Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

⊱┊5. Ubah

Ryomen Eri

Marga yang tersemat di depannya hanyalah marga kosong karena tersemat hanya berdasarkan wasiat. Pernikahan tanpa cinta. Eri dan kekosongan hatinya yang menjalani hari sebagai istri Tuan Saudagar. Ah, memangnya sebutan 'istri' itu pantas untuknya?

TAK!

"Tanganmu terlalu tinggi mengangkat sumpitnya."

Eri tersentak kaget sambil meringis kesakitan akibat tangannya dipukul rotan oleh sang guru tata krama. Hari ini adalah hari kelima pelajaran tata krama makan di istana dan pergelangan tangan Eri sudah lebam-lebam akibat pukulan rotan. Hatinya sedikit mengeluh saat mengetahui jika sang suami memanggil guru tata krama yang sangat tegas. Namun, Eri tak bisa mengungkapkan keluhannya itu. Ia tak berdaya.

Ketidakberdayaan mungkin menjadi salah satu hal yang melekat pada Eri. Perempuan itu sedari dulu memang tak pernah memiliki keberanian untuk melawan takdirnya. Terlahir dari keluarga yang tak menginginkan kelahirannya. Dijodohkan lalu dibuang begitu saja pada rumah yang sama sekali tak menerimanya juga.

Sedikit keheranan, persahabatan macam apa yang terjadi antara ayahnya dengan mendiang Tuan Ryomen? Bisa-bisanya meninggalkan wasiat klasik tentang perjodohan. Juga mengapa Sukuna mau-mau saja menerima? Semua kegelisahan hati Eri yang tak pernah terungkap kini hanya terpendam di pojokan hati.

Kehidupan Eri tak ada yang membahagiakan sama sekali. Ia lahir tanpa kasih sayang seorang ibu. Meninggal setelah melahirkannya. Sang ayah tak pernah memerhatikannya hingga ia beranjak dewasa. Mungkin malah menganggap Eri tak ada dalam silsilah keluarga. Semua kakak laki-lakinya pun demikian. Eri tak paham apa kesalahannya sehingga ia sampai tidak diterima begini oleh keluarga kandungnya. Hanya pengasuhnya yang mau menerimanya. Itu pun tak bertahan lama karena pengasuhnya meninggal dunia di usianya keempat belas akibat usia tua. Kesendirian menghampiri Eri.

Takdir berubah begitu cepat. Ia telah menjadi seorang istri di usianya yang ke-20. Walaupun begitu ia masih merasakan kesendirian yang sama ketika di rumahnya dahulu. Rumah barunya ini meninggalkan luka dan kesepian yang sama. Suami yang dingin dan ejekan dari para kolega sang suami.

Seharusnya Eri tidak bisa bertahan begitu lama di rumah ini. Namun, hatinya terus menguatkan. Ia tak punya lagi tempat pulang. Ayahnya pasti tak akan mau menyambutnya lagi. Lagipula, hatinya berkata untuk terus bertahan di sini.

Entahlah, Eri juga tak paham mengapa ia menuruti kata hatinya. Mengapa ia memutuskan untuk bertahan. Eri tak dapat memahami dirinya sendiri. Ia juga tidak dapat memahami sosok Sukuna sebagai suami. Eri masih ingat pertemuan pertama mereka ketika masih kecil. Sukuna kecil tak banyak bicara, bukan anak yang ramah juga. Tiada senyuman dan selalu mengekspresikan dirinya melalui tindakan. Seperti tiba-tiba menggandengnya ketika berjalan di pasar, membersihkan rambutnya dari salju, dan lainnya. Tindakan Sukuna semasa kecil masih ia ingat sampai sekarang.

Pribadi manis Sukuna ketika kecil lenyap saat beranjak dewasa. Terbukti dengan memperlakukannya dingin dan kasar. Ryomen Sukuna seperti orang asing di mata Eri. Walaupun ia diperlakukan tidak layak oleh Sukuna, setidaknya suaminya itu tidak pernah mengeluarkan kalimat pengusiran padanya. Sukuna masih menghargai keberadaannya di sini. Terbukti dengan permintaannya untuk dibuatkan sup miso sesekali. Ataupun obrolan pendek yang kadang mengalir walau hanya seputar laporan kegiatan sehari-hari. Sukuna masih mau berinteraksi dengan Eri jika suasana hatinya bagus.

Satu pertanyaan, sampai kapan Eri bertahan dengan kehidupannya yang seperti ini? Pernikahan adalah sumpah setia, ia harus menemani Sukuna sampai ajal tiba. Namun, apakah ia sanggup bertahan selama itu? Tidak tahu, Eri tak tahu.

.
.
.
.
.
.

Makan malam itu seperti biasa, penuh keheningan dan tata krama. Eri manfaatkan untuk mempraktikkan ajaran guru tata krama sebagai latihan. Ia ingin terbiasa agar menghindari kejadian memalukan saat pesta tunangan nanti.

"Gerakanmu sudah anggun untuk seukuran yang baru belajar selama lima hari. Kerja bagus."

Eri sedikit terkejut saat mendengar pujian Sukuna secara tiba-tiba. Untung saja ia bisa mengendalikan diri sehingga gerakannya tetap anggun sampai lauk berada di atas mangkok nasinya.

"Terima kasih atas pujiannya. Saya akan berusaha keras demi nama baik klan Ryomen."

"Bagus. Memang begitu seharusnya."

Selanjutnya, makan malam terus berjalan seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. Tetapi, tidak dengan batin Eri. Wanita muda itu dipenuhi berbagai pertanyaan. Ini kedua kalinya Sukuna memujinya dan secara terang-terangan pula. Sebelumnya, Sukuna memujinya bahwa sup miso buatannya lezat namun secara tersirat. Terbukti ia begitu lahap ketika memakan sup miso buatannya dan minta dibuatkan lagi lain kali. Tanda bahwa Sukuna mengakui bahwa sup miso buatannya itu lezat. Sekarang Sukuna memuji gerakan tangannya yang anggun ketika makan secara terang-terangan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Eri senang walau awalnya heran karena Sukuna bukan tipe yang bakal memuji secara langsung.

Tapi, ya sudahlah. Siapa yang tidak senang dengan pujian? Semua orang senang termasuk Eri. Apalagi riwayat kehidupan Eri yang belum pernah dipuji dari sekeluarga sekalipun. Sukuna adalah orang terdekat pertama yang memujinya dan secara terang-terangan. Hal itu pun menimbulkan berbagai spekulasi dalam pikiran Eri. Mungkin Sukuna sebenarnya masih memiliki sisi lembut di dalam hatinya. Hanya saja ia tak mampu mengungkapkannya dengan baik.

Hanya butuh waktu agar Sukuna bisa memperlakukannya dengan baik. Selama itu juga Eri akan mencoba memahami Sukuna. Ya, ia harus bersabar agar ia tak terus-menerus mendapatkan perlakuan kasar. Namun, jika Sukuna sudah memperlakukannya dengan baik dan dirinya sudah paham akan pribadi Sukuna, apakah itu artinya mereka saling mencintai?

Sepertinya ia terlalu kejauhan membayangkan sampai tahap itu. Eri pun berusaha mengenyahkan kemungkinan-kemungkinan masa depan. Segala spekulasi hanya akan menjadi beban pikiran saja. Lebih baik fokus saja pada apa yang terjadi sekarang. Ya, fokus belajar tata krama istana dahulu. Itu yang lebih penting untuk saat ini. Tidak usah berhalusinasi yang aneh-aneh soal masa depan.

Sayangnya, yang aneh-aneh soal masa depan itu memang akan terjadi. Makan malam hari itu penuh khidmat sampai semua makanan habis. Biasanya setelah makan, keduanya akan kembali ke kamar masing-masing entah untuk beristirahat ataupun melanjutkan pekerjaan lain. Malam yang damai, seharusnya.

Namun, semua itu digagalkan oleh kedatangan prajurit kerajaan yang menerobos masuk. Memberikan ancaman pada semua orang yang ada di rumah agar tak ikut campur. Mereka melingkari Sukuna seolah ia adalah seorang kriminal.

"Apa-apaan ini masuk ke rumah seorang bangsawan tanpa izin?! Berani sekali!" sentak Sukuna sambil mengilatkan matanya tajam. Ia tak terima.

"Tuan Ryomen Sukuna, Anda ditangkap atas kasus penggelapan uang dan penyelundupan obat-obatan berdasarkan bukti-bukti yang telah ditemukan. Kini Anda harus menuruti kami karena kami di bawah perintah Kaisar langsung."


















Makan malam pada hari itu diakhiri dengan kebingungan dan kekecewaan ...

Bersambung...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro