Enam
Assalaamu'alaikum
Ada yang mau baca?
Camellia menatap nanar layar ponsel miliknya. Ponsel dengan layar 5inc itu terlihat sedikit kusam, bukan karena kotor tapi karena tipe ponsel lama, pada saat membelinya dulu. Camellia hanya mampu membeli barang second saja.
Namun dia sangat bersyukur, sekiranya dia memiliki alat komunikasi yang bisa di pakai untuk menghubungi saudara-saudara dan juga sahabatnya.
Beberapa menit yang lalu ada sebuah nomor tidak di kenal yang mengirimkan foto di aplikasi pesan. Foto Awan dan juga Ria, yang tengah bermesraan di sebuah restauran, sepertinya. Camellia menatap sedih gambar bisu di layar ponselnya.
"Apa yang kamu lihat?" Belum sempat Camellia menjawab, ponsel di tangannya sudah melayang di ambil orang. "Kamu sedih hanya gara-gara ini, hm?"
"Kembalikan Jun, itu ponsel aku," ucap Camellia dengan sedikit waswas.
"Aku tahu ini ponsel Kamu! Aku cuma tanya ... Kamu tiba-tiba sedih cuma karena melihat gambar mereka ini?" Suara Arjuna terdengar naik, membuat nyali Camellia menciut.
"A aku ... aku..
"Sudahlah. Ayo kita pulang, sudah sore!" Ucap Arjuna, sembari menyodorkan ponsel Camellia yang tadi di rebutnya.
Camellia hanya mengangguk lalu mengikuti langkah kaki Arjuna meninggalkan rumah singgah.
Keduanya berjalan dalam keheningan, tidak ada satupun yang bersuara.
Camellia dan Arjuna, berjalan beriringan melewati jalanan yang sepi.
Mereka berdua yang di besarkan di pinggiran kota dengan kehidupan sederhana, sudah terbiasa bila mereka menempuh perjalan jauh hanya dengan berjalan kaki.
Hanya keheningan yang mengiringi langkah kedua anak manusia itu.
"Mel," Arjuna mengurai keheningan.
"Hm, iya?"
"Kamu ingat tidak, waktu kita kecil dulu Pak Ustadz sering bilang, kalau segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, di hidup kita, tidak ada yang kebetulan. Semua terjadi bisa karena sebab dan akibat dari perbuatan kita, apa kamu percaya?"
Camellia termenung sesaat, memikirkan apa yang di ucapkan sepupunya.
"Percaya tidak percaya, semua 'kan karena kehendak Allah semata, Jun,"
"Memang, semua atas izin Allah, tapi Allah juga tidak akan memberi teguran jika kitanya tidak lalai, iya kan?!"
Camellia mengangguk.
"Iya. Menurutmu apa semua ini teguran untuku?"
"Hanya Allah yang tahu. Kamu tahu, jika Allah akan memberi kita cobaan dari apa-apa yang teramat kita cintai secara berlebihan, Mel!"
Deg
"Maksudnya apa, Jun?"
"Kamu ingat tidak, pepatah yang sering kali orang bilang, untuk mencintai orang yang kita sayang sewajarnya saja, dan membenci musuh kita sewajarnya juga, alias jangan berlebihan."
Camellia tampak tertunduk.
"Kamu pintar, Mel. Tapi jangan cuma di ingat saja, terapkan di dalam kehidupan kita. Kita hanya manusia, yang hidup sesaat di dunia fana, jangan terlalu berlebihan dalam mengagumi sesuatu seperti halnya dalam mencintai seseorang, sewajarnya saja,"
"Apa selama ini perasaanku tidak wajar, sampai-sampai aku harus merasakan kesakitan seperti ini?"
"Istighfar Mel. Jangan membuat dirimu semakin jauh dari kasih sayang Allah," Ujar Arjuna, langkah kakinya sontak tertahan.
"Maaf."
Arjuna menarik nafas dalam, tangannya terkepal sangat erat.
"Mel, salahmu bukan sama aku, kalau benar menyesal dan hendak meminta maaf lakukanlah di dalam setiap sujudmu."
Arjuna kembali melangkah, di ikuti Camellia.
"Rasa-rasanya aku sangat lelah, Jun,"
"Itu namanya menyerah, Kamu selalu mensupport orang lain, tapi kenapa Kamu tidak bisa menerapkan itu semua pada dirimu sendiri, hm?"
Camellia membisu.
"Karena mengucapkan, tidak semudah merealisasikannya, benar bukan? Dengar Mel, tidak ada masalah yang tidak memiliki jalan keluar, selama kamu mau berusaha dan yakin bisa menemukannya, terkecuali ... kalau Kamu menyerah."
“Allah ta'ala berfirman: Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak ia sangka.”
(Ath-Tholaq: 2-3)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
“Yang maknanya: Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah dalam perkara yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang, maka Allah akan menjadikan jalan keluar dalam urusannya dan memberi rezeki kepadanya dari arah yang tidak ia sangka, yaitu dari arah yang tidak terbetik dalam benaknya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 8/146)
Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata,
“Maka setiap orang yang bertakwa kepada Allah ta’ala dan senantiasa berusaha meraih keridhoaan Allah dalam seluruh kondisinya, Allah akan membalasnya di dunia dan akhirat, dan diantara bentuk balasan-Nya adalah Dia akan menjadikan untuknya kemudahan dan jalan keluar dari setiap kesulitan serta beban.
Dan apabila orang yang bertakwa kepada Allah akan Dia berikan kemudahan serta jalan keluar, maka sebaliknya, orang yang tidak bertakwa kepada Allah akan menghadapi berbagai macam kesusahan, kesulitan yang berat dan himpitan kehidupan yang ia tidak mampu lepas darinya dan tidak bisa pula selamat dari akibat-akibat buruknya.”
(Tafsir As-Sa’di, hal. 869)
Camellia menyimak dengan takzim, setiap kata-kata yang keluar dari mulut Arjuna.
"Jangan hanya mengingat rasa sakitnya, Mel, tapi ingatlah juga di balik semua kesakitanmu itu, Allah pasti sudah menyiapkan kebahagiaan untukmu,"
"Aamiin."
Dalam hati terselip tanya, apakah dirinya selalai itu? Sampai-sampai Allah menegurnya dengan sangat keras.
Camellia bergidik ngeri, andai teguran itu datangnya nanti di saat dirinya sudah menjadi istri Awan, mungkin dia tidak akan sanggup lagi walau untuk sekedar tersenyum.
Sampai mereka tiba di depan sebuah rumah petak sederhana yang di batasi pagar besi. Yang di beberapa bagian sudah terlihat berkarat dan usang.
Arjuna mendorong pintu pagar, dan langsung menimbulkan suara deritan yang lumayan nyaring.
Sebelum membuka pintu rumah, mereka mengucapkan salam terlebih dahulu. "Assalaamu'alaikum," ucap Arjuna dan Camellia bersamaan.
"Wa'alaikumus salam, kalian sudah pulang"
"Iya, Bude," jawab Camellia.
"Iya, Mam!" Sahut Arjuna
"Kalian mandilah dulu, sudah hampir maghrib."
Keduanya hanya mengangguk, kemudian berlalu meninggalkan Arimbi yang masih terpaku di depan pintu. Sorot matanya yang sayu, menandakan wanita berusia 45 tahunan itu, menyimpan beribu kesedihan di dalam hatinya.
Menjelang maghrib, Arjuna dan ayahnya, Bima, langsung menuju masjid, yang tidak begitu jauh dari kediaman mereka.
Sedangkan Camellia melaksanakan shalat di rumah, bersama mamanya.
Kehidupan mereka yang terbilang sederhana, membuat Arimbi dan Bima harus berbagi tempat tinggal.
Bima adalah adik kandung Arimbi, yang hanya bekerja sebagai petugas keamanan di salah satu perumahan, sewaktu muda, Bima hanyalah seorang preman di pasar.
Namun setelah menikah dan memiliki anak, dia beralih profesi, menjadi seorang petugas keamanan, sampai sekarang.
Sedangkan Arimbi, dahulu dia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Tapi kehidupan memaksa dirinya untuk banting tulang bekerja demi sesuap nasi. Sejak suaminya pergi entah kemana, meninggalkan dirinya yang tengah mengandung Camellia.
Bima yang tidak tega melihat kakaknya terlunta-lunta, akhirnya membawanya pulang ke rumahnya dan mereka tinggal di sana bersama-sama.
Bima sangat bersyukur, karena kakaknya tidak menolak untuk tinggal di rumahnya. Karena sejak istrinya wafat dirinya hanya hidup berdua bersama putra semata wayangnya yang masih balita, Arjuna.
Arjuna sangat menyayangi Camellia, sedari kecil keduanya selalu bersama-sama. Begitu juga dengan Camellia, bagi dirinya Arjuna seperti sosok kakak dan juga ayah yang selalu ada dan melindungi dirinya.
Walaupun sesekali terjadi pertengkaran kecil dan perselisihan, tapi tidak sampai membuat keduanya bermusuhan.
*
Pukul 3 dini hari di saat yang lain tengah tertidur lelap, Camellia sudah terbangun selepas menunaikan shalat sunnah, Camellia bergegas menuju dapur.
"Mam,"
Arimbi menoleh, dan menatap putrinya sebentar.
"Kita harus buka warung lagi, Mel. Kasihan Om Kamu kerja sendirian,"
Camellia mengangguk lalu mengambil pisau dan telenan, tangannya dengan lihai, mengiris bermacam-macam bumbu dapur.
"Iya Mam, aku juga tahu. Tapi apa Mama gak apa-apa kalau kita buka warung lebih cepat?"
Arimbi mematikan kompor, dan menatap wajah putrinya.
"Memang kenapa kalau kita buka warung lebih cepat? Kita kan tidak melakukan kejahatan apapun toh!"
Camellia tidak menyahuti ucapan mamanya, dalam hati diapun membenarkan apa yang di ucapkan sang mama.
Toh mereka tidak salah apapun, Camellia hanya merasa khawatir dan takut kalau-kalau ada orang yang bicara aneh-aneh lalu membuat mamanya kepikiran.
"Nanti selepas subuh Kamu sama Arjuna bantu Mama bawa makananya ke depan ya?"
"Iya Mam."
"Kamu mau teh apa kopi, Mel? Biar Mama buatkan sekalian,"
"Nggak usah, Mam, biar nanti aku buat sendiri saja."
Camellia menatap punggung mamanya, yang tengah asik menyeduh kopi.
Setiap pagi mamanya selalu sibuk memasak selain untuk mereka makan sebagian lagi untuk di jual.
Bukan makanan istimewa, hanya nasi uduk, nasi kuning dan beberapa macam gorengan saja.
Setiap pagi Camellia membantu sang mama dan siang hari di akan pergi ke rumah singgah.
Sejak lulus kuliah, Camellia tidak bekerja karena sulitnya mendapatkan pekerjaan. Padahal diapun tidak pilih-pilih pekerjaan, baginya yang penting halal dan tidak menyalahi aturan.
Tapi rupanya Allah lebih mengizinkan Camellia untuk terus berada di sisi anak-anak kurang beruntung, dari pada mengizinkan dirinya bekerja di luar rumah.
Beruntung kedua sahabatnya selalu membantu dirinya dalam masalah finansial, terutama untuk keperluan anak-anak di rumah singgah.
Aldo dan Yurilah, yang menjadi donatur tetap rumah singgahnya.
Camellia tidak begitu mengenal siapa Aldo, ataupun kehidupan pribadi laki-laki itu.
Setahu Camellia, Aldo adalah seniornya di kampus dahulu. Yang dia tahu, Aldo sangat baik dan selalu mensupport segala kegiatannya di rumah singgah. Dan berkat Aldo pula mereka bisa mendapatkan gudang kosong yang sekarang di jadikan rumah singgah.
Dulu Camellia harus berpindah tempat jika ingin mengajari anak-anak.
Sedangkan Yuri, sahabatnya sejak memasuki sekolah menengah dahulu, walaupun agak sedikit temperamen tapi gadis itu sangat baik. Yuri lahir dan di besarkan dalam keluarga yang cukup terpandang, kedua orang tuanya sangat terkenal di negeri ini, sebagai pengusaha sukses. Namun sayang kedua orang tuanya yang sibuk berbisnis dan hanya melimpahkan materi saja membuat Yuri jadi seorang pembangkang.
Sejak berteman dengan Camellia, perlahan sikapnya berubah dan mulai hidup normal. Tapi satu hal yang selalu membuat Camellia jengah, hampir setiap hari Yuri berkunjung ke rumahnya dan selalu mencari perhatian Arimbi.
Camellia hanya bisa mengalah, jika sang mama sudah di sabotase sahabatnya.
Seperti pagi ini, sang pengacau sudah duduk manis dengan sepiring nasi kuning plus lauk pauk di hadapannya. Mulutnya tampak penuh dengan makanan.
Camellia hanya menatapnya sembari geleng-geleng kepala.
"Mbak, Mbak Mel, Mbak Mel gawat mbak..
Aya naon atuh 🤔🤔
Si Yuri numpang makan doang atau apo seh 😅
Aldo itu siapa yaak 🐴
Maafkeun kalau banyak typo dan lain sebagainya 🙏
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro