Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Dua

Assalaamu'alaikum

Happy reading

Kadang, Camellia bertanya-tanya
Apakah dia yang begitu lambat mengejar, ataukah orang yang di kejarnya terlalu cepat berlari menjauhi?

Bukan kali ini saja cintannya tak menuai balas, sampai-sampai dia mengira memang tak pantaskah dia mendapat pendamping? Astaghfirullah.

Mungkin Camellia ini tipe pecandu harapan, bukan pengemis perhatian.

Namun Camellia tak mampu berbuat lebih, karena hadirnya bagi dia hanya sebatas pelarian.

Hadirnya baru di anggap ada.
Saat oleh yang lain dia di abaikan.
Saat tak ada satupun yang mempedulikan dirinya.

Saat yang di sebut teman tak mampu meringankan apa yang dia tanggung sebagai beban.

Saat orang yang menjanjikan untuk selalu ada, namun yang Awan temui adalah Camellia sebagai yang pertama kali ada, bukan dia itu, bukan juga mereka. Hanya Camellia.

Ya mungkin Camellia memang paling agresif dalam hal mencintai, terlebih itu terhadap seseorang yang ingin sekali dimilikinya.

Namun harapannya untuk memiliki tak berjalan selaras dengan kenyataan.

Atau memang Allah belum
memberi izin untuk menjadikan itu kenyataan.

Seminggu telah berlalu, sejak Awan datang untuk yang terakhir kalinya, kerumah Camellia.

Sejak itu juga, belum sekalipun Camellia melangkah keluar rumah. Walaupun seluruh keluarganya mensupport dirinya, dan memberikan semangat untuk tetap menjalani hari-hari seperti biasa.
Dan tetangga-tetangga di tempatnyapun tahu, bahwa yang salah bukanlah dirinya.

Camellia menatap layar ponsel, seorang sahabatnya mengirimkan beberapa foto Awan dan Ria yang sedang berada di cafe.

Bukan sekali ini saja sahabatnya memberi tahu dirinya bahwa Awan sering pergi makan berdua dengan mantan pacarnya, tapi Camellia mengabaikan semua itu, Camellia tidak ingin mempercayainya sedikitpun.

Camellia hanya menarik nafas dalam, melihat betapa mesranya Awan dan Ria. Sedangkan dengan dirinya? Awan bahkan tidak pernah sekalipun mengajaknya ke cafe.

Pernah beberapa bulan yang lalu, Camellia bertanya pada Awan, apakah dirinya masih berhubungan dengan Ria? Namun bukan jawaban yang di terimanya, tapi kemarahan Awan, yang mengatai dirinya terlalu posessif, padahal belum menjadi istrinya.

Dan berlanjut dengan menghilangnya Awan selama hampir sebulan lamanya, saat itu Camellia hanya berpikir, mungkin Awan ingin menenangkan diri saja makanya menjauh.

Tapi sekarang Camellia tahu, selama menjauh dari dirinya, rupanya Awan selalu menemani Ria dan bahkan mereka pergi berlibur bersama-sama.

Apakah Camellia senaif dan sebodoh itu, sampai-sampai di bohongi selama bertahun lamanyapun masih diam dan pasrah?

Sekarang Camellia sadar, sesadar-sadarnya, ternyata semua janji-janji dan ucapan manis Awan hanyalah bualan belaka, karena kenyataannya, dirinya hanya sebagai pelarian sementara saja, hanya di jadikan tempat berpijak sesaat.

Camellia yang selalu di ajarkan untuk jujur dan berprasangka baik, tidak sedikitpun mengira, bahwa dia sudah menyimpan harapan pada orang yang salah.

"Camellia, sampai kapan kamu diam terus di dalam rumah?" Camellia tersenyum pada orang yang baru saja berbicara padanya.

"Keluar juga mau kemana? Bukankah di luar situasi sedang tidak baik?!" Sahut Camellia dengan tenang.

"Bagaimana kalau kita pergi ke taman? Yaa anggaplah menyegarkan mata, sambil nyari yang bening-bening,"

"Ck, yang bening yaa kaca ,Jun, hehee." Camellia menjeda ucapannya sejenak. "Baiklah, kita ke taman!"

"Yes, let's go."

Camellia kembali tertawa renyah.

"Ehhm, Jun ...,"

"Iya?"

"Apa kamu punya pacar?" Tanya Camellia dengan suara lirih.

"Jangan panggil aku Arjuna kalau pacar saja tidak punya, tentu saja punya, memang kenapa?"

"Diih, sombong banget. Tidak ada, hanya bertanya saja." sahut Camellia.

Arjuna menarik tangan Camellia dan mempercepat langkah kakinya. "Sudahlah, dari tadi hanya bahas itu-itu saja, lebih baik kita duduk di bangku taman sambil menikmati udara cerah sore hari."

Camellia tidak menyahuti ucapan Arjuna, dia mendahului sepupunya dan langsung duduk di bangku.

"Mel, mau es tung-tung gak?" Arjuna menawari Camellia es yang banyak di jual di sekitaran taman.

"Boleh,"
Camellia mengedarkan pandangan ke seluruh sudut taman.

"Jun, Arjuna mereka itu siapa? Aku baru sekali ini melihat mereka."

Arjuna mengikuti arah pandangan Camellia, tidak jauh dari bangku tempat mereka duduk, tampak kerumunan orang tengah duduk-duduk santai di tengah taman yang di rimbuni pepohonan kersen.

"Tampangnya sih seperti anak-anak hedon, tapi orang mana yaa?" Arjuna balik bertanya pada sepupunya.

"Tidak tahu, aku juga baru pertama kali melihat mereka," Camellia tidak sedikitpun mengalihkan tatapannya, dari gerombolan orang-orang yang berada di tengah taman itu.

"Percaya, kamu kan jarang keluar rumah, mana mungkin kenal dengan mereka!" Arjuna kembali menyahuti ucapan Camellia, dengan nada sedikit mengejek.

Camellia mencebikan bibirnya, kesal dengan ejekan Arjuna.
Memanglah, Camellia bukan sosok gadis yang biasa bergaul bebas, dia sedikit tertutup dan selalu menjaga jarak dengan lawan jenis.

Camellia hanya memiliki beberapa orang sahabat saja, dan sehari-haripun dia hanya bermain dan keluar rumah bersama Arjuna atau mamanya.

Arjuna berlalu, dia mendatangi penjual es dan memesan 2 cup.

Sama seperti Camellia, dia pun masih menatap kumpulan orang-orang yang ada di taman.

Setelah pesanannya siap, Arjuna langsung membayarnya dan membawa es tung-tung pada Camellia.

"Enak gak, Mel? Apa mau nambah?"

"Enak, jadi ingat waktu kita kecil dulu ya, Jun, sering nangis gegara pengen jajan es ini," tatapan Camellia menerawang jauh, membayangkan masa kecilnya yang penuh kepahitan.

Arjuna mendesah pelan. "Iya, dulu ayah kerja serabutan, boro-boro uang buat jajan, buat makan saja senin kamis."

Keduanya sama-sama menghela nafas dalam.

"Jadi ... apa rencanamu selanjutnya, Mel?" Arjuna bertanya dwngan sangat hati-hati. Walaupun Camellia tertawa dan seolah biasa saja, tapi Arjuna tahu bahwa sepupunya masih belum bisa keluar dari lubang hitam yang menghimpitnya.

"Tidak tahu Jun, tapi yang pasti, aku akan tetap mengajari anak-anak di rumah singgah itu," tatapan mata Camellia berubah sendu, walau berusaha sekuat apapun dan menutupinya serapi mungkin, tapi rasa sakitnya masih terasa berdenyut nyeri di dalam dadanya.

"Syukurlah kalau kamu masih ingin mengajar, anak-anak itu sangat membutuhkan dirimu Mel. Bagi mereka ... kamu adalah ibunya, dunianya!"

Camellia mengangguk, membenarkan ucapan Arjuna. Bagi anak-anak asuhnya Camellia memang sosok seorang ibu yang selalu ada untuk mereka. Begitu juga bagi Camellia, mereka adalah anak-anaknya, penyemangat hidupnya dan juga teman bermainnya sepanjang hari.

"Jangan buang-buang air matamu lagi hanya untuk menangisi laki-laki brengsek itu. Kamu masih muda dan cantik, di luar sana masih banyak orang baik yang bakalan antri deketin kamu nanti."

Mendengar perkataan Arjuna, Camellia kembali terkekeh, dia merasa geli sendiri.

"Memang ada yang lucu?" Ucap Arjuna heran bercampur kesal.

"Enggak, gak ada. Hanya saja kata-kata kamu persis sekali dengan apa yang di ucapkan Om Bima kemarin!" Sahut Camellia. "Kalau begitu jangan sesekali bahas dia lagi, aku juga tidak mau buang-buang tenaga memikirkan orang lain, yang bahkan tidak pernah memikirkan aku." lanjut Camellia dengan wajah mendung.

Arjuna duduk bersandar di bangku kayu, tatapannya jauh ke depan, entah apa yang ada di dalam pikirannya.

"Boleh aku bertanya, sekali ini saja, Mel?"

"Apa?"

"Jika suatu saat nanti, Awan datang lagi dan minta balikan, apa yang akan kamu lakukan, atau jawaban apa yang akan kamu berikan?"

Camellia melotot tajam pada Arjuna, dia tidak salah dengar kan? Sepupunya bertanya seperti itu.

"Pertanyaan macam apa itu?" Camellia membuang muka ke arah samping, menghindari tatapan Arjuna.

"Sumpah demi apapun, aku tidak akan rela dan tidak akan mengizinkan dirimu kembali pada laki-laki itu lagi." Ujar Arjuna dengan wajah merah, menandakan dirinya terbawa emosi.

Camellia tertunduk dalam hatinya risau. Jujur saja dia masih belum bisa melepaskan nama Awan sepenuhnya,

Setelah 3 tahun kebersamaan mereka.

3 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi Camellia.

Dan sekarang Camellia dengan sangat terpaksa harus melupakan dan mengikhlaskan segala kenangannya bersama Awan secepat yang dia bisa.

Iya, Camellia tidak mau terpuruk berlama-lama, apa lagi larut dalam kubangan kesedihan seperti yang sering di bacanya di dalam novel romance, seorang wanita yang di sakiti akan terpuruk dalam duka lara hidup merana sampai bunuh diri segala.

No, itu semua tidak ada dalam kamus kehidupan Camellia.

Tapi Camellia juga tidak munafik, rasa sakit itu ada dan nyata terasa.
Hidupnya terasa hancur, down dan juga perasaan malu yang terus menghantui dirinya. Hanya saja Camellia tidak ingin memupuk semua kesakitan dan kesedihannya, dia lebih memilih bangkit perlahan dan berusaha mengikhlaskannya. Walau belum benar-benar ikhlas. Hidup harus terus berjalan bukan? Dan Camellia berusaha untuk terus meraih kebahagiaannya.

Camellia gadis yang tegar, yang di didik dengan penuh kasih sayang oleh sang mama, dan di tempa kerasnya kehidupan yang mereka lalui selama ini.

Mungkin ini juga salah Camellia, yang terlalu besar menyimpan harapan dan memberikan cintanya pada Awan, sampai sang pemilik cinta menegur dirinya dengan keras.

Bukankah lebih baik berhusnudzon, Allah mungkin menginginkan Camellia untuk lebih taat padaNya dan lebih mencinta Dia, sang pemilik cinta.

Camellia menarik nafas pelan. "Astaghfirullah" ucapnya lirih.

Arjuna menatap sepupunya, saudara satu-satunya yang dia miliki, karena dia dan Camellia sama-sama anak tunggal.

Hati siapa yang tidak sakit dan terluka, jika orang yang selalu di jaga dan di sayanginya di perlakukan sedemikian rupa oleh orang lain.

Andai tidak ada hukum, mungkin kemarin Arjuna sudah membunuh Awan dan membuang jasadnya ke tengah laut.


Ada yang bacakah?

Maaf, kalau masih banyak typo 🙈 dan tanda baca yang tak beraturan 🙏

Semoga ada yang suka☺

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro