Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian IX

"Nak, kau melamun?" Bedhor melompat dari duduknya ketika tangan yang dingin menjamah bahunya.

"Astagfirullah..." pekik Bedhor.

"Kau melamun dari tadi, Nak. Sepertinya kau bukan orang sini." tanya seorang kakek tua yang sudah bungkuk.

Kakek itu berjanggut panjang, sudah berwarna putih. Rambutnya panjang tergerai, juga berwarna putih. Ia memakai dastar warna hitam. Pada kepalanya tersemat ikat kepala juga warna hitam dari kain.

"Oh iya, Kek. Aku bukan orang sini." jawab Bedhor

"Sedang mencari apa anak di sini?"

"Saya terdampar di tempat ini, Kek. Tadi saya dilempar dari atas truk oleh bajing loncat."

"Biadab. Kalau begitu mari ikut saya, Nak. Bermalam lah di rumahku."

"Terima kasih, Kek."

"Sudah, ayo."

Kakek tua itu menggandeng tangan Bedhor. Dengan jalan tertatih-tatih kakek tua itu menggandeng tangan Bedhor menyusuri jalanan setapak di hutan jati yang gersang itu. Bedhor merasakan keanehan pada kakek itu. Tangannya dingin sekali dan jalannya sangat cepat meski sepertinya lambat dan tertatih-tatih di bantu tongkat.

Jalan setapak yang mereka lalui tidak ada satupun orang yang lewat dan berpapasan dengan mereka. Jalan itu seperti menurun tapi tidak terlalu curam. Daun-daun jati sedang meranggas, banyak yang berguguran berserak di bawah pohon. Ranting-ranting pohon seperti mengering, hanya daun diujung-ujung ranting yang tersisa. Belalang kayu berterbangan kesana-kemari mencari tempat berhinggap. Kupu-kupu bingung mencari bunga untuk dipuja. Burung-burung mengutuki udara lengas yang membuat nafas pengap.

"Anak, tujuan ke mana?" tanya kakek tua itu sambil mereka berjalan.

"Saya tidak mempunyai tujuan, Kek."

"Hidup harus punya tujuan, Nak."

"Tujuan saya mencari ridho Illah, Kek."

"Oh. Kau anak baik, Nak."

"Baik apanya, Kek."

"Baik budi perkertimu, Nak."

"Kakek berlebihan."

"Itu rumah kakek, Nak."

Bedhor melihat rumah kecil di sebuah lembah yang tandus. Rumah yang sudah condong ke Timur. Rumah yang atapnya terbuat dari ayaman daun nipah dan berdinding gedek usang. Di belakang rumah ada telaga kecil yang airnya keruh. Nampak itik sedang bermain dengan koloninya di telaga itu.   Ayam berkejaran di sekitar rumah, sepertinya mereka berebut serangga.

"Tidak jauh lagi, Nak" kata Kakek.

"Iya, Kek. Kakek tinggal sama siapa di rumah itu?"

"Cucu, Nak. Cucu kakek seorang gadis yatim piatu. Orang tuanya menjadi korban bencana tanah longsor lima belas tahun yang lalu."

"Kasihan sekali nasib cucunya, Kek."

"Sepertinya dia cocok denganmu, Nak."

Bedhor tersekat mendengar pernyataan kakek itu. tenggorokannya seperti tersumpal gombal amoh. Nafasnya tersengal, megap-megap, dan dadanya terasa penuh oleh angin.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro