Shots - 12
Yuhuuu update ^^
Mau double update nggak? :3
Yuk komen sampai 40. Nanti kalau tercapai, aku update lagi '-')b Biar akunya juga mangat wkwk
#Playlist: Gaho - Running
•
•
Suasana kedai kopi utama dan pertama yang Belva miliki sedang ramai pengunjung. Kedai kopi yang diberi nama Twone––yang terdiri dari singkatan Two and One––memiliki arti tanggal dan bulan kelahiran ibunya Belva.
Di dalam kedai kopi ada beberapa selebgram yang datang, ada reviewer minuman, pokoknya macam-macam. Belva setidaknya berterima kasih kepada Hotelio yang sudah berjasa bantu promosi kedai kopinya secara tidak langsung. Setelah kedatangan Hotelio, artis-artis lain ikut menampakkan diri. Bahkan ada beberapa yang menjadikan kedai kopinya tempat meeting dan acara ulang tahun.
Belva meninggalkan posisi di depan untuk mengajari salah satu pegawai baru di ruangan khusus penyimpanan stok bahan makanan. Pegawai baru tersebut menggantikan pegawai yang baru saja resign. Tugasnya mencatat bahan-bahan yang perlu dibeli dan menghubungi supplier nantinya.
Sebenarnya yang mengajari pegawai baru ada Sinta, pegawai terlamanya. Berhubung Sinta sakit, Belva turun tangan. Lain cerita soal buat kopi dan kue. Belva terbiasa mengajari secara langsung. Sebelum membuat kedai kopi, Belva ambil kelas bikin kue dan membuat kopi. Tidak serta merta langsung andal. Perlu dua tahun untuk Belva bisa mengasah kemampuannya menjadi lebih baik. Bahkan sekarang pun Belva masih suka mengikuti dua kelas itu untuk terus mengasah kemampuannya.
"Pak, maaf ganggu. Stok kopi dan gula udah menipis. Kemarin Pak Belva bilang mau beli. Apa memang udah beli, Pak?" tanya Aru, salah satu pegawai.
Belva menoleh ke samping. "Risa udah pesan, kok. Minggu ini datang."
"Baik, Pak. Oh, iya, tadi sepertinya ada yang nanyain Bapak."
"Nanyain saya? Siapa?"
"Sebentar. Mukanya cantik, sih, tapi udah nenek-nenek kayaknya. Eh, tapi nggak ada keriput sama sekali. Mukanya masih kencang gitu. Nenek-nenek atau tante-tante, ya?" Aru tidak yakin dengan penglihatannya.
"Masih di sini?"
"Iya, Pak. Barusan beli kopi sama strawberry cheesecake."
"Duduknya di mana? Coba saya lihat. Mungkin saya kenal."
"Di dekat jendela, Pak. Meja nomor delapan." Aru memberi tahu.
"Oke, kalau gitu saya tinggal bentar, ya. Kamu bisa gantiin saya jelasin jobdesk Anisa, kan? Saya udah jelasin semuanya, tinggal dikasih tahu aja tempat-tempatnya di mana."
"Bisa. Gancil, Pak." Aru mengacungkan ibu jarinya.
"Ya udah, saya tinggal dulu."
Belva bergegas keluar ruangan. Dia mengamati meja nomor delapan yang dibicarakan Aru. Walau cuma melihat dari jarak jauh, Belva langsung tahu kalau sosok yang duduk di sana adalah Oma Aya. Tanpa pikir panjang Belva menghampiri untuk menyapa.
"Siang, Oma," sapa Belva ramah.
Oma Aya menoleh. "Kopi kamu nggak enak."
Meskipun kaget, Belva tetap tenang. Malah dia terkekeh. "Mungkin Oma nggak suka kopi yang dipesan. Biar saya bawain kopi terenak yang jadi maskot di sini buat Oma."
"Saya mau kamu yang buat, bukan barista kamu."
"Iya, Oma. Saya yang buat khusus Oma. Tunggu sebentar, ya, Oma."
Belva meninggalkan Oma Aya sendirian. Takut Oma Aya bosan, Belva meminta pegawainya menyuguhkan kue kering yang tidak manis khusus orang tua. Di kedai kopi Belva ada camilan khusus itu, karena Belva teringat ibunya yang tidak begitu suka manis.
Di tengah kegiatannya membuatkan kopi khusus, ada beberapa perempuan yang memotret Belva dan berjingkrak riang memandangi Belva sedang berada di belakang mesin pembuat kopi. Belva tidak menggubris panggilan-panggilan genit yang diarahkan padanya. Belva mengerahkan seluruh fokusnya pada kopi untuk Oma Aya. Takut Oma Aya tidak suka.
Beberapa menit sibuk, akhirnya Belva berhasil menyelesaikan. Dia membuatkan Oma Aya kopi yang paling diminati. Sambil tersenyum, Belva menyajikan satu cup kopi di depan Oma Aya.
"Ini produk paling best seller, Oma. Silakan dicicipi," ucap Belva.
"Iya," sahut Oma Aya jutek.
"Tapi hati-hati Oma, masih terlalu hangat."
"Cerewet, ya. Saya juga tahu."
Belva tetap mempertahankan senyumnya. Walau Oma Aya memasang wajah jutek, nada bicaranya tidak sesinis kemarin. Hari ini sedikit lebih hangat walaupun sebenarnya masih jauh dari kata hangat.
Saat Oma Aya memegang cup kopi, dia merasa sedikit berbeda. "Kenapa ini lebih tebal dari yang saya pegang tadi? Ada bedanya?"
"Saya tambahin penahan panasnya supaya tangan Oma nggak kepanasan. Biarpun satu aja cukup, tapi kadang masih ada yang nggak tahan panasnya. Jadi saya tambahin," jelas Belva.
Oma Aya ber-oh-ria. Dia meneguk kopinya pelan-pelan setelah kepulan berkurang. Berbeda dari sebelumnya, kopi buatan Belva jauh lebih enak. Oma Aya memang lebih suka minum kopi jadi tahu mana saja kopi yang pas di lidah dan kurang enak. Bagi pecinta kopi seperti dirinya, Oma Aya sudah mencicipi beraneka ragam kopi dari berbagai belahan dunia. Anehnya, kopi buatan baristanya Belva tidak seenak buatan Belva. Oma Aya jadi bertanya-tanya, apa Milky bisa membuatkan Belva kopi seenak ini?
"Gimana Oma? Enak nggak?" Belva harap-harap cemas.
"Nggak. Enakan buatan barista kamu," elak Oma Aya masih jutek. Tidak mau mengakui enaknya kopi buatan Belva. Bukan gengsi, dia tidak mau Belva gede kepala. "Gimana, sih, masa kalah sama barista sendiri?"
"Terkadang pegawai bisa lebih pintar dari yang punya, Oma." Belva menggaruk tengkuk lehernya sambil cengengesan. "Kalau begitu saya akan berlatih tiap hari supaya bisa buatin Oma kopi yang enak. Kalau nggak keberatan, boleh saya kirimin bubuk kopi untuk Oma seduh di rumah? Ya, biar Oma cicipi mana yang lebih enak."
"Boleh."
Belva tersenyum lebih lebar. "Oke, nanti saya bawain. Oma mau cicipin sandwich buatan saya sekalian nggak? Atau, nasi goreng? Jadi biar Oma tahu kalau saya ingin menjadi suami yang baik untuk Milky."
Oma hanya berdeham. Kemudian, pandangannya beralih pada perempuan yang berdiri di samping meja. Perempuan itu tampak memperhatikan Belva dengan senyum lebar dan menyodorkan ponselnya.
"Pak Belva, boleh nggak saya minta nomornya?" tanya perempuan itu.
"Buat bahas bisnis, ya? Kalau bahas bisnis, kamu bisa minta kartu nama sama kasir. Nanti ada nomornya. Kamu bisa hubungi ke sana," jawab Belva.
"Nomor telepon pribadi Pak Belva, bukan bahas bisnis." Perempuan itu menggigit bibir bawahnya sambil memainkan rambutnya yang panjang dengan tatapan menggoda. "Ya ... buat disimpan aja. Siapa tahu nanti bisa jalan bareng."
Oma Aya berdecak. Mengamati perempuan centil itu dengan muak. Sudah begitu melihat Belva sok polos. Bikin tambah kesal. Saat dia akan bersuara, dia lebih dulu mendengar Belva memberi jawaban.
"Maaf, ya, saya udah punya pacar. Saya nggak bisa kasih nomor saya sembarangan," tolak Belva.
"Punya pacar? Dari kapan? Kata Mbak Sinta, Pak Belva jomlo. Kok, tiba-tiba punya pacar?" gerutu perempuan itu.
Belva hampir saja memasang wajah kaget. Pegawainya benar-benar, ya. Kalau ketahuan dia cuma jadi pacar pura-pura Milky, bisa jadi dibenci Oma Aya beneran. Untungnya dia pintar mengontrol ekspresi jadi tidak akan ketahuan sedang berbohong.
"Udah lama, sih, tapi nggak ada yang tahu makanya Sinta bilang gitu. Pacar saya penulis. Mungkin kamu mau baca novelnya?"
Perempuan itu mendengkus kesal. "Nggak, deh." Lalu, dia berbalik badan meninggalkan Belva begitu saja tanpa pamit.
"Itulah yang terjadi kalau kamu terlalu ramah jadi laki-laki," mulai Oma Aya. "Kok, bisa Milky jatuh cinta sama laki-laki seperti kamu? Terlalu ramah. Yang ada banyak perempuan pengin nemplokin. Sunday aja nggak seramah kamu."
"Oma!"
Panggilan yang cukup nyaring itu membuat Belva dan Oma Aya menoleh. Mereka mendapati Milky berlari mendekat.
"Oma ngapain, sih, ke sini? Ganggu Belva aja, deh," omel Milky dengan napas terengah-engah.
"Justru kamu harus berterima kasih sama Oma. Kalau Oma nggak ke sini, ada banyak perempuan nempelin pacar kamu. Lagian punya pacar jangan kelewat ramah dan ganteng. Cari yang serba pas-pasan aja," balas Oma Aya tak kalah sewot.
"Hah?" Milky menatap sang nenek dengan bingung.
Oma Aya bangun dari tempat duduknya seraya menenteng cup kopi. "Udah jam makan siang, kan? Ayo, makan siang bareng. Oma lapar."
"Nggak mau makan di sini aja, Oma?" tawar Belva.
"Nggak. Makanannya pasti nggak enak," tolak Oma Aya.
"Kalau gitu tunggu dulu, saya mau bawain kopi bubuk untuk Oma."
"Nggak usah," tolak Oma Aya.
"Cobain dulu baru ngomong, Oma," sela Milky.
"Udah jangan berisik, deh. Ayo, pergi." Oma menarik lengan Milky agar segera pergi bersamanya.
"Belva nggak diajak, Oma?" tanya Milky.
"Nggak usah. Biar dia urus perempuan-perempuan gatel aja," jawab Oma Aya.
"Oma kenapa, sih? Cemburu Belva disemutin perempuan?"
"Mana ada! Gila kamu, ya."
"Ya, lagian sewot. Kenapa coba begitu? Nggak jelas," dengkus Milky.
Belva tertawa kecil mengamati dua orang itu yang sudah pergi berlalu. Keduanya sama-sama keras kepala. Saling sewot-sewotan, tapi diam-diam saling perhatian. Buktinya Milky merangkul pundak neneknya dan beberapa kali menarik neneknya agar tidak tertabrak tubuh lain. Pemandangan itu membuat Belva tersenyum lega. Syukurlah keduanya masih bisa akrab meski saling ngotot-ngototan.
☕☕☕
Setelah mendapat kabar dari neneknya yang sesuka hati datang ke kedai kopi utama Belva, dia sedikit was-was takut Belva tidak berpura-pura lagi menjadi kekasihnya. Namun, ternyata Belva masih berperan baik sebagai kekasihnya. Milky berterima kasih kepada Belva.
"Kamu udah mantap mau sama Belva?" tanya Oma.
Milky tersentak. Hampir saja dia tersedak ayam yang sedang dikunyah. "Iya, Oma."
"Belva selalu seramah itu sama perempuan? Kamu nggak bilangin sama dia untuk lebih jutek sedikit?"
Milky bingung menjawabnya. Yang dia ingat, Belva memang ramah. "Uhm ... ya ... kalau sama yang lain jutek, kok. Kenapa, sih, Oma mikir begitu? Memangnya tadi Belva ramah sama perempuan?"
"Iya. Dia masih bisa senyum pas nolak ajakan pergi perempuan asing."
Milky sudah tidak heran. Tidak di kedai kopi penerbitan, tidak di kedai kopi utama, Belva banyak disemutin perempuan. Sudah mirip gula saja.
"Besok suruh Belva ke rumah kita. Oma perlu bicara sama dia."
"Bukannya Oma minta hari ini Belva datang ke rumah?"
"Nggak perlu. Oma udah ketemu tadi."
"Oke, Oma."
Oma Aya memperhatikan sang cucu. Milky tenang-tenang saja mengunyah ayam. "Kamu nggak jadiin Belva pelampiasan kamu, kan?"
Milky menghentikan kegiatannya, menatap neneknya dengan terheran-heran. "Pelampiasan? Nggak, Oma. Kok, bisa berpikir begitu?"
"Soalnya kamu kelihatan cinta banget sama Sunday. Bahkan kemarin aja bahas Sunday di depan Belva. Kamu nggak mikirin perasaannya?"
Milky diam membeku. Jelas dia bisa sesuka hati membahas Sunday karena Belva bukan kekasih aslinya. Kalau neneknya tahu dia bohong, habis sudah. Jangankan Belva dibenci, sudah pasti Oma akan bikin hidup Belva tidak tenang karena sudah berani membohongi. Milky tahu watak neneknya.
"Nggak, Oma, tenang aja," jawab Milky akhirnya.
Oma Aya tidak bicara lagi. Kembali melanjutkan makan siangnya. Diam-diam Milky memperhatikan neneknya yang tak berhenti meneguk kopi dari kedai kopi Belva selama mereka makan. Biasanya Oma Aya tidak pernah minum kopi di sela makan siangnya. Namun, hari ini tampaknya berbeda.
"Kopinya enak, kan, Oma?"
"Iya." Oma Aya tersentak begitu sadar jawabannya cukup terang-terangan. "Nggak, biasa aja. Ini Oma habiskan karena sayang," ralatnya kemudian. Kemudian, dia menjauhkan cup kopinya agar tidak ketahuan menyukai kopi buatan Belva.
Mau mengelak seperti apa, Milky bisa melihat neneknya menyukai kopi itu. Kedua sudut bibir Milky tertarik sempurna, hampir menertawakan neneknya yang tengah berpura-pura. Dia senang neneknya mulai menyukai Belva. Tunggu, tunggu. Kenapa dia harus senang? Belva bukan kekasih aslinya. Harusnya dia sebal. Waktu sama Sunday, neneknya tidak seperti ini. Sungguh pilih kasih. Padahal kalau dari segi keluarga, Sunday jauh lebih unggul karena tidak ada celah untuk dihina-hina neneknya. Dari segi pekerjaan juga Sunday lebih unggul.
Ah, sial. Kenapa dia malah jadi melupakan Sunday?
☕☕☕
Jangan lupa vote dan komentar kalian🤗❤
Follow IG: anothermissjo
-
Cerita ini merupakan project kolaborasi dengan genre Komedi Romantis. Nama serinya: #BadassLove yang digawangi 3 wanita super badass, namun berhati baik. Berikut judul dan penulisnya:
#1 Lose The Plot oleh sephturnus
#2 Round The Bend oleh azizahazeha
#3 Call The Shots oleh anothermissjo
Salam dari Milkyyyy<3<3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro