Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Shots - 34

Yuhuu update lagi ^^

Kemarin yang katanya nyuruh aku update cepet, mane nih? udah update kaga ada yang komen wkwkwk :") 

Milky berlari melewati lorong rumah sakit dengan perasaan khawatir bercampur kalut. Setelah Belva memberi tahu Steven dirawat di rumah sakit, dia segera datang. Milky meninggalkan acara keluarga, izin kepada neneknya untuk menemani Belva. Dia tidak sempat bertanya apa-apa pada Belva, nomornya tidak dapat dihubungi setelah memberi tahu Steven dirawat. Maka dari itu Milky bertanya pada Partikel mengenai kondisi Steven.

Kabarnya Steven sedang menjalani operasi. Sakit jantungnya semakin parah. Milky tidak tahu Steven memiliki riwayat sakit jantung karena terakhir kali Steven menyetir mobil sendiri dan tidak terlihat sakit. Seharusnya kalau sudah sakit, Steven tidak boleh mengendarai mobil. Milky belum dapat jawaban konkret dan detail, hanya sebatas itu saja.

Tepat setelah kaki berhenti di depan ruang tunggu, Milky menemukan Belva duduk dengan wajah menunduk. Dari jauh saja dia bisa melihat dengan jelas betapa sedihnya Belva. Dia sendiri tahu bagaimana hubungan Belva dan ayahnya.

Pelan-pelan Milky berjalan mendekat hingga berdiri di depan Belva. Satu tangannya terulur mengusap kepala Belva, menyapa dengan kelembutan yang dia punya. "Mas Belva," panggilnya pelan.

Belva mendongak, menatap Milky dengan tatapan nanar. Mata dan pipinya basah dipenuhi tangis.

"Milky..."

Milky memangkas jarak yang tersisa. Dia melihat Belva menangis. Tanpa ragu Milky duduk di samping Belva dan mengusap pundaknya.

"Seharusnya saya...." Kata-kata Belva terhenti, digantikan dengan tangis yang lebih dalam.

Milky menarik Belva dalam pelukan, membiarkan laki-laki itu bersandar padanya. Dia mengusap punggung dan kepala Belva secara bergantian. Berulang kali guna menenangkan.

"Om Steven akan baik-baik aja, Mas," bisik Milky.

Tidak ada tanggapan selain tangis tanpa henti. Baru sekali ini Milky mendengar dan melihat Belva menangis. Belva yang rajin tersenyum, ternyata bisa punya sisi sedih seperti ini. Dari tangisannya dia tahu Belva takut kehilangan sang ayah.

Sambil terus mengusap kepala kekasihnya, Milky menyematkan doa, berharap operasi Steven berjalan lancar dan segera pulih. Milky tidak ingin Belva tambah sedih seandainya hal buruk terjadi. Milky hanya ingin yang baik-baik saja untuk sekarang.

☕☕☕

Setelah operasi berjalan lancar, Steven dipindahkan ke kamar. Belva menunggu ayahnya sadar, menemaninya tanpa beranjak sedikit pun dari kamar. Milky turut menemani, tapi karena sudah jam makan siang, Milky pergi membelikan makan siang. Belva berterima kasih Milky ada di sampingnya dan setia menemani dari pagi.

Sementara itu, ibu tiri Belva sedang dalam perjalanan pulang dari Singapura—yang mana selama beberapa hari belakang lagi berlibur dengan teman-temannya. Sedangkan adik-adiknya dan Freya sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Belva menjadi satu-satunya yang siap siaga datang setelah dikabari oleh ayahnya Partikel mengenai kondisi ayahnya.

"Bel," Adnan Russell, adik Steven sekaligus ayahnya Partikel, duduk di samping Belva. Saat operasi berlangsung dia sempat menemani Belva sebentar sebelum akhirnya pergi untuk mengurus pekerjaan dan baru kembali sekarang. "Sabar, ya," katanya seraya menepuk pundak Belva.

"Iya, Om." Belva mengangguk pelan.

"Papamu, tuh, orangnya keras. Tapi, ya, gitu nggak mau cerita masalah kesehatan dia," ungkap Adnan.

"Om tahu dari mana Papa sakit?"

"Dia cuma cerita sama Om. Itu pun nggak sengaja ketahuan. Waktu Om lagi datang ke rumah sakit ini mau check up kesehatan rutin, Om lihat papamu berobat. Tadinya dia nggak mau ngaku, tapi akhirnya ngaku juga. Papamu udah lama sakit jantung makanya nggak mau kerja lagi. Terus Om dengar dari Partikel kalau asisten papamu getol bujuk kamu gantiin papamu atas permintaan papamu sendiri. Itu karena dia udah nggak sanggup, memang mau kamu bantuin dia," cerita Adnan.

Kalau ingat masalah itu, Belva baru tahu alasan sebenarnya. Ayahnya sudah tidak sanggup memaksakan diri.

"Papamu juga nakal, sih. Sering banget dibilang jangan nyetir mobil, dia masih nyetir mobil." Adnan menghela napas teringat kelakuan kakaknya. "Tapi, ya, dia sebenarnya kepingin kamu gantiin dia, Bel. Kamu tahu, kan, skandal kakakmu? Waktu itu papamu marah banget pas tahu skandal itu. Dia pikir dia bisa mengandalkan Freya, tapi setelah skandal itu, papamu hilang kepercayaan. Dia cerita sama Om kalau papamu berharap kamu bisa gantiin dia di perusahaan, tapi dia tahu kamu pasti bakal nolak. Kelihatannya benar, ya, kamu nolak?"

"Iya, Om."

"Sebenarnya, ya, Bel." Adnan menyandarkan tubuhnya pada punggung sofa, lalu dia menghela napas berat. "Papamu memang salah udah mengabaikan kamu dulu. Ya, biasa, deh, kalau lagi gila perempuan gitu. Terlepas dari sikapnya yang salah, dia sering merenung dan menyalahi dirinya udah mengabaikan kamu. Dia nyesal. Dia bilang, dia sayang sama kamu. Jadi, ya, kalau dibilang papamu nggak peduli, itu juga nggak benar. Mamamu tahu lah sesayang apa papamu sama kamu, Bel."

Belva diam mendengarkan omnya. Pandangannya beralih pada sang ayah yang terbaring lemah, masih tidur nyenyak.

"Kalau memang kamu nggak keberatan, gantiin papamu di perusahaan, Bel. Saat ini cuma kamu harapannya. Nggak ada lagi yang lain. Ya, tapi ini balik lagi ke kamu. Kalau kamu nggak mau, nggak apa-apa. Papamu bisa pilih direktur baru nanti. Intinya, jangan terlalu benci papamu. Dia sayang juga sama kamu, Bel. Kamu nggak tahu aja."

"Iya, Om. Makasih udah kasih tahu Belva, Om."

"Ya udah. Om tinggal dulu bentar, ya." Adnan bangun dari tempat duduknya, menepuk pundak Belva berulang kali. "Om mau makan dulu. Kamu mau titip sesuatu nggak? Apa udah pesan sama Milky?"

"Nggak perlu, Om. Saya udah titip sama Milky."

"Oh, ya sudah. Om pergi dulu nanti balik lagi."

"Iya, Om."

Tidak lama setelah Adnan keluar kamar, Belva melihat tasnya. Dia teringat akan kotak yang diberikan ayahnya beberapa waktu lalu. Kotak itu masih disimpan Belva dan tidak sengaja dibawa-bawa di dalam tasnya. Belva mengambil tasnya dan mengeluarkan kotak yang dicari. Kotaknya tidak pernah Belva buka setelah ayahnya memberikan saat menjenguknya hari itu.

Belva membuka penutup kotaknya, menemukan arloji berbahan kayu yang cantik bertengger di dalam. Selain itu, ada pula kartu ucapan berukuran kecil yang diselipkan dengan tulisan tangan rapi khas ayahnya.

Papa baru bisa nemu jam tangan kayu sesuai permintaan kamu waktu kecil.

Semoga kamu suka, Bel. Papa sayang kamu.

Cepat sembuh, Nak.

Kata-kata yang dituliskan berhasil menumpahkan air mata. Belva ingat permintaannya pada sang ayah waktu mereka berkemah dan menemukan pohon besar. Belva meminta ayahnya agar mencarikan arloji berbahan kayu dan membelikannya. Ayahnya mengiakan dan akan mengusahakan. Ternyata permintaan itu masih diingat oleh ayahnya. Belva menutup mulutnya menahan isak tangis, membiarkan air mata membasahi arloji yang dipegang.

Belva sadar dia salah. Tidak seharusnya dia membenci ayahnya sampai sekarang. Bagaimana pun Steven tetaplah ayahnya.

☕☕☕

Milky pulang ke rumah untuk menginap di rumah orang tuanya. Selama ini dia tinggal sendirian di apartemen. Sebelum adiknya menikah, hanya adiknya yang menetap di rumah. Kini, rumah sepi, tidak ada siapa-siapa lagi.

Milky pulang setelah Belva memintanya beristirahat dan menghabiskan waktu dengan orang tuanya. Jika dipikir kembali terakhir kali Milky pulang hanya saat ada acara keluarga Atmaja, itu pun tidak sampai menginap. Kalau menginap bersama keluarga Atmaja tentu saja sering, tapi kalau pulang ke rumah untuk sebatas menginap, hampir tidak pernah. Ini pertama kalinya Milky pulang untuk menginap.

Menyusuri rumah yang hanya ditempati orang tua, enam pekerja rumah tangga, dua sekuriti, dan satu tukang kebun, rumah bertingkat tiga milik orang tuanya terlalu besar. Masih banyak ruang kosong yang tersedia. Milky mengamati setiap foto yang terpajang rapi, berjejeran dengan estetik menampilkan rupa keluarga mereka. Ada pula foto keluarga besar Atmaja yang ramainya tidak tanggung-tanggung.

Senyum di wajah Milky mengembang melihat keharmonisan keluarga Atmaja. Meskipun banyak kelakuan sepupunya yang di luar nalar dan ada-ada saja, Milky berterima kasih keluarga Atmaja kompak dan saling membantu jika ada kesulitan. Milky bersyukur dilahirkan di keluarga yang menomorsatukan keluarga. Namun, ya, dia melupakan makna keluarga dengan memilih tinggal terpisah dari orang tuanya.

Langkah kaki Milky berhenti pada ruang keluarga. Dia menemukan orang tuanya di sana sedang duduk berdua menonton serial televisi barat. Tontonan keduanya masih sama, menyaksikan ketegangan demi ketegangan serial 9-1-1.

"I'm home," ucap Milky lantang.

Julius dan Sandra menoleh. Mereka berdiri dan tersenyum senang menyambut kedatangan putri sulung mereka.

"Ya, ampun ... kenapa kamu nggak bilang mampir, Nak?" Sandra menghampiri Milky. Begitu sudah berada di depan putrinya, dia mengusap pipi Milky, mengecup pipinya dan memeluk dengan penuh rindu. "Udah makan belum? Mau Mama masakin apa? Tadi makanannya dihabiskan sama Papa."

"Nggak usah, Ma, Milky sudah makan tadi." Milky menyunggingkan senyum, menatap ibunya dengan bahagia. "Milky nggak cuma mampir. Milky mau menginap di sini."

"Menginap? Beneran?" Raut wajah Sandra berubah cerah. "Tumben. Apartemen kamu nggak ada yang bocor, kan? Apa rusak?"

Julius menyela, "Kamu nggak ada masalah sama orang apartemen, kan?"

Milky tertawa kecil. Ternyata kalau dia mau menginap malah dikira ada masalah. Milky bersyukur orang tuanya tidak mengira dia kesambet. "Nggak, kok. Milky mau menghabiskan waktu sama kalian. Tadi, kan, kabur duluan."

"Oh, ya, ampun..." Sandra mengusap wajah Milky dengan penuh kasih sayang. "Oh, iya, gimana kabar calon besan Mama? Operasinya berjalan lancar?"

Milky berdecak kecil. "Besan apaan, sih, Ma. Belum nikah udah besan-besan aja."

"Nanti, kan, nikah sama Belva. Memangnya tujuan pacaran kalian, tuh, nggak ke sana?" goda Sandra.

"Ya, kan, baru. Masih jauh, Ma."

Julius nyeletuk, "Tahu kamu, Milk. Siapa tahu papanya Belva sembuh kalian nikah. Rencana ke depan mana ada yang tahu."

"Udah, udah, bahasnya nanti aja." Milky merangkul pundak orang tuanya, membawa mereka sampai duduk di sofa. Ketika sudah duduk bersama-sama bersampingan, Milky menarik tangannya dan memandangi orang tuanya bergantian. "Kita nonton bareng aja. Hari ini Milky jadi putri kecil kalian. Papanya Belva baik-baik aja. Kalau mau jenguk besok."

"Oke, besok kita jenguk besan kita," cetus Julius penuh canda.

Milky geleng-geleng kepala. Tidak mau memusingkan candaan orang tuanya, dia bersandar pada sofa. Dia memeluk lengan orang tuanya sambil menonton serial yang masih berjalan. Milky menatap orang tuanya bergantian.

"Makasih udah melahirkan Milky dan merawat Milky sampai detik ini, Pa, Ma. Milky sayang kalian."

Julius dan Sandra saling melempar pandang. Mereka bingung dengan sikap tiba-tiba putri mereka. Kalau Matcha, adiknya Milky, yang bilang seperti ini mereka sudah biasa. Namun, ini Milky. Putri sulung mereka jarang mengucapkan kalimat manis. Lebih sering mengamuk dan jutek. Mendengar ucapan penuh syukur itu, mereka mengulas senyum. Bahagia.

"Kami juga sayang sama Milky," balas Sandra seraya mengusap kepala putrinya.

"Semoga kita bisa sering-sering begini, ya," tambah Julius.

Milky mengangguk. "Iya. Milky akan lebih sering menginap nemenin kalian."

Kalimat Milky membuat mereka bahagia. Julius dan Sandra spontan memeluk Milky dari sisi berbeda. Mereka mengecup puncak kepala Milky bergantian dan tidak berhenti tersenyum senang. Tentunya Milky bisa merasakan perasaan senang orang tuanya. Iya, Milky akan lebih sering pulang mulai sekarang. 

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komentar kalian<3<3

Follow IG: anothermissjo

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro