19. Hormones
Mana mungkin seseorang seperti Sofi tega membocorkan rahasia penting yang telah dijaga rapat-rapat selama bertahun-tahun. Apalagi rahasia itu adalah milik orang yang ia cintai, Vallena.
"Aku tidak berniat untuk membocorkan hal ini kepada siapa pun, bu," sahut Sofi kepada Ida.
"Aku akan menaikkan bayaranmu dua kali lipat. Jagalah rahasia ini sampai kamu mati."
"Bu Ida tak perlu melakukan hal itu," bantah Sofi.
Ida mengibaskan tangan, "Tidak. Aku tak ingin berhutang budi pada siapa pun, termasuk padamu." sahutnya.
Ida kemudian berjalan meninggalkan Sofi untuk menyusul Hesa dan Vallena yang mungkin sudah sampai pada areal parkir.
Sofi masih terpagun pada tempatnya.
Rencananya untuk mengundurkan diri gagal seketika. Terlebih setelah mengetahui rahasia besar Vallena, ia tak mampu meninggalkannya. Ia tak ingin Vallena kembali menyakiti dirinya lagi. Selain itu, masih ada pertanyaan yang mengganjal benak Sofi.
Sebelum pulang, Sofi menyempatkan diri untuk merapikan unit Vallena yang berantakan. Seorang diri, ia membereskan bekas kekacauan yang telah terjadi. Menggantung lukisan pada dinding, memungut serpihan kaca pecahan cermin, dan meletakkan barang-barang yang berceceran di lantai ke atas meja rias.
Sofi memungut sebuah pouch yang berisi obat-obatan. Rasa penasaran membuatnya mengintip obat berkemasan blister dan strip di dalam. Androcur, Estromon, dan Phenokinon, nama-nama merk obat yang asing bagi Sofi. Beberapa bungkus persediaan jarum suntik juga tergeletak di sisi meja. Sofi kemudian mengambil foto obat-obat yang ia temukan dengan ponsel. Naluri keingintahuan untuk mencari informasi seputar obat tersebut nanti.
Setelah selesai berberes, Sofi pergi dari unit apartemen Vallena menuju areal parkir. Ia segera masuk ke dalam mobil dan duduk terdiam tak bergeming. Dibenamkan seluruh wajah ke atas kursi kemudi.
Kebenaran akan jati diri Vallena makin membuatnya bingung. Jadi sebenarnya Sofi jatuh cinta kepada seorang lelaki trans? Lalu jika Vallena adalah pria yang berubah menjadi wanita dan jatuh cinta padanya, apakah Vallena berarti seorang transgender lesbian?
"DAMN!" umpat Sofi. Otaknya benar-benar tak dapat mencerna semua pertanyaan yang ia ciptakan sendiri. Herannya, selepas semua yang terjadi, rasa cinta Sofi pada Vallena justru tak berkurang.
Kerumitan dan penuh dengan rintangan, malahan membuat cinta menjadi semakin besar. Jatuh cinta memang luar biasa rasanya, tak tertahankan dan balistik. Rasa yang tak dapat dikendalikan, melainkan mengendalikan. Rasionalitas kalah telak oleh insting. Semua itu karena cinta.
***
Vallena terbaring lemah di atas ranjang setelah Hesa selesai memeriksa kondisinya. Pemberian arang aktif dirasa tak diperlukan, karena menurut cerita Vallena, setelah akhirnya sadar berkat CPR yang diberikan, Sofi segera memaksanya untuk memuntahkan isi lambung.
"Kurasa kita perlu membawanya ke psikiater, kak. Seseorang yang sudah berupaya bunuh diri memiliki kecendrungan untuk melakukannya lagi suatu saat nanti. Aku tak tega melihat kondisi Vallena seperti ini," ucap Hesa pada Ida dari luar pintu kamar.
"Nonsense! Jika ia mengunjungi psikiater di sini, bertambah satu orang lagi yang mengetahui jati dirinya," sanggah Ida.
"Kalau begitu kamu bisa membawanya ke Belanda atau Perancis. Vallena tak bisa dibiarkan begini saja. Mentalnya sangat tak stabil."
"Satu-satunya tempat yang harus ia tuju adalah Thailand! Vallena harus segera melakukan operasi pergantian kelamin. Setelah itu ...," mata Ida menerawang jauh, "ia akan menjadi seratus persen sempurna. Kupu-kupu cantik yang selama ini ia impi-impikan. Vallena, anak perempuanku tersayang, Vallena yang cantik," ucap Ida berkaca-kaca.
Hesa membetulkan kaca mata, raut wajahnya tegang, "Apa kakak yakin semuanya kemauan Vallena? Atau jangan-jangan hal itu yang menjadi penyebab ia melakukan upaya suicide."
Ida melotot, "Tutup mulutmu, Hesa! Kamu lupa, siapa yang membuatmu bisa seperti sekarang?"
Hesa terhenyak.
Ida kembali melanjutkan, "Kalau tidak karena sokongan dana dan kerja kerasku banting tulang, kamu tidak akan menjadi dokter hebat seperti sekarang. Memiliki rumah mewah, tempat praktek sendiri, dan jabatan sebagai dokter tetap di Rumah Sakit terkenal! Itu semua karena aku. Aku yang membiayai sekolahmu! Aku sama sekali tidak meminta balasan. Sebagai saudarimu, aku hanya meminta dukungan darimu saja! Apa sulit?" gertaknya.
Hesa mendengkus. Tak mampu membalas ucapan saudarinya. Rasa hutang budi telah menyiutkan nyalinya untuk mendebat sang kakak.
"Pantau terus kondisi Vallena. Aku akan tidur sebentar," perintah Ida. Ia kemudian meninggalkan Hesa seorang diri. Hesa kemudian mulai berpikir, mungkin bukan Vallena yang membutuhkan psikiater, melainkan Ida.
***
Sofi menjatuhkan bokong ke atas sofa ruang tengah rumahnya. Ia kelelahan.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lebih. Matanya melirik kotak nougat yang tergeletak di meja. Diambilnya beberapa dan ia masukkan ke dalam mulut.
Dari balik temaramnya lampu, Bara muncul menghampiri Sofi.
"Malam sekali pulangnya, Sof?" ucap Bara.
"Ayah belum tidur?" tanya Sofi, "iya maaf, yah. Sofi terpaksa pulang malam, urusannya memakan waktu lebih lama dibanding perkiraan Sofi."
"Urusan apa memangnya?" cecar Bara.
"Ada meeting dengan Vallena dan bu Ida, tentang konsep outfit dan riasan Vallena untuk syuting yang mendatang," Sofi terpaksa berbohong.
"Sampai berjam-jam hanya membicarakan soal begitu?"
"Ya. Maklumlah model, ingin serba perfect. Betewe, ini dari mana, yah? Siapa dari Jakarta?" Sofi menunjuk satu bungkus nougat. Ia lalu membukanya untuk dimasukkan ke mulut.
Bara berdehem.
"Vino tadi ke sini. Nunggu kamu yang lama sekali tidak pulang-pulang."
Mata Sofi membelalak. Spontan ia memuntahkan makanan yang ada di dalam mulut. Nougat yang semula enak dan manis, berubah menjadi rasa tahi kerbau bagi lidahnya.
"Apa?!" teriaknya, "dan kalian semua membiarkan dia masuk?!"
"Kami semua bahkan makan malam bersama," terang Bara.
Sofi beringsut dari duduk. Emosinya membuncah naik ke ubun-ubun.
"Ayah bercanda 'kan? Kita lagi ngomongin Vino lho, yah! Vino yang sama! Vino yang ninggalin Sofi gitu aja dan nikah sama cewek lain yang lebih tajir. Bisa-bisanya kalian welcome ke dia gitu aja?"
Alis Bara bertautan.
"Kamu yang sopan ya ngomong ke orang tua! Vino itu anak yang sangat baik! Lagipula alasan kalian putus dulu itu tidak masuk akal, Sof! Harusnya kamu bisa lebih sabar sebagai wanita. Kamu 'kan tau Vino kala itu masih merintis bisnis travel!"
Sofi tersenyum getir, "Kenapa jadi bawa-bawa sabar dan bisnis travel? Enggak paham Sofi sama apa yang ayah bicarakan! Vino pasti mutar balikkan fakta yang sebenarnya," kecamnya.
"Tingkah laku baik. Sekarang pun pekerjaan sudah mapan dan stabil. Sopan dan masih mau sama kamu, Sof. Harusnya kamu jangan keras kepala begini," hardik Bara.
"Ayah jawab dulu pertanyaan Sofi, Vino mutar balikkan fakta soal alasan kita putus dulu 'kan? Emang cowok berengsek!" maki Sofi.
Mata Bara mendelik, "SOFI!" bentaknya, "kamu ini anak perempuan kok ngomongnya kasar betul! Rubah tingkah laku kamu itu!"
"Vino memang berengsek, yah! Kenapa malah kalian lebih membela dia daripada aku yang anak kandung kalian?" sanggah Sofi.
"Kalau keras kepalamu tak bisa kamu perbaiki, kamu akan jadi perawan tua selamanya, Sof!"
"Biarin! Lebih baik aku jadi perawan tua daripada harus menjalin hubungan lagi dengan Vino!" Sofi tak mau kalah.
"Ada apa ini?" Magda muncul dengan mata yang masih memerah karena terpaksa bangun dari tidur.
"Ini lho anakmu, bu. Dia marah-marah gara-gara Vino baru saja dari sini. Omongannya sebagai seorang perempuan itu sangat kasar. Seperti tidak pernah sekolah!" jelas Bara pada istrinya.
Magda berdecak, "Astagfirulloh, Sof. Kamu itu mbo' ya manut kalau dituturi orang tua¹. Vino itu sudah bercerai lama dari istrinya. Unggah-ungguh² Vino juga baik. Dia belain ke sini untuk bertemu dengan kamu. Setelah apa yang kamu lakukan ke dia, dia masih mau sama kamu lho, Sof."
Mata Sofi lebih melotot dari sebelumnya, mulutnya menganga, "Setelah apa yang Sofi lakukan ke dia? Emang aku ngapain dia? Bajingan emang! Bisa-bisanya pencitraan di depan ayah sama ibuku!"
"Sofi! Dijaga bicaranya! Tidak pantas nyebut-nyebut orang dengan panggilan 'bajingan' begitu!" bentak Magda.
"Hmm, apa kubilang, bu! Anakmu itu susah banget dituturi. Padahal cah wedok kok kalau ngomong kuasar!" timpal Bara.
Sofi jengah. Tak sanggup berlama-lama mendebat kedua orang tuanya yang sudah tersihir oleh mantra manipulatif Vino. Dengan sisa emosi yang masih membuncah, Sofi meraih tumpukan kotak nougat di meja, berjalan membawanya dengan geram.
"Lho mau diapakan itu, Sof?!" tanya Magda berteriak.
Sofi membuang semua nougat pemberian Vino ke dalam bak tempat sampah yang berada di luar rumah. Hatinya sibuk mengumpat dan memaki. Lelaki tanah jahanam!!!
***
Untuk menghindari berpapasan dengan Bara dan Magda, Sofi urung masuk ke dalam rumah melalui pintu depan. Ia berjalan memutari samping rumah untuk menuju pintu belakang. Mengendap masuk dan berjingkat ke dalam kamar.
Ia membanting sling bag ke atas lantai.
Melepas jeans dan kaos yang ia kenakan, hingga menyisakan pakaian dalam saja. Dengan segera, ia meraih ponsel dan mengetik nama-nama obat yang ia temukan di rumah Vallena pada halaman pencarian online.
Androcur adalah testoteron blocker. Obat yang mengandung Cyproterone acetate yang berfungsi menghambat kerja hormon testosterone pada laki-laki. Testosterone merupakan hormon yang dihasilkan dari testikel (buah zakar) yang berfungsi mengatur keseluruhan sistem organ reproduksi laki-laki.
Obat selanjutnya adalah Estromon, obat ini adalah preparat hormon yang digunakan untuk mengatasi kekurangan hormon estrogen di dalam tubuh. Tentu saja, sebagai seorang yang terlahir sebagai lelaki, tubuh Vallena hanya menghasilkan sedikit kadar hormon estrogen. Yang terakhir adalah Phenokinon Injection, fungsinya hampir sama dengan Androcur. Namun metode pemakaiannya melalui injeksi atau suntikan.
Bagi seorang pria, mengonsumsi hormon kewanitaan dapat menyebabkan penyusutan testis dan perasaan yang lebih sensitif atau moody. Tidak jarang, obat hormon itu juga akan menimbulkan gejala depresi pada pria. Hal ini menerangkan kepada Sofi, mengapa Vallena memiliki sikap yang pemarah dan labil. Tentu saja, obat-obatan ini cukup mempengaruhi mentalnya. Tak hanya pada lelaki, pil mengandung hormon juga kadang berefek samping pada wanita, seperti perubahan suasana hati.
Semalaman ini Sofi tak bisa tidur.
Bermodal ponsel, ia mencari semua hal yang berhubungan dengan transgender. Berjam-jam ia habiskan untuk melihat video keseharian selebgram trans atau perjalanan hidup hidup mereka. Satu hal yang sama dari pengakuan mereka semua. Mereka selalu merasa terperangkap di tubuh yang salah. Para transgender yang telah bermetamorfosis penampilan fisik, menjadi lebih bahagia dan bebas dengan dirinya. Suatu hal yang tidak ia lihat di diri Vallena.
Menjalani hidup sebagai wanita tak membuat Vallena bahagia. Mengapa? Bukankah seharusnya ia senang karena telah menyelaraskan fisik dan jiwanya. Rasa rindu membuncah di hati Sofi. Ia ingin segera bertemu dengan Vallena esok.
Sofi sadar sudah tak ada lagi jalan untuk mundur.
¹ kamu itu mbo' ya manut kalau dituturi orang tua : kamu yang nurut kalau dikasih tahu orang tua (bahasa Jawa)
² unggah-ungguh adalah sopan santun atau tata krama
----
Perhatian, Folks
Obat-obatan yang aku sebutkan di atas harus melalui resep dokter, ya. Jadi jangan berniat mencobanya tanpa melalui konsultasi terlebih dahulu.
Salam sayang ♡
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro