Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

prolog

Sekitar Tanggal 30 Maret tahun 781 Felix terjadi peristiwa menggemparkan Di wilayah kekuasaan Count Henituse. Sampah terkenal keluarga Count, Cale Henituse mendapat pukulan besar dari seorang pria dengan pedang besar yang bernama Choi Han.

Cale yang saat itu tengah depresi karena mengingat kematian sang ibu menumpahkan emosinya dengan meminum sekitar 15 botol alkohol tanpa henti. Pemuda merah itu menjadi begitu mabuk hingga tak sadar dengan apa yang Dia ucapkan sendiri.

Satu satunya pelayan yang selalu berada disampingnya pergi, sosok ayah yang paling dekat dengannya kini pergi meninggalkannya sendiri. Hanya dia tanpa siapapun, tidak ada ibu, ayah atau siapa siapa. Hanya Dia Dan dirinya, Ya... Intinya Dia sendirian. Terus kenapa?.

Apakah Cale menyesal? Tidak juga. Cale bukannya tidak menyesal, hatinya sesak sedikit tapi cepat menghilang bersama hembusan angin. Lagipula apa pedulinya? Bukankah Biasanya ini yang jadi akhir bagi seorang sampah? Cale sudah tidak perduli lagi dengan dunia, meski dia Mati sekalipun dia tidak perduli. Justru lebih baik jika dewa kematian segera mencabut nyawanya daripada dia hidup tanpa arah seperti ini.

Kembali ke Masa kini, Cale sedang berbaring diatas kasur besarnya dengan luka membiru disekujur tubuhnya. Pupilnya bergetar menahan sakit yang kentara. Yah Dia menolak semua orang masuk sehingga tidak ada yang mengobati lukanya, potion tingkat tinggi yang dibawakan pelayannya Hans juga ia abaikan.

Cale menggerakkan tangannya hanya demi mendapat rasa sakit yang teramat sangat. Nafasnya terengah engah, kepalanya berat dan tubuhnya membiru. Kini sang Tuan muda sampah tengah berjuang keras dengan hidupnya sendiri.

Cale memandang ruangannya yang kosong tanpa suara apapun terdengar dalam radius beberapa meter. Pria muda itu tertawa miris, Bagaimana bisa ia mengharapkan perhatian disaat tidak ada yang perduli akan hidup sang sampah? Bukankah sampah sepertinya lebih baik mati sekarang daripada menghambat saudaranya maju ke posisi penerus?.

'Serius, ini sakit seperti neraka' Batinnya meringis.

Entah apa yang terjadi tetapi hatinya hancur, perlahan liquid bening mengalir dari dua kelopak mata reddish brown miliknya.

'Bahkan setelah ini semua mereka masih tidak memperdulikanku?' Cale menangis dalam diam, merenung meratapi betapa bodohnya ia masih berharap akan setidaknya dijenguk sang ayah tetapi sepertinya lagi lagi harapannya terlalu tinggi untuk tercapai.

Cale masih belum bisa bergerak jadi dia tidak bisa berbuat banyak dengan matanya yang membengkak. Tiga minggu kemudian luka luka Cale sudah lebih baik sehingga ia bisa keluar berjalan dengan kedua kakinya lagi.

Cale tidak pernah keluar mansion lagi, Dia menjadi pendiam dan sedikit trauma dengan tempat lilin. Diamnya pemuda 18 tahun itu mengundang ucapan terimakasih dari penjuru wilayah bagi Pahlawan yang telah membuatnya babak belur hingga hampir tiada.

Tetapi beberapa orang menyadari betapa menyedihkannya Cale hingga akhirnya menyerah pada semua hal, Dia tidak perduli lagi dengan apapun selain fakta kalau ibunda tercintanya selalu memintanya agar hidup sehat Dan ceria sehingga pemuda itu tidak melanjutkan niatnya untuk bunuh diri.

Hari ini, tepat sebulan setelah peristiwa itu terjadi. Ini sudah malam Dan sekarang Cale menghabiskan waktu dengan berada diatas menara yang Ada ditengah tengah rumah kaca milik sang ibunda menikmati hilir mudik hembusan angin meniup rambut merahnya yang kini sedikit lebih panjang dari sebelumnya.

Menara yang dimaksud adalah sebuah bangunan kecil nan tinggi yang berfungsi sebagai tempat menyimpan segala hal yang diperlukan taman atau semacamnya. Dan sekarang anak pemilik rumah kaca ini menjadikan menara sebagai tempatnya merenung selain kamar mendiang sang ibu.

Cale menatap datar kekosongan hampa dibawahnya. Tidak ada siapa siapa, Cale sendiri yang mengusir siapapun yang mendekat selain ahli kebun yang merawat rumah kaca ini. Cale menyukai keheningan ini, Setidaknya tidak ada yang menggunjing atau memakinya disini.

Cale menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan pelan, itu adalah teknik yang ia temukan untuk menekan rasa sakit yang masih terasa sampai sekarang. Cale bangkit sambil menopangkan tubuhnya pada dinding.

Pria muda itu berjalan pelan dengan langkah terseret meninggalkan jejak darah disepanjang jalan. Darah yang mengalir dari tangan kanannya ia abaikan, tidak penting.

This self harm maniac mencoba metode baru menyiksa diri dengan menyayat telapak tangan hingga seluruh lengan kecuali nadi jadi darahnya berceceran dimana mana. Bersihinnya nanti aja, males.

"Meoww Meoww"

Cale menolehkan kepalanya kekanan kekiri mencari sumber suara nyaring tadi.

"Anak kucing? Dimana?" Ucapnya pelan, Cale menajamkan indra pendengarannya lebih lagi, pria muda itu mempercepat langkahnya menuju sumber suara kucing tadi.

"Meoww Meoww Miaww"

Suaranya semakin kencang Dan kencang seiring berjalannya Cale menelusuri isi menara mewah itu.

Langkah Cale terhenti didepan pintu gudang. Gudang ini merupakan gudang tempat Jour Henituse menyimpan segala macam kebutuhan bagi tanaman tanaman kesayangannya. Cale memicingkan mata lalu menempelkan telinganya mendekat.

"Suaranya makin jelas! Itu disini!" Tanpa basa basi Cale segera mendobrak pintu gudang itu meski tangannya jadi robek sekarang.

Cale kalap, Dia mencari dan mencari tak perduli dengan gudang kesayangan sang ibu menjadi berantakan. Gudang yang kacau bisa dibersihkan nanti, Dia harus menemukan bayi kucing yang menangis atau dia akan mati karena menyesal.

Sepuluh menit mencari akhirnya Cale menemukan sebuah kotak ditutupi kain berlumuran darah bercampur air seperti seseorang membawanya ditengah guyuran hujan hingga sampai kemari.

Cale membuka kotak itu lantas terkejut dengan apa yang ia temukan. Tiga bayi kucing beda warna yang masih menggeliat dengan mata tertutup. Cale meraih kotak,mengangkatnya lalu berlari sekencang mungkin menuju kamarnya yang berlokasi tak jauh dari rumah kaca.

Blam!

"Selimut selimut... Ah bangsat luka sialan!" Cale memaki, tangannya sibuk menyusun selimut besarnya dengan bantal ditengah membentuk gumpalan kapas bundar yang lebih dari cukup untuk menampung tiga anak kucing sekaligus.

Usai menata kasur Cale segera meletakkan bayi bayi kucing itu keatas buntelan fluffy secara gentle Dan hati hati seakan bayi itu adalah kaca yang mudah pecah.

"Fyuh..."

Bruk!

Cale terduduk lalu terkekeh bagai orang gila Karena merasa lega.

Drip... Drip... Drip...

"Ah... Darahnya..."

Cairan merah segar terus mengalir dari tangannya tanpa henti. Cale melirik potion diatas nakas, ia pun beranjak mendekat pada potion.

"Aku tidak boleh kotor jika ingin melihat keadaan bayi bayi itu..."

Ujarnya dan Cale merampas potion kelas atas tersebut lalu meminumnya hingga tuntas. Cale memejamkan mata merasakan luka lukanya berangsur membaik dan robekan ditangan kanannya sembuh total.

"Huuuhhh"

Cale merasa tubuhnya lebih segar, Dia sebenarnya enggan tapi apadaya? Setidaknya sekarang Dia dapat memeriksa keadaan tiga bayi kucing yang tadi ditemukan. Cale menatap tiga buntelan daging berbulu beda warna saling menempel satu sama lain mencari kehangatan.

Pipinya memerah, bayi bayi itu terlalu imut Dan Cale sedari dulu senang dengan hal hal kecil dan imut.

"Warnanya beda beda ya" Cale bergumam sambil melihat ciptaan tuhan yang paling Dia suka setelah sang ibu.

Tiga bayi kucing itu masing masing berwarna merah, silver Dan hitam. Mereka begitu menggemaskan dengan tubuh mungil Dan mata yang tertutup. Jujur Cale penasaran dengan warna mata mereka.. Tapi dia tidak bisa memaksa seorang bayi untuk melakukannya bukan?

Cale tersenyum, senyum manis yang sudah lama tidak terlihat sejak kematian Jour Henituse kini muncul kembali. Cale bahagia dengan keputusannya mengambil bayi bayi kucing itu. Sekarang ketiganya bisa hidup tenang tanpa khawatir dengan makanan atau yang lainnya.

Beberapa puluh menit kemudian setelah Mandi, Cale beranjak kekasur memantau keadaan bayi kucing yang ia pungut. Hati Cale damai melihat ketiga bayi kucing yang sama sama tertidur dalam buntelan empuk tadi. Cale yang tidak tegaan akhirnya membiarkan bayi bayi itu tidur dikasur sementara ia dilantai tanpa alas.

Cale tidak berani menyentuh mereka meski ingin, pemuda 18 tahun itu tersenyum tulus menepuk buntelan empuk lalu bergumam.

"Tenang saja, mulai sekarang..."

"Aku yang akan menjaga kalian"

Dan akhirnya mereka semua tertidur damai dalam kesunyian.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro