan tertawa hingga membuat orang lain senang padanya. Anaknya juga sangat supel. Benar-benar anak yang baik." Calvint menarik napas sejenak. Matanya mengawang dan pikirannya mulai menjelajah kembali ke masa belasan tahun silam. Saat ia pertama kali bertemu dengan Bayu.

"Bayu, sini, Nak," Marie melambaikan tangannya pada seorang bocah lelaki yang baru saja turun dari tangga.

Calvint menatap bocah yang kira-kira berusia tujuh tahun itu dengan heran. Bocah itu tersenyum riang dan senyumnya itu menular pada siapa saja yang menatapnya.

"Halo, Kak. Kakak yang namanya Kak Calvint, ya? Perkenalkan, namaku Bayu. Aku anak asuh Mama Marie. Ayo, kita berteman!" nada suara itu terdengar sangat manis dan sulit untuk ditolak sehingga Calvint yang pendiam tanpa sadar mengangguk dan tersenyum lebar.

Marie menatap Calvint dan Bayu senang. "Syukurlah kalian berdua bisa cepat akur," ucapnya senang. Ia merasa tenang melihat anak yang baru saja diasuhnya dari panti asuhan pelangi itu dapat dengan mudah akrab dengan siapa saja.

"Calvint, Tante tinggal sebentar, ya. Mau nyiapin makan siang. Tolong bantuin Tante jagain Bayu bisa, 'kan?" tanyanya sambil menatap Calvint lembut.

Calvint mengangguk pelan. "Bisa, Tan. Silakan."

Marie tersenyum puas. Ia kemudian berjongkok di depan Bayu dan mengelus kening bocah itu lembut. "Bayu, Mama mau siapin makan siang sebentar. Kamu main sama Kak Calvint gak apa, ya?"

Bayu menatap Marie sejenak. Bibirnya terkatup rapat dan ia terlihat seolah tengah berpikir keras. "Bayu bantuin, ya, Ma?"

Sebuah pertanyaan yang tak disangka oleh keduanya hingga membuat keduanya tertegun heran. Marie tersenyum lembut dan mengelus kepala bocah lelaki itu lembut. Dalam hati, ia sangat mensyukuri pilihannya. Dari awal, ia sudah jatuh hati pada bocah cilik ini. Dan makin lama, hatinya jatuh semakin dalam ke genggaman bocah yang sudah resmi menjadi anaknya ini.

"Gak perlu, Sayang. Kamu di sini aja. Temanin tamu kita. Ajak tamu kita jalan-jalan dan keliling rumah karena mulai hari ini, Kak Calvint bakal tinggal serumah sama kita. Oke?" ucapnya sambil menunjuk Calvint.

"Oke," balasnya riang, lalu menarik tangan Calvint keluar dari ruang tengah. "Ayo, Kak! Kita jalan-jalan," ajaknya riang.

Setelah keluar dari ruang keluarga. Bayu menoleh ke kanan dan ke kiri bingung. "Kakak mau ke mana dulu?" tanyanya meminta saran dari Calvint.

Calvint menoleh ke kanan dan kiri. Ada banyak ruangan di sana. Ia menunduk dan menatap Bayu. "Ke mana aja, deh. Kakak kan gak tau di rumah ini ada apa aja."

"Oke, kita ke kamar aku aja. Kakak pasti capek dan mau istirahat. Kakak habis lewati perjalanan yang jauh, 'kan?" putus Bayu sambil menyeret Calvint menuju lantai dua dan berhenti di sebuah pintu berwarna putih di ujung ruangan.

"Silakan masuk!" Bayu menundukkan badannya seolah-olah dirinya adalah seorang pelayan. Calvint tertawa karena menurutnya Bayu sangat lucu.

"Akhirnya kakak ketawa juga. Dari tadi muka kakak kayak orang yang gak senang. Hehe," oceh bocah itu tenang.

Calvint tertegun. "Kakak senang, kok. Tapi ...."

Bayu menggeleng. "Aku ngerti kok perasaan kakak. Waktu pertama kali ke sini aku juga canggung. Tapi Mama dan Papa orangnya baik banget. Jadi bisa betah, deh," jelas bocah cilik itu dengan senyum cerah yang melekat sempurna pada wajah manisnya.

Calvint tersenyum rikuh. Tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh bocah cilik di depannya. Pertama di bawa ke sini? Memangnya bocah itu tak tinggal di sini sebelumnya?

"Tidurlah. Kakak pasti lelah. Kakak mau ditinggal sendiri, ya? Aku pergi, ya. Selamat beristirahat." Tubuh kecil itu menjauh dan menghilang di balik pintu yang tertutup. Meninggalkan Calvint yang masih termenung heran.

Saat itu, ia sangat bersyukur tak menanyakan maksud dari ucapan bocah itu padanya langsung karena ia mengerti alasan ucapan bocah itu beberapa hari kemudian dari percakapan Hendrawan dan juga Marie yang tak sengaja ia dengar. Walau saat mendengar percakapan itu, ia tengah bersama Bayu, tetapi Bayu tak mengatakan apapun dan tetap mengajaknya bermain seolah tak mendengar apapun. Ia yang saat itu sudah mulai remaja pun mengerti ia tak boleh membahas masalah tersebut lebih lanjut agar tak melukai bocah kecil itu.

"Jadi begitu," ucap Giana paham, "jadi dulu Bapak sempat tinggal di rumah Pak Hendrawan, ya? Sekarang saya mengerti," lanjutnya lagi sembari mengangguk-angguk paham.

Namun, sedetik kemudian, Giana terlihat tak enak. "Pak, apa tidak apa-apa Bapak membongkar rahasia Bayu pada saya?"

Calvint terkekeh dan menggeleng pelan. "Tidak apa-apa. Saya percaya kamu tak akan mengatakan hal ini ke mana-mana," ucapnya tenang. "Nah, saya sudah menceritakan rahasia kecil saya. Apa kamu sudah siap membagi rahasia kecil kamu mengenai kenapa beberapa hari ini kamu terlihat tidak fokus?"

"Maaf, Pak. Jadi ...." Giana pun memutuskan untuk menceritakan dirinya yang tak sengaja membentak Bayu karena ia merasa Bayu terlalu ingin tahu dengan kehidupan pribadinya. Dan dirinya yang masih belum sanggup membagi ceritanya serta ia yang belakangan dihantui oleh sesuatu dari masa lalunya. Ia bercerita bahwa ia tak tahu bagaimana ia harus bersikap di depan Bayu, ia merasa malu dan juga kesal pada dirinya sendiri. Ia tak sanggup menghadapi semuanya, baik Bayu maupun masa lalunya. Itulah sebabnya belakangan ia terlihat tak fokus.

Calvint mengangguk tanda mengerti. "Jika merasa tak enak, minta maaflah. Saya kenal baik dengan sifat Bayu. Dia pasti akan memaafkanmu. Jadi jangan terlalu khawatir."

Giana masih saja terlihat gelisah. Kedua tangannya lagi-lagi saling meremas di bawah meja. Ia pun tanpa sadar mengigit bibir bawahnya dengan keras.

"Giana, jangan khawatir. Ah! Yang kamu khawatirkan bukan masalah dia memaafkanmu atau bukan, ya?" tanya Calvint saat sebuah pemahaman muncul di benaknya.

Pelan. Sebuah anggukan dihadiahkan oleh Giana. Ia menatap Calvint dengan pandangan gusar. Calvint benar-benar hebat. Pria itu memang pendiam dan tak pernah mau memulai percakapan tak penting hingga sering dianggap sombong. Walau begitu, ia seorang atasan dan teman yang sangat baik. Ia bisa mengerti apa yang dirasakan oleh orang lain, tanpa harus dikatakan secara gamblang oleh orang tersebut. Mau tak mau, Giana merasa bersyukur karena Tuhan telah mempertemukan ia dengan orang sebaik Calvint.


------------------------------
1148.02052020
Huah..
Apa ini?
Ngomong-ngomong, yang kali ini lengkap kan, ya?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro