27. Meet & Greet
Vallena tiba di De Sosialite Bistro & Lounge, penampilannya sangat memukau dengan black off shoulder dress. Ida memintanya datang untuk makan malam bersama dengan Hesa, meskipun terpaksa, Vallena memutuskan datang. Omnya selalu baik dan ramah, akan sangat tidak sopan jika ia menolak pertemuan ini.
Restoran berada di lantai 5 gedung, sehingga Vallena harus menaiki lift agar tiba di sana. Untuk ukuran sebuah restoran mewah, lift yang membawanya tergolong cukup sempit. Sesampainya di lantai 5, beberapa petugas resepsionis yang ramah menyambut kedatangan Vallena. Karena Ida sudah melakukan reservasi sebelumnya, maka seorang waiter langsung mengantar model itu ke meja. Meja cantik yang penuh dengan lilin romantis yang berada di dekat jendela, menampilkan pemandangan jalan Indragiri pada malam hari.
"Bawakan aku mojito," pinta Vallena pada si waiter.
Setelah mencatat pesanan, ia pun pergi meninggalkan Vallena duduk di kursinya. Vallena mengecek ponsel, memberi tahu pada Ida, bahwa ia telah tiba di lokasi. Namun, pesannya tak terkirim - centang satu. Mungkin Ida dan Hesa sudah di jalan, begitu pikir Vallena.
Tak selang beberapa lama, seorang pelayan membawakan segelas mojito yang ia pesan.
Vallena meneguk minuman beralkohol yang terasa segar membasahi tenggorokannya. Matanya menatap ke arah langit malam kota Surabaya yang sedikit kelam karena mendung.
"Sorry, aku terlambat. Menunggu lama?" suara bariton menyapa Vallena.
Vallena memandang asal suara, betapa terkejutnya ia karena Vino sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum. Aroma cardamom, fresh bergamot dan lavender menguar dari tubuh lelaki itu. Wangi yang seharusnya menenangkan indera penciuman, namun tidak untuk Vallena.
"What the hell are you doing, here?!"
Vino menarik kursi dan duduk dengan air muka yang tetap tenang.
"I suspect your mom didn't tell you, right?" sahutnya.
Vallena berusaha menyembunyikan kekesalan. Ini pasti rencana Ida seputar janjinya untuk makan malam dengan Vino. Tak ia sangka, ibunya tega berbohong membawa-bawa nama Hesa segala.
"Marilah kita makan dengan tenang dan menuruti kemauan ibumu. Tak ada salahnya juga, 'kan? Aku sebenarnya tak mengharapkan apapun dari kejadian tempo lalu, tapi ibumu tampaknya sangat merasa bersalah dan memaksaku untuk makan malam bersama," terang Vino.
Vallena tak menjawab. Ia melampiaskan kekesalan dengan meneguk mojito dalam sekali tenggak.
Vino menjentikkan jarinya, memanggil waiter untuk mencatat pesanan.
"Kau saja yang makan. Aku tak berselera makan bersamamu," ucap Vallena dingin.
Senyum tipis tersungging pada bibir Vino. Ia suka dengan wanita yang sok jual mahal, baginya itu sangat menantang.
"Jangan dong. Mana mungkin aku asyik makan sendiri sementara kamu kelaparan di sampingku. Kau ingin appetizer apa? Kudengar salad di sini enak," kata Vino melempar senyum. Seorang waiter datang membawakan buku menu pada keduanya. Vallena sama sekali tak menyentuh buku menu yang disodorkan.
Vino sibuk memilih-milih. Setelah beberapa saat, ia kembali berucap, "Kalau begitu biar aku yang pesankan."
Waiter selesai mencatat pesanan mereka - lebih tepatnya 'pesanan Vino' - lelaki itu yang memutuskan apa yang akan dimakan oleh Vallena. Sementara, Vallena masih bungkam sambil memalingkan wajah.
Vino memandangi tubuh Vallena dari bawah ke atas. Darahnya berdesir dan memanas. Malam ini ia membayangkan membawa pulang si model dan bercinta semalaman. Dari sifat angkuh yang ditunjukkan Vallena, Vino mengambil kesimpulan bahwa wanita ini pasti buas dan binal di ranjang. Menjadi kasar dan mendominasi. Batang kejantanan Vino makin mengeras hanya dengan melamunkan hal itu.
"Apa ada hal yang salah denganku sehingga kamu sangat tak suka denganku, Vall?" tanya Vino.
Vallena menaikkan sebelah alis, ternyata lelaki ini sadar diri juga. Ia membatin.
"Aku tak suka dengan caramu mengganggu kehidupan Sofi. Kalau memang ia sudah move-on darimu, ya sudah, tak perlu kau usik lagi. Apalagi mengumpatnya dengan kata kasar yang ia tak mengerti artinya. Itu sangat tidak pantas!" terang Vallena.
Nailed it!
Vino tersenyum dalam hati. Jelas sekali Vallena cemburu pada Sofi, model itu terang-terangan memendam rasa padanya. Vallena tak ingin Vino kembali berhubungan dengan Sofi, karena ia ingin Vino mengejar dirinya.
Classic!
Siapa sih yang tak terpesona dengan wajah dan tubuh semenarik dirinya. Vino mencondongkan tubuh mendekati Vallena.
"Jadi, maksudmu, kau tidak ingin aku mengejar-ngejar Sofi?" tanyanya. Mata Vino fokus menatap belahan dada Vallena yang menyembul sempurna.
"Sofi sudah punya kehidupan baru. Datang ke dalam hidupnya, malahan membuat dia terganggu. Lihatlah dirimu, Vin, kau tampan, mapan, dan menarik. Bukankah tak sulit mencari wanita lain?" Vallena menatap Vino lamat-lamat. Berharap agar lelaki itu tak lagi mengusik wanita yang ia cintai. Berhari-hari Vallena tak tenang dan cemas, membayangkan jika Vino dan Sofi kembali bersatu. Ia terbakar cemburu.
"Jadi, menurutmu aku menarik?" pancing Vino.
Vallena mengangguk, "Ya. Kau cukup menarik sebagai lelaki."
Dada Vino membuncah. Tak sabar mengecup bibir sensual Vallena. Melucuti dress yang membalut di tubuh wanita itu.
"Tapi aku hanya ingin Sofilah yang menjadi istriku. Memang banyak wanita diluaran sana yang tertarik padaku, namun, Sofi yang paling sabar dan memahamiku," sahut Vino. Ia ingin menjalankan taktik 'jual mahal', agar Vallena makin penasaran dan mengingkannya.
Vallena berdecak. Tak mampu membayangkan jika Sofi menjadi istri dari pria lain. Bara dalam batinnya makin meletup-letup terbakar.
Vino tersenyum menyeringai karena perubahan air wajah Vallena yang terlihat dongkol. Ia yakin telah membuat model itu kesal karena cemburu.
Vino membisik, "Selain itu, ada hal lain mengapa aku ingin kembali lagi pada Sofi," ucapnya.
Vallena menatap Vino dengan seksama.
Jemari Vino perlahan mengusap lembut punggung tangan Vallena. Mereka berdua saling menatap, "We had a great sex life," imbuhnya.
Amarah Vallena tak dapat lagi terbendung. Ia segera bangkit dari kursi. Ia sangsi mampu menahan kecemburuan akan bayangan kebersamaan Vino dan Sofi di masa lalu maupun masa mendatang.
"Aku pergi!" Vallena buru-buru meninggalkan restoran.
Sementara Vino hanya bisa menelan kekecewaan karena batal meniduri si model malam ini. Namun, kekecewaannya hanya berlangsung singkat, senyum kembali tersungging pada wajah Vino. Masih banyak kesempatan lain untuk bertemu Vallena.
Ia yakin. Kelak si model akan jatuh ke dalam dekapannya. Bahkan, lebih baik dari itu, Vallena dan Sofi akan jatuh ke dalam pelukannya.
***
Erlin sedang membuang sampah ketika sebuah mobil BMW berhenti tepat di depan rumahnya. Vallena keluar dari dalam kendaraan, menghampiri Erlin yang terpaku memegangi kresek sampah.
"Sofi ada di rumah?" tanya Vallena.
Mulut Erlin menganga.
Ia diketahui sudah lama nge-fans dengan Vallena Valla. Bahkan, ia selalu merengek kepada Sofi agar bisa ikut ke lokasi syuting untuk bisa bertemu si idola. Namun, Sofi selalu menolak permintaannya. Mana ia sangka, malam ini Vallena Valla berdiri tepat di depannya, di rumahnya!
"Mm-mbak ... mbak Sofi ada di dalam," jawabnya terbata-bata.
Vallena mengangguk, mereka berdua saling bertatapan. Model itu menunggu Erlin mempersilahkannya masuk, namun si adik bungsu Sofi masih mematung, tak bergeming.
"Boleh aku ketemu Sofi?" tanya Vallena berusaha memecah keheningan.
"Oh i-iya!" sahut Erlin tersentak, "mari mbak," ajaknya.
Saking grogi dan gugupnya berhadapan dengan idola, Erlin lupa dengan niatnya untuk membuang kresek sampah ke dalam bak. Ia malah menenteng kembali kantong itu masuk ke dalam rumah.
"Silahkan duduk dulu mbak Vallena Valla," tawar Erlin. Sejurus kemudian, gadis itu berlari seperti orang kesetanan ke dalam lorong rumah, "MBAAAAK SOFIIIIII!!!" teriaknya.
Vallena terkikik dengan kelakuan Erlin yang unik.
"Mbaaak Sof! Buka, mbak!" Erlin menggedor-gedor pintu kamar Sofi.
Dari arah dapur, Magda kebingungan dengan tingkah laku si Erlin yang bagai cacing kepanasan.
"Ada apa sih, Lin?" tanya Magda.
Pintu kamar Sofi terbuka, nampak Sofi menengok dari balik bilik ruangan, "Napa?"
Erlin kemudian menjawab dengan satu jawaban.
"Vallena Valla lagi duduk di ruang tamu kita! Nyariin mbak Sofi!!!" pekiknya bersemangat.
"HAH?!" Sofi dan Magda merespon berbarengan.
***
Sofi buru-buru membuka lemari pakaian, mencari baju ganti sebelum menemui Vallena. Pikirannya sibuk bertanya-tanya. Mau apa Vallena datang ke sini?
Ia akhirnya memutuskan untuk memakai kaos biru muda bergambar Mickey Mouse yang dipasangkan dengan jogger pants hitam. Sofi kemudian menyisir rambut panjangnya dengan cepat dan memulas sedikit lip-balm di bibir.
Di ruang tamu, Erlin, Bara, dan Magda sudah berkumpul mengerumuni Vallena. Situasinya lebih mirip dengan acara Meet and Greet. Erlin dan Magda sedang asyik berswafoto dengan Vallena. Sementara Bara menjaga image dengan tetap duduk tenang di sofa. Walaupun, dari air wajahnya, ayah Sofi itu juga ingin berfoto bersama.
Sofi berdecak, "Kalian jangan gangguin Vallena dong! Nanti dia ngerasa nggak nyaman dengan sikap kalian."
Akibat ucapan Sofi, Magda dan Erlin merengut dan menghentikan kegiatan mereka sejenak.
"Enggak apa-apa, kok! Aku sama sekali enggak merasa terganggu. Ayo kita foto lagi. Erlin, katanya tadi mau bikin story Instagram, jadi?" Vallena tersenyum ramah.
"Iya, mbak Vallena. Boleh, ya?!" jawab Erlin seraya mengutak-atik ponsel dengan semringah.
Sofi memandangi Vallena. Ia kagum dengan keramahan yang ditunjukkan oleh model itu terhadap keluarganya. Selain itu, Sofi masih tidak menemukan apa alasan Vallena datang ke rumahnya. Penampilannya juga sangat rapi. Off shoulder dress hitam dan highheels setinggi 10 cm.
Hampir empat puluh menit Vallena meladeni sesi pemotretan dengan Erlin dan ibunya, Magda. Bahkan, Bara si ayah, juga sudah tidak jaga image dan ikut-ikutan berswafoto. Sofi mulai tidak sabar dan malu karena kelakuan keluarganya.
"Vall, ada apa kamu ke sini?" tanya Sofi. Mereka terpaksa menghentikan sejenak sesi photoshoot dadakan akibat pertanyaan Sofi. Sofi kembali melanjutkan, "Kamu tau rumah aku dari mana?"
"Dari surat lamaranmu," jawab Vallena.
Sofi mantuk-mantuk.
Vallena bisa saja menelepon dirinya untuk datang ke unit apartemen pribadinya, namun model itu lebih memilih datang langsung ke rumah Sofi. Pasti ada hal penting yang ingin ia bicarakan.
"Vall, kamu mau ngomong berdua saja? Di dekat sini ada restoran bagus kalau kamu mau," ajak Sofi.
Mulut Erlin berkecimus. Kesal karena kakaknya malah mengajak Vallena pergi. Entah kapan lagi ia bisa bertemu langsung dengan idolanya itu.
Vallena mengibaskan tangan, "Tidak perlu. Tujuanku ke sini tidak hanya ingin bicara dengan kamu, tapi dengan semua keluargamu."
Mata Sofi membelalak, "A-ada apa?" tanyanya.
Bara dan Magda pun tak kalah terkejutnya. Takut apa jangan-jangan anaknya itu melakukan kesalahan saat bekerja. Membayangkan Vallena akan melayangkan tuntutan ganti rugi, mengingat sifat Sofi yang memang terkenal barbar jika sedang emosian. Pasti Sofi baru saja membuat masalah, kalau bukan karena itu, buat apa Supermodel sekelas Vallena repot datang ke rumah mereka.
"Apa Sofi melakukan kesalahan?" tanya Bara.
Vallena mengibaskan tangan.
"Tidak. Kinerja Sofi sangat baik. Dia cukup profesional dan sabar menghadapi kecerewetanku," jawab Vallena.
"Lalu ada apa, ya? Hingga Vallena datang ke rumah kami dan ingin bicara dengan kami semua ..." timpal Magda.
"Aku ke sini untuk minta ijin pada ayah dan ibu. Sebab aku ingin Sofi ikut denganku ke Thailand bulan depan," terang Vallena.
----
Hallo, Folks!
Erlin girang banget ya ketemu artis idola. Kalau kalian di sini, ada yang punya artis idola juga enggak? Spill dong! Hehehe
Ohya, jangan lupa tinggalkan Vote dan Comment setelah membaca, ya!
Salam sayang ♡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro