Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Shots - 9

Yuhuuu update❤

Chapter ini panjang, jadi yukkk komeeen yang bejibun❤

Belva baru saja selesai mandi. Perutnya sudah jauh lebih baik. Dua hari lalu dia bolak-balik kamar mandi perkara minuman buatan Snow. Perut Belva tidak pernah kuat jika sudah berurusan dengan sambal. Untung dia segera dibawa ke IGD, kalau tidak, bisa tambah lemas sendirian di apartemen.

"Ann," panggil Belva setelah memasuki dapur. Dia melihat seorang perempuan berambut panjang sepunggung tengah sibuk berkutat di dapur. "Tolong jangan bakar dapur gue, ya. Bahaya, nih. Soalnya bukan rumah, ini apartemen," candanya.

Miawly Ann Tanujaya, sahabat sekaligus mantan pacar terlama Belva, menoleh ke belakang saat sibuk memotong sayuran. Miawly melempar tatapan paling tajam agar Belva diam.

"Heh! Bukannya bersyukur gue mau masakin lo sup," omel Miawly.

"Ya, bersyukur, sih. Tapi suami lo bilang, lo hampir bakar dapur gara-gara nugget hangus. Kan, gue takut."

Miawly berdecak. "Suami gue udah mulai akrab, ya, sama lo sampai curhatin begituan. Awas aja, tuh, manusia pas pulang. Gue suruh tidur di luar."

"Ya, elah ... Ann. Gitu amat sama suami lo sendiri. Kasihan tahu dia. Kesabarannya udah melebihi tingkatan langit. Jangan kejam-kejam lah."

"Berisik. Duduk manis. Tunggu sup buatan gue."

"Iya, Nyonya Tanujaya."

Belva tertawa pelan seraya duduk di salah satu kursi meja makan. Sejujurnya dia bersyukur Miawly masih bersedia menemaninya dan berbaik hati datang menjenguk. Subuh-subuh Miawly dan suaminya Miawly yang membawa Belva ke IGD. Kalau tidak ada mereka, habis sudah, pasti masih kesakitan dan menderita gara-gara diare.

"Siapa, sih, yang bikin lo makan pedas? Perut lo, tuh, nggak tahan makanan pedas biar cuma secuil. Jangan gaya-gayaan, deh," cerocos Miawly.

"Nggak ada yang nyuruh. Gue makan sendiri. Mau coba aja."

"Lo tahu nggak, sih, diare bisa bikin orang meninggal? Suami gue bilang, untung lo telepon. Kalau nggak, dengan kondisi lo yang setengah sekarat itu, bisa mati," omel Miawly.

"Iya, Ann, iya. Udah macam emak gue aja. Ini mah bukan wejangan mantan atau sahabat lagi. Lo lagi merangkap jadi emak gue," canda Belva.

"Heh!" Miawly menoleh ke belakang memelototi Belva. Dia bertolak pinggang dengan galaknya. "Gue kasih tahu yang bener malah bilang gue kayak emak-emak. Kalau lo mati, gue sedih tahu. Gue harus lihat lo nikah dulu dan bahagia setelah ditinggal Kissy nikah."

Belva tertawa geli melihat sikap Miawly. Mantannya selalu galak. Ah, bukan cuma Miawly yang galak. Mantannya yang lain tidak kalah galak. Kissy juga galak, hanya sedikit lebih lembut dari Miawly saja. Dan ada satu lagi yang galak. Milky. Perempuan itu sudah masuk dalam jajaran perempuan galak di sekitarnya bahkan jauh lebih galak dari Miawly.

"Idih ... malah ketawa-ketiwi. Gue serius Belvani!"

"Iya, iya, maaf." Belva berdeham, berusaha mengontrol diri untuk tidak tertawa. "Gue baru sadar lo sama Kissy galak. Sabrina juga galak. Kakak gue galak. Kenapa orang-orang di sekeliling gue isinya orang-orang galak, ya? Dia juga galak."

Miawly memicingkan mata. "Dia? Siapa, tuh? Gebetan baru?"

Belva menggeleng. "Nggak, bukan siapa-siapa." Hampir saja dia keceplosan bahas Milky. Kalau sampai Miawly tahu, bisa repot urusannya ditanya ini dan itu.

"Kalau lo punya gebetan baru cerita sama gue. Biar gue bahagia akhirnya lo menemukan sosok yang tepat. Jangan mikirin Kissy mulu. Dia udah bahagia," ujar Miawly, yang kemudian segera berbalik badan melanjutkan kegiatan. Baru juga berbalik, dia memekik. "Ih! Sialan! Gue kelupaan wortel."

Belva terkekeh menikmati kecerobohan sahabatnya. Detik berikutnya, dia melihat jam dinding, menyadari sudah waktunya suaminya Miawly datang. Di saat yang bersamaan, bunyi bel ditekan berulang kali terdengar. Secepat mungkin Belva berdiri dan membukakan pintu. Alih-alih suaminya Miawly yang datang, Belva malah melihat sosok lain.

"Sialan! Gue sebel banget sama Hotelio." Kalimat pertama yang terdengar setelah pintu dibuka adalah curhatan Kissy.

Belva belum sempat mempersilakan, tapi Kissy, sosok yang sering dibicarakan orang-orang sekitarnya, sudah menerobos masuk lebih dahulu. Mau tidak mau Belva menutup pintu dan mengikuti dari belakang.

"Gue kesel, deh, Bel. Gue udah bilang sama Hotelio mau––eh, kok, ada Mimi?" Kissy berhenti nyerocos setelah menyadari kehadiran sahabatnya. "Mimi! Lo ngapain di sini?"

Miawly menoleh. "Lagi jadi emaknya Belva. Lo datang ngapain coba? Suami lo mana?"

"Nah, itu. Gue sebel banget sama laki gue." Kissy mengerucutkan bibirnya. Bokongnya berhasil menduduki salah satu kursi di ruang makan. "Gue sama Hotelio berantem tahu. Gue bilang sama dia mau pergi ke Bandung, tapi dia bilang kandungan gue masih rawan gitu. Jadi dia bilang tunggu sampai kuat. Kan, gue mau nemenin dia manggung. Sebel!"

"Terus lo kabur ke sini?" tanya Miawly.

"Iya."

Belva mendengarkan dengan seksama. Dia mengambilkan gelas dan mengisinya dengan air putih, lalu disajikan untuk Kissy.

"Hotelio bener, kok, Kiss. Kata dokter, kan, kondisi tubuh lo lagi lemah. Ikutin aja apa yang dibilang sama suami sendiri. Itu berarti dia sayang dan peduli nggak cuma sama lo, tapi anak kalian," komentar Belva.

"Tapi, kan ... gue mau nemenin dia. Ah, sebel. Kenapa dia nggak bisa kayak lo, sih, yang sedikit lebih ngerti dan bisa nurutin gue, Bel? Ih ... dia harus belajar dari lo, nih," dumel Kissy.

"Kenapa lo nggak nikah sama Belva dulu? Dia, kan, ngajak nikah. Eh, nggak ada angin nggak ada hujan lo mendadak balikan sama Hotelio. Apa nggak jahat, tuh? Sekarang lo minta Hotelio seperti Belva? Nggak bisa lah. Yang bisa manjain dan usahain banyak hal cuma Belva. Kesempatan lo udah nggak ada," sela Miawly mulai sewot.

"Ann," Belva menekankan nada bicaranya bermaksud membuat sang sahabat tidak cari masalah.

Miawly berbalik badan. Sambil memegang pisau, dia berkata, "Kenapa? Gue bicara fakta. Setelah nikah Kissy lebih sering keluhin suaminya. Lo selalu jadi pendengar setia dia dari zaman dia masih pacaran sama Hotelio, nikah sama Belgiano terus cerai dan akhirnya nikah sama Hotelio."

"Lo sendiri sering curhatin Pangeran ke Belva. Masa gue nggak boleh?" Kali ini suara Kissy sedikit lebih tinggi.

"Dengar, ya, Kiss. Gue sama Belva pernah peacaran. Hubungan gue sama dia berakhir dan udah nggak ada perasaan apa-apa. Kalau akhirnya gue curhat sama Belva, itu karena udah sama-sama nggak ada rasa. Tapi sebelum bisa curhat, gue sama Belva sempat jauhan. Nggak tiba-tiba curhat macam lo gini pas orang yang bersangkutan masih ada perasaan." Suara Miawly tidak kalah meninggi, naik beberapa oktaf.

Belum selesai mengomel, Miawly menambahkan, dengan galak tentunya. "Sementara lo? Belva terang-terangan nyatain perasaan, tapi apa? Lo nikah sama Belgiano. Habis tahu Belgiano red flag, lo minta bantuan Belva. Dia nolongin lo keluar dari neraka sampai bisa cerai. Dan apa yang terjadi selagi lo tahu perasaan tulus dia? Lo nikah sama Hotelio. Lo nggak mikirin perasaan Belva, ya? Sekarang aja lo datang tanpa permisi. Lo mikir nggak kalau Belva lagi nggak baik-baik aja? Dia lagi sakit, dua hari lalu habis dibawa ke IGD."

Pandangan Kissy langsung tertuju pada Belva. Menatapnya dengan khawatir. "Eh? Dibawa ke IGD? Kenapa? Apa yang sakit, Bel?"

"See? Lo nggak pernah beneran peduli sama Belva," lanjut Miawly.

"Ann, udah." Belva menatap Miawly dengan tatapan memohon agar sahabatnya tenang. "Tuh, sup lo mendidih."

Miawly memutar bola matanya sebal. "Udah lah. Lo juga nyebelin. Jangan kelewat baik jadi orang, Bel. Kesabaran juga ada batasnya." Lantas, dia berbalik badan dan memutuskan fokus memasak daripada meledak-ledak.

"Bel, sakit apa?" tanya Kissy sekali lagi.

"Ya, sakit biasa. Tapi udah sehat, kok. Ini mau makan sup mematikan buatan Ann," ucapnya sambil tertawa kecil.

"Beneran?" Kissy menatap ragu.

"Bener, Kiss." Belva menyunggingkan senyum. "Soal Hotelio, pokoknya lo turutin aja dia. Ini demi lo dan anak lo juga, kok. Hotelio nggak bakal begitu kalau nggak mikirin kalian berdua."

"Iya, Bel. Sori, ya, gue datang tiba-tiba pas lo sakit. Sebentar lagi gue balik, deh."

"Nggak apa-apa, kok. Ann juga datang, tuh. Kalian, kan, dayang-dayang setia gue," kekeh Belva.

"Dayang-dayang pala lo peyang!" sahut Miawly masih sewot.

Sebelum sempat Belva menyahuti, bunyi bel ditekan berulang kali terdengar. Belva kembali beranjak membukakan pintu. Kali ini beneran suaminya Miawly, Pangeran Dan Tanujaya. Namun, di belakang Pangeran ada sosok yang membuat Belva membelalak kaget.

"Bu Milky?" Belva menyapa tak percaya.

"Nih, Milky nyariin lo," kata Pangeran.

"Lo kenal, Dan?" tanya Belva.

"Kenal lah. Sepupu gue, kan, nikah sama sepupunya Milky," jawab Pangeran, yang kemudian menepuk pundak Belva. "Ya udah, gue masuk duluan, deh." Tak mau mengganggu, dia masuk ke dalam apartemen lebih dulu sambil menenteng parsel buah.

Belva diam memandangi Milky. Perempuan itu membawa tentengan dan menyodorkan padanya.

"Ini untuk Pak Belva. Maaf, ya, gara-gara saya Pak Belva diare," ucap Milky pelan.

"Nggak usah minta maaf, Bu. Saya baik-baik aja, kok." Belva mengintip celah tas tote yang lumayan berat. Begitu melihat ada kotak makan, dia melihat Milky sambil tersenyum. "Makasih banyak, Bu. Repot-repot banget bawain saya makanan."

"Kalau gitu saya permisi. Saya cuma mau kasih itu aja," pamit Milky.

Niatnya Milky ingin tinggal lebih lama. Saat tahu apartemen Belva sedang ramai digandrungi banyak orang, Milky mengurungkan niatnya. 

"Eh, tunggu, Bu." Belva refleks menahan pergelangan tangan Milky, yang membuat perempuan itu melihat tangannya. Sontak, dia segera menarik tangannya. "Maaf, Bu. Kenapa nggak mampir dulu?"

"Nggak, deh. Lagi ramai."

"Nggak begitu ramai, kok, Bu. Sahabat saya lagi masak. Gabung aja."

Milky menggeleng. "Nggak, deh. Saya pulang aja."

"Kalau gitu tunggu sebentar. Biar saya antar Bu Milky. Tunggu, ya. Jangan ke mana-mana. Saya mau taruh makanan dulu."

Belva berlari masuk ke apartemen, meninggalkan tas tote di atas meja makan dan kemudian keluar lagi untuk menghampiri Milky. Melihat Milky memperhatikan sepatu heels, dia masuk lagi ke dalam untuk mengambil sandal jepit miliknya sebelum akhirnya berdiri di depan Milky.

"Bu, lepas sepatunya. Ini pakai sandal saya aja." Belva berjongkok, meletakkan sepasang sandal bergambar Mickey Mouse di depan Milky.

Milky tidak menolak dan segera melepas sepatu heels. Dia tidak bisa menahan lagi. Kakinya sakit. Dia memegang bahu Belva sebagai tumpuan saat berganti sandal.

Belva menyadari beberapa lecet di sisi kanan dan kiri kaki Milky. Lecetnya cukup parah. "Kakinya Bu Milky lecet. Bentar. Biar saya ambil kotak P3K dulu. Bentar, Bu. Jangan ke mana-mana."

Belva berlari lagi masuk ke dalam apartemen untuk mengambil kotak P3K. Hal ini membuat yang lain terheran-heran. Miawly sampai bertanya, tapi Belva mengabaikan, takut Milky menunggu terlalu lama.

Begitu Belva tiba di depan pintu, Milky sudah tidak ada. Dia pun berlari menyusuri lorong apartemen sampai berhasil berhenti di depan pintu lift. Pada saat yang sama, salah satu pintu lift akan tertutup. Untungnya Belva masih sempat menahan dengan tangannya sehingga pintu lift terbuka lagi. Dan di sana lah dia melihat Milky.

"Ya, ampun ... Bu. Jangan main pergi gitu aja," kata Belva.

"Sori. Saya malas nunggu."

"Saya tahu." Belva segera masuk ke dalam lift, yang mana tak lama setelah itu pintu lift tertutup rapat. "Saya obatin di mobil, ya, Bu."

Milky tidak menanggapi. Pandangannya tertuju pada sandal yang dipakai Belva. Sandalnya berbeda warna dan bukan pasangannya. Dua-duanya sandal sebelah kanan. Tampaknya Belva buru-buru takut dia kabur makanya tidak sadar pakai sandal berbeda.

"Lagi zaman pakai sandal sebelah kanan untuk kedua kaki, ya?" ledek Milky.

Belva menurunkan pandangan. Terbelalak. Baru saja sadar sandalnya beda. "Astaga! Saya salah pakai, Bu. Aduh, malu-maluin aja. Anggap nggak lihat, ya, Bu."

Milky tertawa kecil. Hatinya lagi acak-acakan gara-gara mantan, Belva menghiburnya dengan cara yang tidak sengaja.

"Waduh! Bahaya, nih. Suara tawa Bu Milky bikin gemes," goda Belva jahil.

Milky memandangi Belva. Sambil melempar senyum, dia balas menggoda. "Pak Belva lebih gemesin."

Belva terperanjat. Kaget. Walau tahu Milky cuma bercanda, Belva malah deg-degan sendiri. Belva jadi malu sendiri dan berakhir melihat ke arah lain. Sementara Milky, menikmati pemandangan saat ini sambil tertawa pelan.

☕☕☕

Di dalam mobil Milky diam memandangi Belva yang tengah membersihkan luka lecetnya. Milky mengangkat kedua kakinya dan meletakkan di atas paha Belva. Laki-laki itu apik mengobati dengan hati-hati sehingga dia tidak terlalu merasakan sakit. Ya, paling nyeri-nyeri sedikit. Sebelum mengobati, Belva menutupi bagian pahanya dengan jaket yang ada di dalam mobil. Padahal dia memakai celana panjang. Entah mengapa Belva melakukan itu. 

Milky bisa mengobati lukanya sendiri, tapi Belva bersikeras membantunya. Kalau sudah bersama Belva, dia jadi tidak punya celah menjadi perempuan mandiri seperti biasanya. Kalau dipikir lagi, apa Belva terbiasa memperlakukan semua perempuan seperti ini? Milky penasaran.

"Pak Belva sering kasih princess treatment seperti ini ke semua perempuan, ya?" Mulut Milky tidak tahan untuk tidak bertanya. Gatal. 

"Princess treatment?" ulang Belva.

"Bapak nggak tahu princess treatment? Kan, lagi viral bahasa itu."

Belva menggeleng. 

"Nanti Bapak cari tahu aja. Salah satunya seperti ini. Saya, kan, bisa obati luka sendiri."

"Kalau ada yang bersedia bantuin, kenapa harus sendiri, Bu? Sekali-kali, kan, nggak apa-apa. Saya juga takut Bu Milky mengabaikan luka. Soalnya lecet ini udah parah jadi saya pikir Bu Milky pasti menganggap luka ini angin lalu. Padahal bahaya juga kalau didiamkan gitu aja."

Milky memang sering abai soal lecet. Didiamkan saja karena dipikir nanti akan sembuh sendiri. Ternyata ada, ya, orang yang sebaik ini memperhatikannya sampai bersedia mengobati luka. Padahal Belva sendiri lagi tidak baik-baik saja, habis sakit gara-gara dia juga. 

"Nah, done." Belva meniup sebentar betadine yang belum begitu kering. "Lima menit lagi nanti saya tutup pakai hansaplast supaya nggak kena debu dan kegores lagi, Bu." Lantas, dia memasukkan beberapa barang yang dikeluarkan ke dalam kotak P3K. 

"Makasih, Pak." 

"Sama-sama, Bu."

"Gimana keadaan Pak Belva sekarang? Udah membaik?" 

Senyum di wajah Belva jauh lebih lebar. Belva menepuk-nepuk dadanya. "Udah sehat, Bu. Saya anak kuat."

"Berarti beneran sakit, kan?"

Belva buru-buru menggeleng. "Eh, nggak. Saya memang baik-baik aja." Lalu, dia memamerkan cengiran kudanya.

"Ya, syukurlah kalau Pak Belva baik-baik aja." 

"Bu Milky gimana? Baik-baik aja, kan? Perutnya udah nggak sakit? Kerjaan juga baik?"

"Iya, semua baik."

Milky menarik kakinya dan mulai membenarkan posisi duduknya. Dia melempar jaket ke jok belakang. "Pak Belva suka minum wine?" 

"Nggak terlalu, sih, Bu. Kenapa, Bu?" 

Milky menoleh ke samping sambil bersandar pada jok yang ditempatinya. "Mau temani saya minum wine? Setelah teman-teman Pak Belva pulang aja. Saya tungguin." 

Sebelum Belva memberi jawaban, Milky menambahkan, "Sebenarnya hari ini bukan hari yang baik."

Belva diam memandangi raut wajah yang ditunjukkan Milky. Dari raut wajah paling umum yang sering ditonjolkan Milky, raut wajah sekarang sangat berbeda. Milky tampak sedih. Sorot mata Milky menunjukkan kesedihan itu sendiri. Melihat Milky sekarang, dia ingin tahu, apa yang telah dilalui Milky sampai menunjukkan wajah sesedih itu? Apa yang membuat galaknya Milky hilang? 

"Boleh, Bu. Biar saya temani."

Milky tidak membalas. Hanya ada senyum terima kasih karena Belva bersedia meluangkan waktunya. 

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komentar kalian🤗❤

Follow IG: anothermissjo

-

Cerita ini merupakan project kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, namun berhati baik. Berikut judul dan penulisnya:

#1 Lose The Plot oleh sephturnus 

#2 Round The Bend oleh azizahazeha 

#3 Call The Shots oleh anothermissjo

Salam dari Ayang Belva❤❤❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro