2. Neon Light on Fire
Sena bersyukur sinar mentari hari ini tak begitu terik, mengingat ia berkunjung di jam satu siang. Di sana hanya ada Sena seorang diri dengan tangan menggenggam dua tangkai bunga matahari.
Wanita bertopi besar itu melepas kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya, lalu bergerak meletakkan kembang kuning oranye tersebut di atas tempat peristirahatan abadi kedua orang tuanya. Makam William dan Vivian yang berdampingan.
“I miss you, Mom… Dad…,” hela Sena berat. “So much.”
Ia menunduk dalam sembari memanjatkan doa.
Belakangan Sena menjadi sering menyambangi ayah dan ibunya.
Bagai orang sekarat yang hendak menemui ajal, akhir-akhir ini kilas balik perbuatan kejinya di masa lalu berputar jelas dalam memori. Tak jarang menganggu kedamaian Sena saat tidur. Mulai dari mengancam, menyiksa, sampai mengirim nyawa orang lain secara paksa kepada Sang Pencipta.
Wanita berdarah dingin itu masih mengingat jelas bagaimana dirinya bisa tercebur dalam lumpur dosa tersebut. Nyawa pertama yang melayang karenanya tak lain adalah pengawal pribadinya. Bermodalkan Colt 1911 pemberian Rio yang selalu dibawa, Sena resmi jadi pembunuh amatir di usia 13 tahun ketika melindungi diri dari aksi pemerkosaan sang pengawal yang selama ini dendam pada William.
Menjadi kaya bukan berarti masalah hidup musnah. Justru sebagai keluarga pengusaha sukses, Sena hidup dalam tekanan tak berujung.
Semasa orang tuanya hidup, Wiliam dan Vivian selalu menaruh harapan tinggi pada Sena. Nilai akademis harus sempurna dan ia diharamkan membuat kesalahan.
Tidak, Sena tidak pernah marah dengan tuntutan kedua orang tuanya. Sekarang ia justru paham, jika menjadi pintar adalah sebuah keharusan kalau ingin bertahan hidup dalam keluarga Ginevra.
Sepeninggal William dan Vivian, sang paman— Rio pernah mengatakan jika kehidupan di dunia ini terlalu menyeramkan untuk orang-orang lemah dan lelaki gila itu tak ingin Sena tumbuh menjadi perempuan lembek. Apalagi setelah menjadi yatim piatu.
Rio memberikan segala hal yang Sena butuhkan untuk lebih berkembang. Bermacam les keterampilan ia coba demi menemukan di mana bakat keponakannya. Bagai mendapat durian runtuh, darah daging Vivian itu ternyata memiliki potensi dalam bidang tembak-menembak.
Sudut bibir Sena tanpa sadar terangkat membentuk senyum tipis. Sadar seberapa besar jasa Rio atas pembentukkan karakternya selama ini.
“Now i'm a monster, Mom… Dad… he made me like this," gumam Sena nyaris berbisik.
Gesek dedaunan kering dari arah samping menyadarkan lamunan Sena. Ada sosok lain yang mendekat. Buru-buru ia kembali memakai kacamata dan kian menurunkan ujung topi untuk menutupi wajah sebelum bergegas pergi.
Dulu tak banyak yang mengetahui rupa dari anak-anak Wiliam guna melindungi privasi. Sena dan Siera terbiasa disembunyikan. Bahkan sampai sepeninggal orang tua mereka.
Menurut Rio, akan lebih mudah bagi Sena menjalankan tugas jika orang-orang tak menyadari siapa wanita itu sebenarnya.
Di belakang sana, seseorang itu terus memperhatikan punggung Sena yang kian menjauh. Menggiring kepergian wanita ber-dress kuning neon tersebut.
“Kostum yang aneh.”
🌶🌶🌶
“Jonathan, brengsek!”
Gendang telinga Jonathan berasa akan pecah ketika mendengar teriakan seseorang di ujung sana. Ditambah lagi dentum musik berisik dari DJ di lantai bawah terdengar jelas sampai ke tempatnya.
"Jadi apa? Tumben ikutan nyasar ke sini."
Jonathan menatap malas ke arah Jeffrey yang duduk di sebrang, sedangkan dokter gigi itu menunjuk kesal makhluk di sampingnya.
"Tanya si kampret ini. Dia merengek gak tau malu di depan poli dan menyeret gue ke sini!" ketus dokter gigi itu.
Sementara yang dibicarakan hanya tertawa disela cumbu panasnya bersama seorang wanita bayaran.
Titan melepas pagutan, terkekeh menatap kedua sahabat dekatnya. "Ayolah. This is my birthday!" soraknya riang ikut berjoget sembarang menikmati alunan musik. "Kalian ini terlalu cupu. Terutama kau Jonathan!"
Jonathan mendelik kesal. Namun bibirnya tetap bungkam. Ia tau model berwajah anime itu sudah mulai mabuk.
Titan menarik kerah jaket Jonathan. "Ck! Bersenang-senanglah sedikit kawan. Semenjak istrimu meninggal, kau tidak pernah lagi bermain dengan wanita mana pun!"
"Tidak niat!"
Dengkusan mencemoh itu berasal dari Titan. "Payah! Dasar lelaki setia. Mungkin kau harus menikah lagi," cibirnya. "Ah... tidak. Jangan! Menikah itu merepotkan. Lihat Jeff kita yang malang, dia menderita setelah menikah," racaunya memukul-mukul kepala Jeffrey.
Jeffrey melotot tak terima. "Tutup mulutmu, brengsek! Itu semua juga karena ulahmu!"
"Apa?! Aku berkata benar!"
“Benar apanya?!”
“Kalau Manda lebih mencintaiku daripada kau, suaminya.”
“Diam, Titan!”
“Bagaimana dengan Lana?”
“Ku bilang diam,” ancam Jeffrey mencoba sabar.
“Fine. Lana!” seringai Titan menggembang. Hanya saja tak bertahan lama setelah menerima jitakan gemas Jeffrey.
Lelaki berkulit seputih susu itu mendelik garang. “Berani sentuh dia, kau akan benar-benar mati kali ini!”
Jonathan tertawa menyaksikan perkelahian Titan - Jeffrey yang mirip anjing dan anjing memperebutkan tulang. Hingga mata elang lelaki itu tertarik pada sesuatu mencolok dari lantai bawah. Seorang wanita muda dengan dress mini kuning neon tengah menari dengan gaya gila, seolah tak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitar. Jonathan merasa tak asing dengan sosok tersebut.
"Aku bosan! Aku pulang!" putus Jeffrey hendak bangkit.
"Tidak! Kalian harus temani aku sampai pagi! Carilah wanita mana saja, biar aku yang bayar! Peluk mereka, cumbu mereka sampai puas, lalu—"
"Lalu menidurinya, hingga kau terkena penyakit kelamin dan mati membusuk!" sambung Jonathan berdecih melihat tangan nakal Titan menyelinap masuk ke dalam baju wanitanya dan meremas sesuatu.
"Bagaimana jika kita bertaruh dengan ini!" Titan mengangkat botol beer kosong. "Jika satu putaran tertuju pada salah satu di antara kalian, kita akan pulang. TAPI! Jika botol ini tertuju padaku, maka...,"
Titan tersenyum licik. "Aku akan tunjuk satu wanita dan kalian harus mengajaknya one night stand."
"Fine! Dan sebagai imbalannya, kau harus menjadi model produk terbaru perusahaanku dengan bayaran rendah."
Jeffrey menoleh spontan. Ia tak berniat menabur benih di sembarang rahim, kecuali milik Lana.
"Khusus yang ini, aku tidak perlu dibayar!" celoteh Titan serius.
“Aku gak mau!”
“Haish! Jeffrey cupu,” decak Titan lalu mendengus. “Ya sudah, kau saja Jo.”
“Silakan. Feelingku, kau kurang beruntung malam ini."
“Aku atau kau, kita lihat saja.”
Botol segera berputar. Titan tertawa puas diiringi ejekan menyebalkan setelah botol berhenti tepat kearahnya. Lelaki itu semangat memindai lautan manusia dari lantai dua yang terbuka, matanya tertuju pada satu titik.
Titan menarik Jo dan menunjuk ke bawah.
"Tiduri wanita berbaju norak itu!"
Jeffrey membelalak. Wanita pilihan Titan malam ini terlalu ajaib.
Namun, berbanding terbalik dengan Jonathan yang justru tertawa ringan menyetujui. Seolah lelaki itu sudah biasa meniduri sembarang wanita. Padahal yang paling binal di antara mereka hanyalah Titan.
“Jo,” cegah Jeffrey.
Kepala tampan CEO perusahaan cosmetic itu menoleh. “Santai.”
Tak menunggu lama, Jonathan segera turun menghampiri targetnya. Wanita berbaju norak yang di maksud adalah si kuning neon yang kini terduduk lemas di pinggir panggung disk jockey. Dari lantai atas Titan terus mengawasi.
Sena hendak bangkit, tapi kepalanya berputar hebat setelah nekad menelan satu botol wiski sekaligus. Belum lagi ia malah menggila di dance floor untuk melepas penat.
Ini semua karena Rio yang melarang untuk pulang ke rumah. Sebab biasanya setelah melaksanakan tugas, Sena harus nomaden selama tujuh hari guna meniminalisir dimata-matai balik. Semua dilakukan agar Siera, adik Sena tetap aman.
"Butuh bantuan, Miss?"
Sena mengerjap beberapa kali. Seorang lelaki jangkung dengan sigap menangkap tubuhnya ketika hampir oleng.
"Lepas!" pinta Sena ketus.
Dia sedang tidak niat bermain dengan siapa pun, sebab anak buah Rio pasti tengah mengawasi. Pamannya itu terlalu protektif untuk urusan ranjang keponakannya.
Dari dekat Jonathan yakin jika wanita muda dihadapannya sekarang adalah orang yang sama saat dipemakaman William.
Seketika lelaki itu penasaran, siapa sosok si kuning neon tersebut. Apa hubungannya dengan William dan Vivian.
"Tapi kau terlihat butuh bantuan, Miss. Biarlah aku membantumu."
"Kau ingin membantu atau meniduriku, hm?"
Jonathan sempat terdiam sebelum akhirnya tertawa kecil. "Aku hanya—"
Jari-jari lentik Sena mendarat pada bibir seksi lelaki berkemeja hitam tersebut.
Sudah sejak asal bagian tubuh itu menyita perhatian Sena. Sejenis curly lips dengan bagian bawah tebal yang menggoda untuk digigit.
Dengan sisa kesadaran, Sena menarik kerah kemeja Jonathan dan mendaratkan sebuah kecupan dalam.
"Apa itu cukup, tampan?" Sena bertanya lirih. Kepalanya pusing dan pandangannya semakin buram.
"Ayo aku bantu—"
“Masih kurang?”
“Aku—”
Kedua tangan Sena berpindah memeluk leher Jonathan. "Jadi kau benar-benar ingin tidur denganku?"
Jonathan memang tertarik pada sosok di depannya, tubuh ramping wanita itu tercetak jelas dibalik dress ketat berwarna cerahnya.
Namun, Jonathan hanya berniat pura-pura meniduri agar Titan menjadi brand ambassador produknya dengan harga murah. Lelaki itu sedang naik daun dan pasti akan laku keras.
Belum sempat Jonathan menjawab, bibir seksi Sena lebih dulu membungkamnya. Wanita itu tak segan melumat lembut bagian bawah milik Jonathan dan sesekali mengigit kecil. Tak sampai di sana, dengan nakal Sena menelusupkan lidah ke dalam mulut Jonathan. Wanita agresif itu menarik kedua tangan kekar Jonathan, meletakan di atas pinggang rampingnya.
"Apa kau amatiran? Kenapa diam saja?"
Tangan usil Sena turun ke bagian bahah, lancang meremas gemas pada sesuatu di pangkal paha Jonathan. Cukup membuat lelaki itu kaget, hingga akhirnya merasa tertantang. Titik sensitifnya telah disentuh, maka Sena harus bertanggung jawab karena sudah membangunkan ‘sang adik’.
“Kau nakal sekali, Miss.”
“Aku?” Sena menunjuk diri sendiri. “Salah sendiri tidak balas ciumanku.”
Sekali lagi, Sena meremas kepunyaan Jonathan yang mulai mengeras.
“Miss…”
“Hukum aku,” bisik Sena sensual tepat di telinga Jonathan.
Sepasang netra sayu wanita itu menyorot lekat obsidian elang Jonathan yang menggelap tertutup gairah.
“Hm? Bagaimana?”
“Fine,” balas Jonathan membentuk seringai. "Bersiaplah dengan hukumanmu dan tidak akan ada pengampunan, Miss."
Sena tertawa senang. "Okay. But... call me baby, first."
“Yes, Baby.”
🌶🌶🌶
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro