Shots - 29
Double update nih ye. Tolong komen jangan lupa gengs! '-')b
•
•
Belva mengajak Milky pergi ke Bogor dengan mengendarai motor. Milky pun tidak masalah. Tempat yang sekarang tengah dipijaki merupakan rumah yang diberikan orang tua Belva sebagai hadiah ulang tahun yang ke-17. Entah bagaimana orang tua Belva bisa akur dengan memberikan rumah ini, tapi Belva berterima kasih. Katanya rumah mewah ini untuk Belva tempati bersama perempuan yang akan menjadi istri masa depan.
Rumah mewahnya bertingkat tiga, berdiri kokoh dengan pilar-pilar yang menjadi penopang rumah tersebut. Luas halamannya tidak terhitung. Halaman depan pun bisa dijadikan pusat bermain futsal saking luasnya. Di belakang rumah terdapat tiga tempat bagus untuk berfoto. Kolam renang, kolam ikan, dan danau buatan. Mungkin satu-satunya peninggalan terbaik yang pernah Belva dapatkan adalah rumah ini.
Sentuhan gaya barat dan Jepang bercampur menjadi konsep terbaik yang disuguhkan rumah mewah ini. Pada bagian lantai rumah terdapat pola khusus inisial marga Russell.
Belva mengajak Milky ke kolam renang. Milky takjub melihat desainnya. Kolam ikan didesain dengan batu-batu berundak, dialiri air dari atas dan mendarat di akhir kolam yang luas. Di dalam kolam terdapat ikan koki. Belum lagi penghijauan sekitar yang asri, masih ditanami bunga-bunga seperti bunga mawar.
"Ini rumah papa tiri kamu, ya? Tapi kenapa nggak kelihatan ada di sini?" Milky baru berani buka suara setelah cukup lama mengagumi keindahan rumah yang dia datangi.
"Bukan. Ini rumah saya."
"Rumah kamu?" ulang Milky.
"Iya, hadiah ulang tahun dari orang tua saya."
"Kamu nggak pernah tempati?"
"Later."
"Kenapa later? Kenapa nggak sekarang? Apa terlalu jauh, ya, sama kedai kopi kamu? Rumahnya asri dan sejuk gini. Udah gitu tenang."
"Kamu mau tinggal di sini?"
Milky geleng-geleng kepala. "Udah gila. Ini rumah kamu, kenapa ajak saya?"
Belva terkekeh. "Siapa tahu kamu mau tinggal di sini. Ayo, saya ajak ke tempat yang lebih bagus lagi." Satu tangannya bergerak-gerak di udara seakan memanggil Milky untuk terus mengikutinya tanpa henti.
Belva kembali memandu Milky menuju danau buatan yang tidak terlalu besar. Di tengah danaunya ada jembatan kecil yang dibuatkan orangtuanya. Dia mengajak Milky berdiri di atas jembatannya untuk memandangi danau buatan yang tetap terawat. Ada pohon tabebuya yang berdiri tegap, memancarkan keindahan dengan bunganya yang lebat berwarna kuning. Kecantikan bunga tabebuya sama dengan kecantikan bunga sakura. Ketika ada angin kencang lewat, bunga tabebuya sedikit terombang ambing hingga berterbangan mengikuti angin yang muncul. Terkadang jatuh di atas jembatan, terkadang terapung di atas danau.
"Sebesar-besarnya rumah Oma, ini jauh lebih besar. Ini kayaknya lebih dari seribu hektar. Luar biasa," komentar Milky terkagum-kagum.
Belva tidak tahu berapa hektar rumah yang diberikan untuknya, tapi yang jelas, memang luas tidak terkira.
"Orang tua saya bilang rumah ini hadiah untuk ditempati saya setelah menikah. Makanya saya nggak tempati sekarang," beber Belva.
"Terus kenapa nggak cari calon istri?"
"Dulu udah." Belva tertawa kecil, teringat momen mengajak Kissy ke rumah ini dengan niat baik. Di atas jembatan ini pula Belva berbincang dengan Kissy seperti yang dia lakukan sekarang. "Waktu itu saya ajak Kissy ke sini. Saya udah lamar dia. Kebetulan ada laki-laki lain juga yang melamar Kissy. Ini sebelum dia nikah sama suaminya yang sekarang. Kissy bilang mau nerima saya, eh, ujungnya nikah sama yang lain. Jadi kalau disuruh cari, udah saya lakukan cuma nggak berjalan lancar."
"Kamu cinta banget, ya, sama dia?"
"Iya. Jauh sebelum pacaran sama Miawly, saya suka sama Kissy. Tapi pas tahu Kissy pacaran sama yang lain, saya move on. Dan ternyata, sebelum saya pacaran sama Miawly, setelah dia putus, dia mulai tertarik sama saya. Ya, gitu. Ujungnya kami nggak bisa sama-sama. Saya udah mencintai yang lain, akhirnya dia pun sama Hotelio. Sampai akhirnya perasaan saya untuk dia muncul lagi setelah kami sama-sama single. Gitu, deh," jawab Belva setengah terkekeh. Meratapi nasib sedihnya yang kurang beruntung dalam percintaan.
"Apa dia cinta sama kamu? Pernah bilang nggak dia cinta sama kamu?" Milky penasaran. Kisah yang satu ini cukup menarik perhatian dan mengganggu pikiran.
"Pernah." Senyum di wajah Belva terbit. Tipis sekali. Memandangi Milky, dia menambahkan, "Tapi nggak lama setelah pengakuan cinta dia di sini, dia nikah sama yang lain. Sialnya, saya sakit pas dia nikah jadi nggak bisa hentiin pernikahan itu. Kurang beruntung."
"Do you still love her?"
"Menurut kamu?"
"Masih cinta." Milky menjawab asal tebak. "Kamu ajak Kissy ke sini, kamu lamar dia, dia balas perasaan kamu. Ini semacam bittersweet relationship."
"Then tell me. Do you love me, Milk?"
Milky tersentak. Kaget dengan pertanyaan yang dilayangkan padanya. Laki-laki itu terkekeh, lantas mengusap kepalanya. "Ini saya bahas kamu sama Kissy. Kenapa kamu malah nanya?"
"Memangnya nggak boleh nanya?" Belva menaikkan pandangannya ke atas langit. Untungnya ada pohon tabebuya yang menjadi payung terbaik jadinya tidak silau terkena sinar matahari. "Perasaan saya buat Kissy udah sirna. Entah gimana caranya hilang, yang saya tahu, itu semua setelah saya berusaha merelakan dan ikhlas. Habis itu ketemu kamu mulu yang lucu jadi makin bisa lupain Kissy, deh."
"Apa kamu yakin sama perasaan kamu untuk saya? Beneran cinta? Atau, saya cuma jadi pelampiasan untuk lupain Kissy?"
"Pelampiasan?" Pandangan Belva kembali tertuju pada Milky. Menatapnya dengan serius diikuti senyum tipis. "Saya bukan tipe yang mudah ragu sama perasaan sendiri. Kalau saya cinta, saya pasti tunjukkin. Kalau nggak tertarik, saya juga akan tunjukkin. Dibilang pelampiasan tentu aja salah. Saya tulus mencintai kamu, Milky. Saya mau kamu jadi pendamping saya, tapi itu udah nggak mungkin sekarang. Intinya saya nggak menjadikan kamu pelampiasan. Perasaan saya untuk Kissy udah hilang."
Milky memandangi Belva. "Apa yang kamu lihat dari saya? Kamu nggak nyesal cinta sama perempuan kasar seperti saya?"
"Banyak hal. Mungkin bagi kamu, kamu cuma perempuan nyebelin, kasar, dan tempramen. Tapi bagi saya, kamu perempuan yang bisa menyadarkan saya akan beberapa hal. Contohnya soal keluarga. Kamu nggak tahu seberapa besar dampak kehadiran kamu di hidup saya." Suara Belva sedikit lebih berat, menyiratkan keseriusannya.
Bersamaan dengan pandangan yang saling mengunci, angin berembus menerbangkan bunga tabebuya. Kelopak kuningnya berjatuhan, tertinggal di atas rambut Milky yang panjang.
Belva menyingkirkan kelopak bunga dari atas rambut Milky, sambil terus tersenyum. "Tapi berhubung kamu udah menemukan tempat terbaik untuk menetap, saya cuma bisa mendoakan yang baik-baik. Kebetulan juga kamu ajak ketemu, saya mau kasih hadiah." Dia merogoh saku celananya, meraih tangan Milky, lantas meletakkan di atas telapak tangan Milky hadiah yang dipersiapkan olehnya. "Ini hadiah dari saya untuk kamu dan Sunday. Bahagia selalu dan langgeng. Saya menunggu cerita-cerita indah kalian berdua."
Milky menurunkan pandangan, mengamati kunci mobil yang berada di atas telapak tangannya. Mendengar ucapan Belva, hatinya sedih. Kenapa dia tidak rela? Lalu, pandangannya kembali tertuju pada Belva.
"Mobilnya udah ada di parkiran penerbitan kamu jadi bisa kamu bawa pulang nanti. Saya nggak tahu kamu suka atau nggak, semoga ini bisa jadi transportasi terbaik untuk kalian. Pergi dari satu tempat ke tempat lain bersama-sama. Jangan nangis lagi seperti waktu itu. Kamu harus bahagia sekarang, Milk." Senyum di wajah Belva tertarik semakin lebar. "I'm happy for you, Milk."
Milky tidak mengatakan apa-apa. Bibirnya terkatup. Namun, mata terus memandangi Belva. Laki-laki itu tersenyum, seolah merelakannya memilih yang lain.
"Yuk, masuk. Saya udah minta Mbak Asri siapin makan siang," ajak Belva seraya mengacak-acak rambut Milky. Kemudian, dia melewati sedikit tubuh Milky agar kembali memandu.
"Kenapa kamu nggak egois? Kenapa nggak sedikit lebih serakah? Bukan seharusnya kamu begitu kalau menyangkut perempuan yang kamu cintai?" Milky mulai bersuara setelah cukup lama diam.
Langkah Belva terhenti, segera berbalik badan setelah mendengar pertanyaan yang dilayangkan padanya. Milky ikut berbalik badan, menatap Belva dengan penasaran.
"Egois dan serakah?" Pelan-pelan Belva memotong jarak di antara mereka. "Kalau saya begitu, apa akhirnya kamu akan memilih saya? Apa kamu akan meninggalkan Sunday?"
Tidak ada balasan. Bibir Milky terkatup seperti sebelumnya. Hanya pandangannya yang terus bergerak mengikuti gerakan bola mata Belva.
"Sebelum saya makin berharap, lebih baik obrolannya kita udahin." Satu tangan Belva bergerak jahil mencubit hidung mancung Milky, mengakhirinya dengan melempar senyum dan usapan kepala pelan di kepala Milky. "Kalau kamu bahagia sama Sunday, jangan ragu untuk terus memilih dia. Jangan pedulikan perasaan saya. Kamu berhak bahagia dengan siapa pun meski bukan dengan saya. Cinta nggak selamanya harus berbalas, kan?"
Sebelum jadi panjang, Belva menunjuk jalan menuju rumah. "Ayo, kita masuk ke dalam, Ratu."
"Kalau saya cinta sama kamu, gimana?"
Senyum di wajah Belva tetap ada. Tidak surut sedikit pun. "Kalau kamu cinta sama saya? Tentu aja saya bahagia. Itu berarti kita berada di kapal yang sama. Tapi..." Kata-katanya tertahan, senyumnya sedikit hilang. "Kalau kamu mencintai saya, kamu nggak akan pernah ragu memilih saya. Itu aja. Kalau ragu, kamu belum sepenuhnya mencintai saya," lanjutnya pelan.
Belva mencubit hidung Milky sebelum berbalik badan. "Yuk, ah. Saya lapar. Kamu juga lapar, kan?"
Milky tidak menjawab, mulai mengikuti dari belakang. Mungkin nanti dia akan membahas masalah ini dengan Belva. Sekarang lebih baik menikmati momen kebersamaan mereka dan melupakan sejenak pertanyaan demi pertanyaan memusingkan yang mengisi kepala.
☕☕☕
Milky tidak menyangka saat beberapa sepupu Belva datang untuk bermain. Mereka tahu Belva sedang ada di rumah ini jadinya menyusul. Belva sempat tidak mau menerima kedatangan sepupunya, tapi Milky tidak enak sehingga membiarkan sepupunya Belva untuk datang.
"Wah ... gue pikir siapa yang lagi sama Belva di sini. Ternyata Bu Milky." Partikel menyapa dengan senyum penuh arti. "Apa ini artinya Bu Milky batal nikah dan melipir ke Belva, Bu?"
Belva memukul pundak Partikel untuk diam sebelum kena pukul Milky. "Jangan buat gosip yang nggak-nggak, deh."
"Saya lagi bahas bisnis sama Belva," alasan Milky.
"Bisnis apa yang sampai mampir ke rumah spesial ini, Bu? Hampir nggak ada perempuan yang datang ke sini kecuali sepupu. Eh, tapi yang pertama datang mah Kissy nggak, sih, Bel?" Partikel mencoba mengingatkan kembali, takut dia salah.
"Lo berisik, deh. Ganggu orang aja," celetuk salah satu sepupu Belva yang baru saja muncul.
"Lho? Kok, tumben lo ikut datang?" Belva bertanya tidak percaya. Melihat sepupunya yang satu itu, buru-buru dia menutup mata Milky. "Nggak boleh lihat, Milk. Sepupu saya yang ini matanya suka kedip-kedip nggak kekontrol."
"Oh, ya? Tapi nggak sopan kalau kamu begini," balas Milky mencoba menurunkan tangan Belva dari matanya. Namun, Belva tetap menutup matanya, tidak mau menarik tangan.
Partikel tertawa terbahak-bahak sampai perutnya sakit. "Haha ... sialan. Lo takut Bu Milky naksir sepupu kita yang paling ganteng sepanjang keturunan keluarga Russell, ya?"
Belva tidak mau mengakui meskipun dalam hati mengiakan. Sepupunya yang paling jarang ikut kumpul berwajah sangat tampan. Jangankan anak muda, tante-tante, nenek-nenek pun bisa jatuh cinta. Uniknya, sepupunya yang sering mendapat pujian 'rupawan' tiap detik, tidak pernah berpacaran dengan siapa pun. Lebih tepatnya tidak tertarik pada perempuan atau laki-laki.
"Kenapa lo datang segala, Ba? Mulai gabut kerja mulu?" tanya Belva.
Partikel masih tertawa terbahak-bahak. "Sialan. Sepupu mau main malah kesannya lo nggak senang. Bu Milky nggak mungkin naksir lah. Gantengan lo, Bel."
"Tahu, nih. Memang dipikir saya suka sama orang lihat mukanya doang kali?" Kali ini Milky berhasil menarik tangan Belva hingga dapat melihat sosok yang ada di depan mata selain Partikel. "Gila, ganteng amat," gumamnya spontan. Terkagum-kagum memandangi keindahan ciptaan Tuhan.
Belva menoleh. "Tuh, kan. Milky mah pecinta cogan." Lantas, dia membalik tubuh Milky agar tidak melihat sepupunya lagi. "Sana lo kalau mau main, Ba. Huss! Hussss!"
Partikel geli sendiri. "Duh, Bel. Calon istri orang juga. Kalau pun naksir, kenapa lo yang panik? Memang, sih, kalau sama Sunday mah gantengan sepupu kita."
"Ya ... biar ... ehem!" Belva kelupaan. Dia belum cerita sudah jatuh cinta sama Milky. Guna menghindari kecurigaan gila Partikel, dia memberi alasan, "Gue melindungi Milky supaya nggak melenceng dari Sunday."
Namun, yang dibicarakan malah mencuri-curi kesempatan selagi Belva bicara. Milky menoleh ke belakang lewat celah tubuh Belva untuk memandangi sosok rupawan tersebut. Milky penasaran. Apa benar laki-laki itu suka kedip-kedip tidak terkontrol? Tapi boro-boro kedip-kedip. Laki-laki itu malah tenang dan santai. Wajahnya sungguh ciptaan yang paling sempurna. Kalau sama Belva mah jelas Belva kalah.
"Ya, Tuhan ... ganteng amat. Manusia, tuh?" gumam Milky pelan.
Belva menyadari kelakuan Milky. Dia buru-buru menarik Milky agar berdiri tegap dan tidak mengintip.
"Bu Milky, nih, saya kenalin sama sepupu saya yang paling ganteng sejagat raya." Partikel menarik sepupunya sampai berdiri di hadapan Milky. Satu tangannya menepuk sang sepupu dan melanjutkan, "Ini sepupu saya namanya Baptiste Augren Russell." Lantas, dia menunjuk Milky sebagai balasan. "Ba, ini bos gue namanya Milky Atmaja. Gue suka manggilnya Bu Milky."
Baptiste mengulurkan tangannya. Tersenyum hingga menunjukkan senyum manisnya yang menawan. "Halo, Milky. Saya Baptiste. Salam kenal."
Milky tertegun sebentar sebelum akhirnya bergumam spontan. "Gila, ya. Suaranya aja seksi."
Belva cuma bisa pasrah. Ini alasan dia malas mengajak Milky kalau keluarga Russell kumpul semua. Ada Baptiste yang paling menggoda, rupawan, seksi, dan sempurna. Bahkan suaranya saja seksi!
Milky berdeham pelan. "Ha-halo. Saya Milky. Salam kenal juga, Baptiste." Saat hendak mengulurkan tangan, ada Belva yang mewakilkan. Milky pun protes dengan memelototi Belva.
"Milky alergi sentuhan, Ba. Udah gue wakilin," serobot Belva.
"Kamu alergi sentuhan, Milky?" tanya Baptiste pura-pura sok akrab. Sengaja.
"Nggak, kok. Tangan saya--"
"Iya, Bu Milky alergi. Jangan manggil Milky, panggil Bu Milky," potong Belva seraya membekap mulut Milky, menyudahi obrolan agar tidak berlanjut.
Baptiste mengangguk kecil. "Ya udah, gue mau ke danau. Partikel bilang mau mancing. Nggak tahu apa yang dipancing."
Milky buru-buru menarik tangan Belva dari mulutnya, lalu menyahuti, "Pancing hati saya aja, Baptiste." Dia sengaja melakukannya agar Belva semakin cemburu.
"WHAT?!" Belva terperanjat kaget. "Astaga! Ingat Sunday, Milk, ingat. Mau nikah juga."
"Dadah, Baptiste." Milky berpura-pura bercentil ria dengan tersenyum lebar dan melambaikan tangannya. "Nanti kalau jatuh kabarin saya, ya. Saya siap bantuin, kok."
Partikel tertawa sepanjang jalan, sedangkan Baptiste cuma senyum dan balas melambaikan tangan agar Belva cemburu. Belva bersedekap di dada, memandangi Milky dengan tatapan tidak percaya.
"Bisa-bisanya kamu godain laki-laki lain padahal udah punya Sunday. Saya aduin, nih," ucap Belva.
"Bilang aja kamu yang cemburu," balas Milky dengan senyum jahilnya.
"Iya, saya cemburu. Kalau lawannya Baptiste, siapa yang nggak ketar-ketir, Milk? Saya yakin Sunday juga panik kalau lihat sepupu saya ganteng kebangetan itu."
Milky menahan tawa. Hiburan sekali melihat Belva sewot dan cemburu. Biasanya dia yang cemburu dan panas melihat Belva dengan perempuan lain. Kali ini dia bisa melihat Belva cemburu. Mana mencemburui sepupu sendiri.
"Baptiste umur berapa, Mas? Single, kan? Apa saya nggak usah sama Sunday terus pilih Baptiste aja, ya?"
"Ya, mending pilih saya, Milk. Saya ada di depan mata kamu, lho. Kenapa harus melipir milih Baptiste coba?" Suara Belva semakin terdengar sewot. Baru juga begini, dia sudah menunjukkan kecemburuannya secara terang-terangan.
Milky ingin tertawa, tapi dia menahan diri. Namun, dia tidak bisa berhenti gemas dengan Belva. Saking gemasnya, dia mencubit pipi Belva sambil tersenyum. "Lucu amat."
"Siapa yang lucu? Baptiste? Bukan, kan? Saya, kan, yang lucu? Ya, kan--"
"Dasar. Untung saya cinta," potong Milky pelan. Kalimat terakhirnya sangat pelan.
"Apa? Kamu bilang apa?" ulang Belva tidak mendengar jelas.
Milky menggeleng. "Saya mau samper Baptiste, ah. Mau tahu dia lagi apa."
Ketika Milky sudah berbalik badan dan berjalan beberapa langkah, pergelangan tangannya tertahan dengan tangan Belva. Mau tidak mau Milky menoleh. Tidak sempat bertanya, Belva menariknya pergi meninggalkan rumah.
"Kita makan di luar aja," ajak Belva panik.
Milky tidak menolak, mengikuti Belva dari belakang. Laki-laki itu memegang pergelangan tangannya dengan hati-hati, tidak terlalu kencang. Melihat Belva cemburu justru membuat Milky semakin senang dan ingin menggoda laki-laki itu. Sekarang dia jadi tahu, dia semakin ingin bersama Belva. Bukan sebatas satu menit atau seharian, melainkan selamanya. Milky tidak perlu menghabiskan waktu dengan Sunday, dia sudah tahu jawabannya.
☕☕☕
Jangan lupa vote dan komen kalian🤗🥰
Follow IG: anothermissjo
Ihiw! Baptiste bakal jadi pemeran utama salah satu ceritaku yang coming soon setelah cerita Milky selesai hehe Daaaaan tentu saja Baptiste akan berpasangan dengan salah satu keturunan keluarga Aditama, yang mana sepupunya Wilmar. (Kalo baca Indonesia Mencari Jodoh, Laciara, dan My Boss's Baby pasti kenal Wilmar lah~~)
Meet Baptiste! >_<
Maap ye, Belva, ini sepupunya emang ganteng :")
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro