Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian XVIII

Kakek Ahmad Muslim menjadi imam Salat Magrib bagi Bedhor kali ini. Kedua insan  itu seperti merayap dalam dunia tanpa penghuni. Surat Al-fatihah dan surat-surat pendek itu seolah berjalan di lorong hitam nan panjang. Mereka menggaung menggema dalam dimensi sunyi yang akut. Selepas salam, keduanya berzikir memuji kebesaran Allah, kemudian berdoa untuk ummat yang kian jauh dari Ruh Allah, agar kembali ke jalan yang lurus, sebagaimana jalannya orang-orang yang dikehendaki-Nya.

Di sepertiga malam Bedhor bangun untuk makan sahur dengan ubi rebus dan sambal terasi. Kakek Ahmad Muslim sudah bersiap dengan sarung dan pecinya menunggu datangnya waktu subuh. Ada yang ganjil di waktu menjelang subuh itu. suara tapak kaki banyak sekali mendatangi rumah Kakek Ahmad. Sepertinya telah terjadi sesuatu di desa itu.  Satu ketukan keras di pintu reot gubuknya menggoyangkan bangunan renta itu.

"Kek, kek, tolong buka pintunya!" suara pengetuk pintu.

"Siapa di luar?" tanya Kakek Ahmad dari dalam gubuk reot,

"Nur Zaman, Kek."

Tangan renta itu segera meraih tali karet dari bekas ban dalam gerobaknya. Yang ia pergunakan untuk menahan pintu dari tiupan angin binal. Tali karet itu terkait di paku karatan yang menancap pada kayu kusen pintu yang sudah usang dan budukan.

"Ada apa, Nur? Sepertinya telah terjadi sesuatu."

"Sapi Kang Zumar, Lek Sito, dan Kang Rubangi dituntun orang, Kek. Ada yang melihat arah maling itu kemari."

"Ke rumah ini? tidak mungkin."

"Kata warga, kakek menyimpan orang asing di rumah ini. kita semua yakin dia gembong maling itu, Kek."

"Tidak mungkin, Ia tamu terhormatku!"

"Biarkan kami menyeretnya, Kek!"  teriak salah seorang dari ratusan orang yang rupanya sudah mengepung rumah Kakek Ahmad.

"Kalian salah sangka!" bentak kakek renta itu dengan mimik muka yang menegang, menunjukkan ketidak sukaanya pada warga yang asal menuduh.

Dipuncak keributan Bedhor keluar dari dapur rumah kakek renta itu. Ia berjalan menghampiri pada tamu tidak diundang itu.

"Nah ini malingnya!" teriak salah satu pengepung rumah.

"Maling? Saya bukan maling. Saya tamu di rumah ini. saya orang baik-baik."

"Banyak bacot.  Seret dia!" suara provokasi dari kerumunan di depan pintu gubuk reot itu. Muka Bedhor menegang dan nampak ketidak siapannya menghalau serbuan caci maki yang makin melambung-lambung.

"Tangkap dia!" teriak seseorang lagi.

Seraya tangan-tangan jahanam itu meraih kerah baju Bedhor, menyeretnya keluar. Maka pukulan, tendangan, dan makian bergantian menghardik tubuh pemuda itu.

"Hentikah!"

"Hentikan!"

"Hentikan!" teriak Kakek Ahmad, suara itu timbul tenggelam diantara keriuhan pesta pora menghakimi Bedhor tanpa kesalahan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro