Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Shots - 3

Yuhuu update sesuai jadwal ^^

Baca selagi on going gaes👍

#Playlist: Coco Lee - Before I Fall In Love

"Pelan-pelan, Bu Supir, pelan-pelan."

Ucapan yang keluar dari mulut Belva berbarengan dengan tepukan manja di pundak Milky. Bagaimana Belva tidak melakukannya setelah Milky mengebut seperti ingin mengejar maling kabur? Sudah begitu saat ada tikungan, cara Milky berbelok seperti pembalap motoGP di sirkuit. Tinggal beberapa senti lagi lutut Belva bisa menyerempet tanah.

Tidak lagi-lagi, deh, Belva nebeng sama Milky. Nyawanya sudah melayang-layang antara mau diambil sama tidak. Ngeri.

"Jangan tepuk-tepuk mulu, Pak. Saya bukan nyamuk," sahut Milky.

"Ya, pelan-pelan, Bu. Ini bentar lagi sam--astagaaaa!" pekik Belva.

Belva berpegangan pada kedua pundak Milky setelah merasakan adanya rem dadakan. Sungguh, Belva mual. Tubuhnya terhempas menabrak punggung Milky. Tak mau diomeli yang empunya motor, Belva turun.

"Makasih udah ajak saya melayang, Bu," ucap Belva setelah melepas helm.

Milky tidak menyahuti. Pandangan Milky teralihkan memandangi rumah mewah bertingkat tiga. Bukan masalah megahnya melainkan dekorasi balon dan lampu hias yang melilit cantik pada sekitar pilar-pilar rumah. Milky tidak tahu kalau di rumah Belva sedang ada pesta. Setiap beberapa menit mobil mewah berseliweran masuk dan keluar.

"Bu?"

Milky mengalihkan pandangan. Tersadar. "Iya?"

"Makasih atas tumpangannya, Bu." Belva menyerahkan helm kepada Milky.

"Sama-sama, Pak. Impas, ya. Saya pulang." Milky mengambil helm dari tangan Belva.

"Tunggu bentar, Bu. Ayo, mampir dulu. Biar saya bawain minuman. Saya nggak enak kalo Bu Milky langsung pulang gitu aja," ajak Belva setengah membujuk.

"Nggak usah, deh, Pak. Lagi ada acara, kan? Saya pulang aja."

"Kalo nggak mau masuk, tunggu sebentar di sini, deh. Sebentar aja, Bu. Saya lari kilat, kok."

Saat Belva berbalik badan hendak melangkah, seorang wanita berambut panjang sepunggung warna cokelat muda datang mendekat. Suara nyaring langsung terdengar menyebutkan sebuah nama. "Satoruuuuuu!"

Satu alis Milky naik sempurna. Satoru? Siapa pula Satoru?

"Tadaima, Haha," ucap Belva diselipi senyum lebar. (Saya sudah datang, Ibu.)

"Satoruuuu! Okaerinasai!" Wanita itu memeluk Belva, mendekapnya erat dan mengecup pipi Belva berulang kali sampai warna lipstik merah darahnya menempel di pipi Belva.

Milky belum buta-buta banget akan Bahasa yang diucapkan Belva dan wanita itu. Milky sering mendengarnya dari beberapa orang terdekat. Dia baru tahu Belva bisa bicara Bahasa Jepang.

"Papa mana, Ma?"

Wanita itu tidak menjawab. Pandangannya tertuju pada sosok perempuan di belakang tubuh Belva. Tanpa pikir panjang wanita itu menyingkirkan Belva dan mendekati perempuan itu.

"Anata wa kirei desu," puji wanita itu saat berhadapan dengan Milky. Matanya berbinar-binar memandangi Milky. Bahkan kedua tangannya spontan menggenggam tangan Milky dan menggoyangkan seperti bocah sedang bermain dengan excited.

"Ma, dia nggak paham Mama ngomong apa," sela Belva, yang kemudian menurunkan tangan sang ibu agar tidak jahil goyang-goyangin tangan orang. "Jangan iseng, deh, Ma."

"Kenapa, sih? Mama, kan, senang kamu bawa pacar ke sini. Papa harus tahu kamu suka perempuan. Dia khawatir kamu nggak mau punya penerus." Jihandira Mills, ibunya Belva, memeluk Milky tanpa izin. Mendekapnya erat-erat seperti memeluk boneka. "Aduh, aduh, kamu cantik banget. Siapa namamu, Nak? Mana harum banget. Pantes aja Belva rela dibonceng. Duh, duh, Tante senang akhirnya Belva bawa jodohnya."

"Ma ... Milky bukan pacar Belva. Astaga! Milky--"

"Oh, namanya Milky? Cantik banget. Secantik orangnya." Jihan menarik diri, lantas mengusap wajah Milky dengan senyum senang. "Yuk, masuk, Nak."

"Nggak usah, Tante. Saya mau pulang. Acaranya, kan, formal, nggak enak kalo pakai baju kerja gini," tolak Milky halus.

"Nggak apa-apa, Nak. Kamu pakai bikini pun nggak masalah." Jihan nyengir selebar-lebarnya sambil menggenggam tangan Milky.

Belva menyela, "Ma, ih ... udah dibilang Milky bukan pacar Belva. Lagian dia mau pulang. Udah, ah, jangan rese. Kasihan Milky, Ma."

"Galaknya Belva ini." Jihan pura-pura cemberut--melepas tangan Milky kemudian. Saat pandangannya lurus ke depan, dia menemukan sosok lain. "Oh, itu dia. Sayangkuuuuu! Belva bawa perempuan, nih. Pacarnya cantik, kan?"

Tanpa diduga-duga suara lembut ibunya Belva berubah menjadi suara Tarzan yang bisa menggema di seisi hutan. Kencang dan nyaring. Berkat kalimat yang diucapkan Jihan, beberapa orang segera bergegas menghampiri dengan wajah senang.

Belva panik melihat adik-adik sang ibu. Tanpa pikir panjang dia mundur sampai menyamai posisi Milky. Dia berbisik pelan, "Bu, Bu, mending pulang sekarang. Udah nggak usah pamit. Maafin ibu saya heboh sendiri."

Milky mengernyit. "Nggak pamit? Nggak sopan, Pak. Saya pamit dulu, deh, sama ibunya Pak Belva. Habis itu saya--"

"Oh. My. Blood!" Seorang wanita yang tak kalah heboh berseru sambil memegang kipas di tangan. "Cantik kali pacarnya Belva. Kapan nikahnya, nih?"

Belva mengusap wajahnya kasar. Begini lah kalau sudah ketemu tante-tantenya dari sang ibu. Diberondong habis-habisan soal menikah. Ini semua gara-gara ibunya juga asal bicara.

"Dua bulan lagi," sahut Jihan enteng.

"Ma! Udah dibilang Milky bukan pacar Belva. Tadi cuma nebeng ke sini soalnya mobil Belva mogok. Milky, tuh, yang punya tempat nyewain kedai kopi," jelas Belva.

"Dududuh ... percintaan di kantor memang paling manis, ya. Berawal dari sewa-sewaan tempat berlanjut jadi sewa hati. Eh, nggak sewa, dong. Dimilikin seutuhnya," celetuk wanita yang lain berambut pendek.

Milky bingung harus menanggapi seperti apa. Ibu-ibu di depan mata lebih heboh dari Cloud saat bergosip. Hanya saja pandangan para wanita itu tidak menghakimi, mereka sangat ramai dan senang meskipun heboh macam tukang gosip.

"Udah, ya, Milky mau pulang. Dia ada urusan. Dia...." Belva menggantung kalimatnya dan membungkukkan badan segera setelah melihat seorang pria mendekat. "Malam, Otosan."

"Malam, Satoru. Pacar kamu, ya?"

"Iya, Sayang." Jihan memeluk lengan suaminya. "Namanya Milky. Secantik namanya, kan?"

"Kenapa nggak diajak masuk ke dalam?"

"Tuh, dengerin papamu." Jihan menarik tangannya dari lengan sang suami, lalu menggamit tangan Milky sebagai gantinya. "Yuk, masuk, Milky. Jangan sungkan. Pesta ini cuma pesta biasa, kok. Nggak masalah pakai baju kantoran. Kamu tetap stunning, shimmering, dan splendid."

Milky tidak bisa menolak selain mengikuti ibunya Belva yang sudah menarik tangannya menjauhi Belva. Dia menoleh ke belakang memandangi Belva yang tampak frustrasi menjelaskan berulang kali.

"Ma! Astaga ... udah dibilang bukan pacar, maksa banget," protes Belva.

"Berisik. Milky tamu Mama."

Belva tidak berani mengejar atau protes lagi setelah ayah tirinya berjalan sampingan dengannya. Belva tidak mau dikira merusak pesta. Ayah tirinya paling sensitif kalau sampai ibunya sedih sedikit saja. Bucinnya sudah tahap mendarah daging. Sekali pun ayah tirinya berusaha

"Nanti kita perlu bicara, Satoru," ucap Michell Yoshizawa.

"Iya, Otosan."

☕☕☕

Milky mengamati acara pesta yang berlangsung. Keluarga Atmaja senang menggelar pesta keluarga, tapi bukan pesta seperti yang diselenggarakan keluarga Belva. Pestanya jauh lebih meriah, makanannya lengkap mulai dari Indonesia, Amerika, dan Jepang. Selain itu, ada acara dansa dan beberapa permainan yang bisa diikuti. Selama lebih dari setengah jam mengikuti ibunya Belva, dia tahu kalau acara pesta ini dilakukan bukan karena ada acara khusus, hanya sebatas kumpul-kumpul biasa mengundang kolega dan sanak saudara.

Milky senang-senang saja soalnya disodorkan makanan terus. Perutnya kenyang. Yang frustrasi sendiri malah Belva. Laki-laki itu tak berhenti menjelaskan bahwa mereka tidak berkencan. Milky tidak mau repot menjelaskan, biarlah Belva yang repot.

Belva menghela napas. Duduk bersandar pada punggung kursi setelah lelah diajak keliling oleh salah satu tantenya yang ceriwis. "Bu, saya minta maaf. Bu Milky malah terjebak di sini. Acara keluarga saya cukup absurd."

"Nggak apa-apa, Pak Belva. Lumayan bisa makan gratis," balas Milky kasual.

"Maaf juga keluarga saya salah paham, Bu. Ampun, deh. Malu-maluin aja."

Milky mengamati Belva yang mengacak rambutnya frustrasi. Kalau orang frustrasi wajahnya redup, kalau Belva malah kelihatan gemesin. Astaga! Milky sudah kehilangan kewarasannya sampai berpikir begini. Milky mengalihkan pandangan demi mengusir jauh-jauh pikiran tak waras itu. Udah gila, nih. Masa gemesin? Ya, kalo pun gemesin, nggak usah mengakui juga.

"Bu Milky mau pulang jam berapa? Ini bukan ngusir, ya, Bu. Biar nanti saya laporan sama Mama. Dia bisa ngamuk kalo saya nggak kasih tahu."

Milky meneleng. "Mau sekarang, sih."

"Bentar, biar saya samper Mama dan Papa dulu."

Ketika Belva hendak melangkah, ada dua wanita paruh baya datang mendekat dan menyapa. Milky mendengarkan dua wanita itu berbincang dengan Belva. Suara dua wanita itu cukup berisik, nyaring dan mengganggu telinga. Bahkan obrolan yang lagi dibahas detik ini terdengar jelas.

"Kalo dilihat-lihat kamu makin mirip papa tirimu, lho, Bel. Kamu malah nggak mirip papa kandungmu. Kakakmu yang lebih mirip papa kandungmu," komentar salah satunya.

"Tante bisa aja. Makasih, Tante," balas Belva.

Milky memandangi dua wanita itu dengan tatapan risih. Bagaimana bisa seorang manusia berakal bisa berkomentar seperti itu? Walau Belva tampak santai saja, rasanya kurang pas bicara begitu. Milky berdeham keras guna menyudahi obrolan terlalu basa-basi. Belva menoleh.

"Oh, iya, saya harus samper Mama dan Papa. Duluan, ya, Tante. Maaf nggak bisa ngobrol lama-lama," ucap Belva.

"Nggak apa-apa, Bel. See you later, Bel."

Setelah obrolan berakhir, Milky memandangi Belva dari jauh. Laki-laki itu menghampiri orang tuanya. Milky tidak pernah peduli urusan orang, tapi karena dua wanita itu, dia jadi tahu kalau sosok pria yang mendampingi ibunya Belva bukanlah ayah kandung Belva melainkan ayah tiri.

Milky menghela napas. Terkadang orang-orang terlalu mengurusi hidup orang lain. Mengomentari hal yang bukan ranahnya dan tidak seharusnya dikomentari.

Kalau pun ada yang perlu dikomentari, Milky mau komentar soal penampilan Belva yang kelihatan sangat fine walau hanya mengenakan kemeja putih dengan lengan panjang digulung sebatas siku. Sisiran rambut Belva yang tidak rapi-rapi amat malah menonjolkan sisi seksi tersembunyi. Belum lagi senyumnya semanis gula tebu. Wajah blasteran Belva tidak kalah unggul sama bibir merah merona yang tidak pakai lipgloss atau lipstik. Kok, ada manusia sesempurna Belva masih single? Milky rasa Belva memang tidak tertarik sama perempuan.

"Bu, sebentar, ya. Papa sama Mama mau ketemu tamu pentingnya dulu. Habis itu bakal samper ke sini. Nggak apa-apa, kan, Bu?" Belva kembali setelah cukup lama menghampiri orang tua.

"Nggak apa-apa, kok."

"Bu Milky mau apa lagi? Biar saya ambilin."

"Nggak usah. Cukup ditemani aja. Saya nggak mau ngobrol sama orang rese."

Belva mengernyit heran. "Ada yang rese, Bu? Siapa?"

"Nggak ada."

"Oh, kirain ada." Belva kembali duduk di samping Milky.

"Pak Belva nggak pernah nggak senyum, ya?"

Belva menoleh. "Kayaknya nggak pernah. Kenapa, Bu? Senyum saya nyeremin?"

"Nggak."

"Apa senyum saya manis, Bu?"

Belva menopang dagunya, menunjukkan senyum manis versinya sambil kedip-kedip jahil. Sedangkan Milky melihat dengan wajah ingin memukul. Iya, Milky sebal karena senyum Belva terlalu manis untuk diabaikan.

"Ya, nggak gitu." Milky melarikan pandangan ke lantai dansa. "Tadi ada yang bahas basa-basi busuk aja Pak Belva senyum. Jadi saya pikir Pak Belva nggak pernah nggak senyum."

"Oh, itu..." Belva segera mengerti--terkekeh kemudian. "Soalnya saya senang, Bu. Ayah tiri saya, kan, ganteng. Jadi kalo disamain sama beliau, saya senang."

"Biasanya orang pengin disamain sama orang tua sendiri, Pak."

"Ya, mungkin karena saya nggak begitu dekat sama ayah kandung saya. Jadi, ya ... saya senang-senang aja disamain sama ayah tiri saya, Bu."

Milky memperhatikan Belva. Laki-laki itu tetap tersenyum walau jawabannya cukup sedih. Saat Belva melihat padanya dan memperlebar senyum, Milky malah merasa bersalah membahas ini.

"Well, saya pengin bilang makasih." Milky mengubah topik baru.

"Buat apa, Bu? Kan, udah jadi salah sasaran keluarga saya. Harusnya saya yang bilang makasih Bu Milky mau nunggu dan ikut gabung."

"Makasih buat kencannya." Milky menarik kedua sudut bibirnya memperlihatkan senyum tipis.

Belva kaget, tapi kemudian sadar kalau Milky sedang bercanda. Menanggapi hal ini Belva kembali bertopang dagu. "Apa ini tandanya Bu Milky mau kencan sama saya lagi? Seru, kan, kencan hari ini?"

"Not bad lah."

Belva tertawa kecil. "Syukurlah. Seenggaknya sekarang Bu Milky senyum biarpun cuma secuil." Tak lupa dia memamerkan senyum terbaik andalannya.

Milky, si ratu pelit senyum, mendadak ikut tersenyum walau setipis lembar tisu. Sesaat Belva memainkan alisnya, Milky terkekeh.

Suasana hati Milky jauh lebih baik setelah ikut bergabung acara keluarga Belva. Juga, senyum Belva yang memabukkan itu berkontribusi atas senyum yang bisa Milky tunjukkan saat ini.

☕☕☕

Jangan lupa vote dan komentar kalian😘🤗🤗❤

Follow IG: anothermissjo

Btw gimana menurut kalian versi ini?🥺🥺🥺 bagus nggak?🥺

Cerita ini merupakan project kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, namun berhati baik. Berikut judul dan penulisnya:

#1 Lose The Plot oleh sephturnus

#2 Round The Bend oleh azizahazeha

#3 Call The Shots oleh anothermissjo

Salam dari Ayang Belva🥰🥰🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro