39. Viral
Escape Tour and Travel adalah nama bisnis perjalanan yang dikelola oleh Vino selama hampir 12 tahun.
Vallena mengebut menuju alamat kantor Vino yang tertera di map. Darahnya mendidih penuh emosi, tak sabar membuat perhitungan dengan lelaki bejat bernama Vino. Di tengah perjalanan, ponsel Vallena tiba-tiba berdering. Nomor Hesa tertera pada layar.
"Hallo?" Vallena mengangkat panggilan dari Hesa.
"Vall, di mana? Aku tadi menghubungi mom-mu, dia perjalanan pulang."
"Aku masih di jalan," terang Vallena.
"Bergegaslah. Kau harus segera kembali," pinta Hesa.
Vallena menghela napas.
Ia tak bisa egois, menyeret sang paman ke dalam masalah jika menuruti egonya. Hesa sudah begitu baik memberikannya kesempatan untuk keluar dan bertemu Sofi. Nampaknya, ia harus membatalkan niat untuk membuat perhitungan dengan Vino.
"Iya, om. Aku akan segera pulang," dengkus Vallena. Memutar kemudi ke arah rumah.
***
Cuitan Vino di sosial media ramai diperbincangkan dalam semalam. Tweed-nya menjadi trending topic menghebohkan. Berita mengenai Vallena Valla yang ternyata adalah seorang Lesbian membuat pro dan kontra, pro dari para komunitas LGBTQ, dan kontra dari masyarakat yang menjunjung nilai agama.
Disaat penduduk jagad maya heboh saling berperang, menghina, dan menggunjing, kedua tokoh utama yang sedang diperbincangkan justru masih tak tahu menahu.
Sementara itu, di kediaman Hesa Surya, Ida keluar dari mobil, membawa beberapa koper dan kotak-kotak besar penuh barang.
"Kita pulang ke Jakarta, Valle. Barang-barangmu sudah mom packing. Soal operasi kelaminmu, nanti akan mom jadwalkan lagi setibanya kita di Jakarta," tutur Ida saat berpapasan dengan Vallena di meja makan.
"Aku sudah bilang aku ingin kembali menjadi lelaki, mom. Kau tak bisa memaksaku menjadi wanita hanya demi mempertahankan karier dan nama naik," sahut Vallena. Nadanya tenang, sekuat tenaga ia tak terbawa emosi.
Ida menghela napas, menaikkan sudut alis, meremehkan pernyataan sang anak.
"Kau hanya sedang labil. Kau adalah transgender. Sedari kecil kau terobsesi menjadi perempuan. Setelah tiba di Jakarta, mom yakin kau akan kembali menjadi Vallena yang biasanya."
"Aku tidak ingin menjadi wanita!" Vallena bangkit dari duduk, "mom, sekarang aku jadi berpikir kalau kau yang lebih terobsesi menjadikanku wanita. Aku masih ingat kau mengurungku di basement karena bermain bola dengan anak-anak lelaki. Kenapa, mom? Apa alasanmu?" cecarnya.
"Ingatanmu kacau. Kau sadar 'kan psikiater mendiagnosamu memiliki depresi akut. Itu semua karena kau tertekan dengan tubuh lelakimu. Aku sebagai ibumu hanya ingin kau bahagia, Vall."
"Aku anakmu, mom. Bukan hewan peliharaan yang bisa kau kebiri sesuka hati. Penyebab kedepresianku adalah kebingungan yang selalu membebani pikiranku! Dan setelah aku pikirkan baik-baik, kaulah sumber depresiku. Kau selalu menanamkan pemahaman kepadaku bahwa aku adalah anak perempuan. Tapi, kenapa?" Dipandanginya wajah Ida lekat-lekat. Tak habis pikir, "Kenapa kau melakukan ini kepadaku?"
Ida melotot dan menggebrak meja makan dengan keras, "Sudah kubilang kau sedang labil! Kau memiliki depresi yang menyebabkan gejala delusi! Kau sulit membedakan mana kenyataan dan khayalan! Aku tak pernah sama sekali memaksamu menjadi perempuan, tapi kau sendiri! Kau sendiri yang menderita karena terperangkap dalam tubuh yang salah, Vall!"
Kepala Vallena pening.
Ibunya berhasil membolak-balikkan setiap perkataan. Kini, ia mulai meragukan keyakinan diri. Perkataan Ida membuatnya goyah. Vallena sama sekali tak menemukan alasan kuat kalau ibunya-lah yang terobsesi menjadikannya wanita. Untuk apa? Tak mungkin seorang ibu tega menjerumuskan anaknya. Ucapan Ida mulai masuk akal. Mungkinkah ini memang akibat delusi Vallena semata?
"Kalau begitu, aku ingin tau siapa namaku ketika dilahirkan," bisik Vallena lirih.
"A-apa m-maksudmu?" tanya Ida tersentak.
"Kau melahirkan aku sebagai bayi lelaki, kan. Kala itu, siapa nama yang kau berikan padaku? Sejak dulu kau tak pernah menjawab pertanyaanku ini. Kau selalu menghindar. Sekarang aku mohon, aku ingin tau nama lahirku," desak Vallena.
Ida menelan ludah.
Anak yang ia lahirkan adalah anak perempuan cantik bernama Vallena. Sayang, anak itu tewas saat masih berusia 4 tahun karena tenggelam.
"Kau tak perlu mengetahui namamu di masa lalu. Kau adalah Vallena. Lagipula, aku sudah lupa dengan nama lahirmu," elak Ida.
Vallena tertawa sinis, "Mana mungkin seorang ibu melupakan nama anak yang ia lahirkan sendiri dari rahimnya."
Tidak. Ida bukan lupa. Ia tidak tahu. Ia hanya tahu membeli seorang anak sekarat pada pelacur yang mencuri tas tangannya. Ia tak peduli dengan nama anak itu. Ida hanya peduli, anak itu akan menjadi Vallena, anaknya yang telah meninggal.
"Mom hanya ingin mengingatmu sebagai Vallena."
Vallena tidak puas, ibunya selalu memberikan jawaban yang menggantung.
"Lalu mengapa Vallena? Mengapa namaku berganti menjadi Vallena?" selidik Vallena lagi.
"Karena kau yang mengingkan nama itu, my dear. Ketika kau berusia empat tahun, setiap kali ada yang bertanya siapa namamu, kau selalu menjawab bahwa namamu Vallena," jawab Ida berbohong.
"Aku tidak ingat itu," Vallena memicingkan mata.
Ida terkekeh, kemampuan sandiwaranya sempurna, "Mana mungkin kau masih ingat dengan ingatan ketika berusia empat tahun?"
Vallena terdiam. Ida ada benarnya.
Ida menghampiri Vallena, mengusap bahu anaknya dengan lembut.
"Nama ini kau yang ciptakan sendiri. Mom bahkan tidak tau darimana idemu mendapatkan nama 'Vallena'. Tapi, nama Vallena adalah nama yang indah. Untuk itulah aku mengurus pergantian namamu menjadi Vallena."
"Jadi semuanya palsu?" lanjut Vallena lagi, menepis usapan tangan Ida. "Aku pernah melihat akta kelahiranku. Jenis kelaminku di akta dan pasporku adalah perempuan. Aku belum merubah kelaminku, mom. Harusnya di dokumenku tertulis lelaki, 'kan?"
Bibir Ida bergetar. Sungguh, ia menyukai Vallena yang pemabuk daripada Vallena yang sekarang. Anak ini semakin banyak bertanya saat kondisinya sadar.
Ida dan Cliff tak pernah mengurus surat kematian anak mereka Vallena. Tak memiliki keluarga di Belanda, tak pernah berinteraksi dengan tetangga, membuat kematian si kecil Vallena menjadi rahasia. Rahasia yang hanya diketahui oleh Ida, Cliff Valla, dan Hesa Surya.
"Mom???" sentak Vallena menantikan jawaban.
"I-itu ... ya, itu, semua palsu," jawab Ida.
Vallena memegangi kepalanya yang sakit, "Demi Tuhan. Kita telah melakukan tindak kriminal, suatu saat ini semua akan terbongkar, mom!"
"Tidak akan jika kau segera melakukan operasi kelamin, sayangku."
Vallena memandangi Ida, "Jadi inikah alasanmu terus menerus memaksaku untuk operasi? Karena kau takut ketahuan melakukan pemalsuan dokumen?"
Ida mengangguk. Sungguh kebetulan! Ini akan menjadi alasan baru bagi Ida untuk terus mendesak Vallena.
"Demi Tuhan, mom. Kita adalah seorang kriminal ..." lutut Vallena lemas - gemetaran.
Saat suasana kian menegang, ponsel Ida berbunyi nyaring. Ida bernapas lega karena seseorang meneleponnya. Ia jadi memiki alasan untuk mengakhiri pembicaraan pelik dengan Vallena.
"Ya hallo?" Ida menaikkan jemari telunjuk sambil mengulas senyum mengembang.
Vallena menggelengkan kepala. Berjalan meninggalkan sang ibu yang asyik berbicara di telepon.
Senyum di wajah Ida mulai pudar setelah lawan bicaranya di telepon mulai menjelaskan tujuannya menghubungi Ida.
Orang yang menelepon Ida adalah salah seorang wartawan infotainment yang hendak mengklarifikasi pemberitaan mengenai isu hubungan sesama jenis Vallena Valla dengan Sophia Almira.
Jantung Ida berdentum bagai tabuhan genderang.
"Dari mana anda dapat gosip semacam itu?" tanya Ida berusaha tenang.
"Gosip? Saya pikir ini bukan sekadar gosip, bu Ida. Ada bukti foto mereka berciuman juga. Ramai di sosial media, tapi sumber pertama dari Twitter. Bisa ibu Ida cek sendiri kalau tidak percaya. Jadi, kapan nih, Vallenanya mau kasih statement?"
"Twitter?" Ida mengepalkan tangan, "siapa yang menggulirkan berita itu?" cecarnya.
"Dari sumber terpercaya. Mantan pacar si MUA pribadi Vallena," jawab si wartawan infotainment.
Tanpa ba-bi-bu, Ida mematikan sambungan telepon. Vino! Ia mengumpat. Ular licik! Penghianat dari perjanjian yang telah mereka sepakati.
Jemari Ida bergegas menghubungi nomor Vino.
***
Seorang wanita berambut merah sedang tertidur - telanjang bulat - di sisi ranjang Vino.
Vino beranjak dari kasur mengambil botol Johnnie Walker berseries Blue Label. Series dengan singgasana tertinggi dari produk whisky milik Johnnie Walker. Tanpa menuangnya ke dalam rock glass terlebih dahulu, ia langsung menenggak cairan itu masuk ke tenggorokan langsung dari botolnya. Terasa panas menjalar di kerongkongan.
Vino melirik ponselnya yang berbunyi.
"Hallo," jawabnya meringis.
"Bangsat kamu! Kamu melanggar perjanjian kita!" maki Ida serta merta.
"Perjanjian apa?" tanya Vino santai.
"Aku sudah memberimu uang 500 juta untuk tutup mulut! Bisa-bisanya kamu malah membongkar semuanya di Twitter!" teriak Ida memekak telinga.
Vino mendengkus, "Tidak ada yang namanya perjanjian jika tidak ada hitam di atas putih, bu Ida. Pelajaran untukmu, agar lebih teliti lagi sebelum berbisnis."
Ida terdiam. Merutuki kebodohannya.
"Kau akan mendapat ganjaran atas perbuatanmu!" ancam Ida.
Vino terkekeh, memikirkan hal apa yang bisa dilakukan oleh wanita tua renta seperti Ida.
"Oh, maka dengan senang hati aku menunggu ganjaranku datang. Sudah malam, bu Ida sebaiknya beristirahat. Good night, salamku untuk Vallena."
Vino mematikan sambungan telepon.
***
Ida menahan teriakannya.
Amarah dan kemurkaan teramat sangat pada Vino yang menusuknya secara terang-terangan.
"Berengsek! Bangsat!" ia memaki.
Jemari Ida mengutak-atik ponsel. Mencari satu kontak yang tidak ia sangka akhirnya akan ia hubungi juga. Nomor milik seorang lelaki yang bersedia melakukan apa pun demi uang.
Ida menempelkan ponsel di telinga.
Setelah beberapa kali nada sambung, wanita itu akhirnya berbicara.
"Ya. Aku Ida Surya. Aku ingin meminta bantuanmu untuk melakukan sesuatu pada seseorang ..."
----
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro