Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian II

Bedhor meninggalkan bengkel tambal ban itu menyusuri jalanan beraspal hitam, menuju ke arah Barat. Di sisi kanan dan kiri jalan itu pokok asam jawa sudah berumur ratusan tahun membantu menghalangi paparan sinar matahari yang sangat terik di tengah hari itu. Sandal jepitnya yang sudah setipis kertas diseretnya paksa menyusuri jalan itu. Buntalan kain yang berisi pakaiannya ia panggul dengan sebatang tongkat dari bambu.

Kendaraan besar lalu lalang bebas melenggang menyusuri jalanan aspal yang lebar itu. Bus, truk, mobil tangki, mobil pribadi berjalan tertib pada jalurnya masing-masing. Sekitar seratus meter dari bengkel tambal ban itu Bedhor berbelok pada sebuah rumah mewah. Rumah itu sangat besar, dua lantai. Halaman rumahnya sangat lebar dan dipenuhi aneka tanaman bunga. Suasananya sangat asri. Gemericik suara kolam ikan hias yang dihiasi air mancur mini membuat suasana kian asri, damai, dan teduh. Di garasi samping rumah mewah itu berjajar lima mobil mewah pula dari berbagai merek ternama.

Seorang jongos perempuan sedang sibuk menyapu teras rumah yang terbuat dari marmer yang mengkilap. Bedhor pun ragu hendak melangkah menapak lantai itu.   Ia takut tergencir dan tubuhnya terpelanting jatuh. Ia melihat bayangan wajahnya sendiri di lantai itu.

"Assalamu'alaikum, Bu. Apakah saya bisa ketemu dengan tuan pemilik rumah ini?" tanya Bedhor pada jongos itu.

"Wa alaikumsalam. Mau apa? Kamu mau minta sumbangan? Sudah pergilah kau tidak akan berhasil."

"Oh bukan, Bu. Saya hendak minta tolong."

"Minta tolong?"

"Ya, saya hendak minta tolong."

"Minta tolong apa? Ndoro sedang tidur, aku tidak berani membangunkannya."

"Tidak adakah orang lain selain ndoromu itu?"

"Ndoro Putri sedang pergi ke salon, anak-anaknya belum pulang sekolah."

"Kalau begitu bagaimana kalau aku minta tolong padamu saja, Bu."

"Saya jongos di rumah ini. Apa yang bisa diperbuat seorang jongos, Dik?"

"Seorang penyeru azan meninggal dalam surau, Bu. Bisakah kita minta bantuan untuk memberi tahu kepada warga yang lain?"

"Seorang penyeru azan?"

"Iya, benar. Dia meninggal sebelum menyelesaikan azannya."

"Waduh maaf, Dik. Aku tidak bisa meninggalkan rumah ini.  Nanti saya bisa di pecat sama Ndoro Lanang. Carilah bantuan kepada orang lain."

"Baiklah kalau begitu, Bu."

Bedhor gontai meninggalkan rumah mewah itu. Ia menyeret langkahnya menuju ke arah Barat lagi. Jalanan tetap ramai oleh lalu-lalang kendarakan bermotor. Debu berterbangan tersapu dengus knalpot dan gilasan ban-ban yang menggelinding tertindih beban berat. Daun-daun asam jawa luruh menerpa kening Bedhor. Terpaan anginlah yang melepaskan tangkai daun itu dari ranting-ranting pohon. Suara klakson mobil menjerit saling bertegur sapa sesama kendaraan di jalan antarkota itu.

"Astagfirullah, aku bermimpi!" pekik Bedhor sambil mengusap mukanya yang bermandikan terik cahaya matahari.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro