Part 4
.
.
.
Jaket tebal itu kini tak lagi kau eratkan ketika matahari mulai menampakkan sinarnya. Hanya, angin yang menerpa kulitmu tersebut masih terasa dingin. Barang-barang di dalam tas milikmu telah rapi. Tentu saja, hanya mengganti baju untuk sehari tak akan membuat tempatmu begitu berantakan. Matahari bahkan belum sepenuhnya, naik, namun kau sudah keluar bersama dengan tas, menghirup udara pagi yang segar.
Alangkah terkejutnya dirimu saat mendapati sosok familiar telah berada di hadapanmu. Iris biru tua yang tajam dan menatap lurus, ekspresi serius dipasang, membuat kau menegak salivamu.
Kau mengalihkan pandanganmu, menyembunyikan tas besar yang hendak kau bawa itu sembari bergumam, "Apa aku ketahuan?"
"Dugaanmu benar, [Name]. Kau tertangkap basah olehku. Mau ke mana, huh?" tanyanya, hendak menggenggam lenganmu dengan lembut. Namun, kau melangkah mundur, berusaha menjauhinya. Masih sama, tak berani untuk membalas tatapannya. Kesal, Yoichi berniat untuk berlari ke tenda Kaiser dan memukulnya, tetapi ia menarik kembali niat jahat tersebut.
Ada yang lebih penting untuk saat ini dan itu berada tepat di hadapannya.
"Aku akan sangat kecewa kalau seluruh perkataanku semalam tidak sampai sedikit pun padamu, [Name]."
"Yoichi-kun ... ituー"
Gusar, kau memainkan jemarimu dengan gugup. Menelan saliva seraya menghela napas kasar, "Aku hanya merasa tidak pantas saja di sini. Rasanya, aku mengganggu waktu latihanmu dengan mereka, bukan?"
"Latihan? Hei, Blue Lock mengadakan ini untuk liburan. [Name], kamu tahu 'kan apa arti dari liburan? Yah, meski ada beberapa jadwal latihan. Tapi, itu optional."
"Ya, tentu aku tahu!"
Kau menatapnya, melemparkan tatapan penuh kesal. Lantas, irismu bertemu dengan iris miliknya, terdiam untuk beberapa saat. Canggung, kau pun berniat kembali mengalihkan pandangan. Namun, Yoichi dengan cekatan menangkapmu, menggenggam erat lenganmu. Ia mengulas senyum, sebuah ekspresi yang nampak lega.
"Akhirnya, kau memberiku perhatian," ujarnya ringan. Mengerjap, wajahmu memerah. Sejak kapan ia jadi blak-blakan seperti ini? Isagi Yoichi tak pernah seperti ini. Dulu, ia pasti akan menahan keinginannya, mengunci diam-diam di dalam hati.
"Kau tahu, hanya kau yang berubah di antara kita berdua."
Suaramu tercekat saat melontarkan kalimat tersebut. Mendengarnya, Yoichi paham betul bahwa Blue Lock lah yang telah membuatnya berubah drastis. Merayap untuk meraih mimpi, tertatih-tatih, memilih egois untuk keinginan sendiri. Ia tak ingin menjadi seperti dulu lagi.
Yoichi terkekeh, menarikmu ke dalam pelukannya, "Kau benar. Aku berubah. Namun, ada yang keliru di perkataanmu. Bukan hanya aku saja, tetapi kau juga. Kalau saja, aku tidak melangkah maju, mungkin aku tidak bisa melihat sisimu yang ini."
"E-eh?"
Dekapan yang hangat nan lembut. Deru napas Yoichi terasa di tengkuk lehermu, membuatmu sedikit merinding, begitu pula dengan rona merah yang semakin menjalar di pipi. Detak jantung kalian berdua sama-sama berpacu kencang, mungkin bisa dikatakan seolah tengah berlomba-lomba.
Tas yang kau genggam telah jatuh. Sementara, angin bertiup pelan, menerpa dirimu dan pemuda berambut hitam tersebut dalam kesunyian untuk sejenak.
Apa yang harus kau katakan saat ini?
Kepalamu tiba-tiba terasa tak mampu berpikir.
Mendapati dirimu yang terdiam, membuat Yoichi kembali mengangkat suara, "Kalau aku sudah menggapai mimpiku nanti. Kita pergi liburan berdua saja, ya, [Name]?"
"Yoichi-kun ... kau ... benar-benar tidak berpikir kalau aku mengganggu, bukan?" tanyamu, mengabaikan pertanyaannya, masih terikat dalam kegundahan hati sedari tadi.
Lelaki itu tak membalas, membiarkan dirimu hanyut dalam pikiranmu sendiri, mengeluarkan uneg-uneg hati yang tertahan. Jari-jemarinya semakin mengerat, memelukmu dengan lekat, sesekali menepuk-nepuk punggungmu.
Matamu terasa panas, membenamkan wajah di dalam pelukan hangat tersebut. Dadamu terasa sakit, namun juga nyaman, "Aku khawatir, bagaimana kalau di masa depan nanti, aku tidak ada di sampingmu? Aku ... bukan menjadi siapa-siapa, benar-benar menghilang."
"Aku bisa memastikan itu tidak akan terjadi, [Name]."
"Kau memang mengatakan hal itu. Tetapi, masa depan tidak ada yang tahu. Aku ingin bersamamu. Namun, aku takut mengacaukan impian yang kau pupuk sejak kecil, Yoichi-kun."
Inilah yang membuat dirimu sangat antusias untuk mengikuti camping, tetapi juga takut. Akhirnya, Yoichi tahu alasan kekhawatiranmu dengan sempurna. Meski berbagai kata-kata ia ucapkan, jika tidak menggapai hatimu, untuk apa?
Yoichi melepaskan pelukannya.
Iris biru tua itu menatap lekat padamu, menyeka air mata yang mengalir. Sudut bibirnya membentuk seringai kecil. Sungguh jahat dirinya, menyukai sosokmu yang saat ini tengah menangis untuk ia. Detik demi detik, perlahan-lahan, Yoichi mendekatkan wajahnya. Lantas, mendaratkan kecupan kecil pada bibirmu.
"Eh?"
Kau mengerjap, terkejut.
Barusan, apa yang terjadi?
Seringai yang Yoichi pasang, semakin lebar. Ia tertawa, "Apa ini sudah meyakinkan dirimu kalau aku tidak akan melepaskanmu, bahkan di masa depan nanti? Aku sudah lelah untuk merahasiakan ini."
"Huh, tunggu, Yoichi-kunーapa-apaan?!" tanyamu, panik.
Mendapati dirimu yang panik, Yoichi ikut tersadar. Ia mengibaskan tangannya dengan kikuk, terkekeh pelan untuk mencairkan suasana. Dalam hati, ia sesekali mengutuk dirinya yang terlalu berani dan spontan.
"Uh, itu ... aku sudah lama menyukaimu, [Name]. Mungkin sejak sepuluh tahun yang lalu? Ah, aku tidak ingat waktu tepatnya karena terlalu lama," ujar Yoichi seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Cukup lama kalian berdua tenggelam dalam keheningan. Tak tahan, Yoichi lantas melirik-lirik, kembali melanjutkan obrolan, "apa kau masih tidak mau menghabiskan liburan bersamaku, meski sudah mendengar perasaanku?"
"Justru, aku semakin bingung bagaimana caranya untuk menghadapimu!" serumu mengepalkan tangan, berniat memukulnya untuk menutupi rasa malu.
Ia tertawa, "Haha, maaf, maaf."
"Jangan minta maaf ... Yoichi-kun."
Kau mengembungkan pipimu, menyilangkan kedua tangan di depan dadamu. Bagaimana bisa kau bilang tidak kepadanya? Tentu, kau juga menyukai Isagi Yoichi. Siapa yang tidak menyukai sosok baik sepertinya? Namun, apa kau pantas?
"Aku akan menghabiskan waktu bersamamu. Setidaknya, sebelum liburanmu berakhir, aku ingin menambah kenangan berharga. Untuk jawabannya ... aku akan memberikan saat kemah berakhir. Bo-boleh, kan?" tanyamu, dengan wajah memerah.
Yoichi terpaku sesaat, menikmati ekspresimu yang tidak nampak seperti biasanya. Ia berdehem, mengulas senyum lembut. Lantas, ia menggenggam tanganmu, bahagia, "Ya, tentu saja, boleh!"
"Oi, masih pagi sudah bermesraan saja. Tidak ada tempat lain, kah?"
Suara familiar yang sangat ketus terdengar di indra pendengaran kalian berdua. Kau dan Yoichi tersentak, mengatup mulut lalu berpose siaga dengan kaku. Yoichi menoleh, mendapati sosok Rin yang kesal setengah mati karena menjadi nyamuk, lagi.
Di belakang Rin, terdapat pemuda berambut hitam dengan shade kuning. Ia melompat-lompat di balik punggung Rin dengan ceria, "Aree, kok bisa Isagi ada di sini? Ya, 'kan, Rin-chan?"
"Diam. Kau yang menarikku paksa ke sini, bodoh."
Yoichi tersenyum, namun hatinya tidak. Ia mengepalkan tangan, berniat untuk memukul Bachira. Ia melotot, memberikan tatapan maut.
'Jadi kau pelakunya?!'
Sementara dirimu menahan malu, sejak kapan mereka mendengar obrolan kalian berdua? Apa saat ciuman pun, mereka berdua menontonnya? Lekas saja, kau bergegas mengambil kembali tasmu, lalu melangkah.
"Aku pulang duluan!"
"Eh, [Name]?! [Name], tunggu!"
Yoichi mengejarmu yang berjalan dengan cepat. Wajah kalian berdua benar-benar memerah. Bachira dan Rin hanya menatap punggung kalian berdua yang perlahan menghilang dari pandangan mereka. Yang satu tertawa dan satunya lagi memutar enggan irisnya.
Rin bergumam, "Kau pasti akan tamat di Blue Lock nanti olehnya."
"Eh, Rin-chan bilang sesuatu?"
"Tch, kau salah dengar."
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro