Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Surprise

"Alamak, ini baju panitia? Bagus amat, bisa-bisa kalah mantennya?" istri Edgar berlenggak-lenggok di depan kaca. Ia sedang mencoba midi dress yang besok akan dikenakannya di pesta resepsi atasan kakaknya.

Dress sepanjang lutut menggunakan brokat dan banyak payet. Model gaun putih tulang itu melebar ke bawah sehingga menampilkan kaki jenjang Lieve.

"Terus enggak ada gladi kotor atau gladi resik gitu?" tanyanya lagi pada sang kakak yang duduk di ranjang.

"Ada. Tapi buat panitia-panitia inti. Kamu 'kan cuman pelengkap. Besok tinggal langsung datang aja."

Lieve mantuk-mantuk. Ia masih mengangumi baju cantik yang sedang ia kenakan.

"Punyamu kayak apa, mbak? Lihat dong!"

Saudarinya gelagapan, "Punyaku apa?"

"Gaunmu, seragam panitiamu maksudku, lihat dong!" pinta Lieve, "aku penasaran. Modelnya gini juga?"

"Enggak, beda. Panitia inti lain lagi model seragamnya."

Mata Lieve membulat, "Aduh tajir banget atasanmu itu ya, mbak? Terus mana seragammu? Aku mau lihat."

"Masih di tukang jahit. Agak kebesaran, lagi aku kecilin," sahut sang kakak sembari garuk-garuk kepala.

"Hah? Acaranya besok, lho. Kok masih kamu taruh di penjahit? Emang nutut? Terus enggak di cuci dulu apa?" cecar Lieve.

Saudari Lieve bangkit dari duduk, "Ah iya-iya. Nanti aku ambil. Udah, aku mau tidur. Sudah malam!"

Lieve mengangguk.

Matanya lalu kembali tertuju ke depan cermin. Memandangi gaun yang ia kenakan. Begitu cantik. Andai Edgar melihat penampilannya, lelaki itu pasti memberikan berondongan pujian.

Raut wajah Lieve mendadak berubah.

Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas nakas. Sama sekali tidak ada pesan atau telepon dari sang suami.

***

Tubuh Lieve begitu letih.

Dari pagi buta, ia sudah harus bekerja. Wanita itu membaringkan tubuh di atas ranjang. Suasana rumah saudarinya sepi melompong. Kakaknya pasti sudah ada di tempat acara, sementara, anak-anak sang kakak, katanya sedang berkunjung ke rumah kakek-neneknya bersama dengan ayah mereka.

Mata Lieve terpejam. Ingin sekali pergi tidur, namun tidak bisa. Terlanjur membuat janji untuk menjadi panitia pesta. Mau tidak mau, ia harus segera mandi dan berangkat ke lokasi, sebelum diomeli oleh saudarinya karena telat.

Dengan tidak ikhlas, ia bangkit dari kasur yang empuk untuk mandi.

Setelah mengeringkan tubuh, ia segera mematut diri di depan cermin. Berdandan dan mengatur rambut.

Tiba-tiba terdengar ketokan di pintu depan rumah sang kakak.

Lieve berdecak, "Siapa, sih ... mana enggak ada orang," gumamnya.

Ia bangkit dan berjalan ke ruang utama dan membuka pintu.

Matanya membelalak dengan sosok yang sudah berdiri di hadapannya. Sabahat karibnya yang sudah setahun lebih tidak ditemui karena menetap di Jakarta. Dengan sang sahabat ini-lah ia merintis bisnisnya sekarang. Namun, setelah tiga tahun berkolaborasi, sang sahabat memutuskan pindah ke Jakarta karena tawaran yang lebih baik.

"Astagaaaaaa! Kok bisa kamu ada di sini?!" teriak Lieve terkejut bukan kepalang.

Mata sahabatnya berkaca-kaca, "Akika cari-cari situ, nek! Katanya situ ada di sindang! Kebetulan akika lagi di Surabaya!"

"Kata siapa aku di sini?" Lieve berkernyit, perasaan, yang mengetahui keberadaannya cuma sang kakak saja.

Sahabatnya mengibaskan tangan dengan kenes, "Udah ah. Situ jangan banyak omong! Situ mau ada acara 'kan, nek! Sini eyke bantu rias itu mukadima sama rambutan!"

Lieve lagi-lagi memasang ekspresi bingung, "Tau dari mana aku mau ada acara."

"Nah itu, mana ada orang di rumah pakai gaun spektakuler paripurna macam yang situ pakai ..." jari telunjuk sang sahabat menjentik.

Tetap saja Lieve curiga.

Ada sesuatu yang janggal dan aneh. Tapi apa?

Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam rumah. Dengan lihat sahabatnya mengatur rambut Lieve. Menggulung rambut panjang dan tebal membentuk gaya twisted. Rambut dikepang melingkari kepala kemudian dicepol menggunakan donut bun.

"Gimana kabar Jakarta? Aku lihat kamu sibuk sama klien-klien artis, ya?" tanya Lieve.

"Ya gitu deh, nek. Rempong!" jawabnya sambil terus mengatur rambut.

Lieve terdiam sesaat.

"Ada apa sebenarnya? Kalian merencanakan sesuatu, 'kan?"

Sahabatnya menelan ludah. Tapi tetap berusaha tenang.

"Situ diem aja. Terima beres."

Jantung Lieve seketika berdegup kencang. Jawaban dari sahabatnya yang ambigu, membenarkan kecurigaannya.

Jemari tangan sang sahabat lihai merias wajah Lieve. Peach nude Make up membingkai sempurna wajah Lieve yang anggun.

Riasan wajah dan rambutnya sudah rampung. Sang sahabatnya yang gemulai, mengambil sebuah kantong yang cukup besar.

"Pakai ini, nek," ucapnya menyodorkan benda itu kepada Lieve.

Lieve mengambil kotak sepatu Chritian Louboutin yang ada di dalam kantong. Sekarang ia tahu, siapa dalang dibalik semua keanehan ini. Edgar.

Lieve paham betul, suaminya selalu memberikannya barang-barang branded, termasuk sepatu. Bahkan, Edgar lebih mengerti soal barang-barang mahal wanita ketimbang dirinya.

Lieve tak berkata sepatah pun.

Pasrah mengikuti jalan permainan. Setelah mengenakan high heels berciri khas red sole di kedua kakinya, ia dan sahabatnya pun berangkat ke lokasi acara.

Keduanya sampai di Hotel Majapahit.

Sang sahabat menggandeng lengan Lieve dengan erat, sesekali diliriknya lelaki kemayu itu, matanya tampak berair - seperti hendak menangis. Hal itu makin membuat jantung Lieve berdetak cepat bak habis berlari di atas treadmill.

Hotel ini menjadi satu-satunya hotel dengan desain arsitektur ala kolonial Belanda yang sangat kental. Hotel dengan keunikan arsitektur klasik, lengkap dengan perabotan yang serba kayu, terkesan vintage.

Mereka sampai di garden hotel, lampu-lampu gantung berbentuk bulat penuh menghias. Dengan pemandangan air mancur khas Eropa, diliputi oleh rindangnya pepohonan, serta dikelilingi oleh gedung hotel yang cantik. Benar-benar sama bagai perwujudan pernikahan impian Lieve.

"Ladies and Gentlemen, please welcome, the beautiful wife, mrs. Aanholt ..." suara menggelegar dari MC yang menyambut kedatangan Lieve.

Bibir Lieve menganga, sangat terkejut dengan kejutan yang ditujukan untuknya. Sederet tamu undangan sudah berdiri menyambut kedatangannya sembari bertepuk tangan.

Tetangga-tetangga, beberapa karyawan kantornya, dan juga seluruh keluarga intinya. Ayah, ibu, saudari-saudarinya, lengkap dengan keponakan dan kakak ipar Lieve.

Wanita itu begitu terharu, sekaligus malu.

Di depan Edgar sudah berdiri menunggunya. Pria itu luar biasa tampan. Mengenakan jas ala American style berwarna hitam.

Lagu Turning Page dari Sleeping at Last mengalun mengiringi langkah Lieve.

Seorang wanita yang tampaknya EO, menghampiri Lieve dan menyodorkan buket bunga mawar berwarna putih dan soft pink.

Lieve membawa buket itu sambil tertawa merona.

Ia akhirnya sampai ke tempat sang suami berdiri. MC meminta agar para tamu undangan kembali bertepuk tangan.

"Pesta kejutan ini sengaja disiapkan oleh mr. Aanholt untuk istrinya tercinta. Beliau ingin memberikan pesta pernikahan impian yang dulu tidak sempat mereka gelar. Mr. Aanholt sudah menyediakan dua buah cincin untuk disematkan kembali di jari manis mereka berdua," terang MC.

Dua orang staff EO kembali menghampiri sambil memberikan kotak kecil berisi cincin kepada Edgar.

"Apa-apa'an ini, Ed?" bisik Lieve terkesima.

Edgar mengulas senyum. Mengeluarkan cincin bermata batu safir yang dikelilingi berlian. Ia lalu menyematkan cincin itu ke jari manis istrinya.

Para undangan bertepuk tangan.

Kedua orang tua istri Edgar bahkan menangis penuh haru.

MC lalu mempersilahkan Edgar untuk bicara.

"Semua ini kulakukan untukmu, Lieverd. Semoga kamu selalu berbahagia, sabar mendampingiku, dan cinta kita abadi selamanya. Maafkan atas segala salah dan kurangku. Aku mencintaimu," ucap Edgar menggunakan microphone.

Beberapa tamu memekik.

Para ibu-ibu tetangga sekitar rumah mereka mengipas wajah dengan tangan. Iri melihat keromantisan luar biasa dari Edgar.

Edgar mendekati sang istri. Mereka saling bertatapan penuh kasih. Keduanya akhirnya berciuman mesra, semakin membuat orang-orang berteriak riuh.

"Ed, kamu lebay! Orang mengadakan pesta setelah ulang tahun pernikahan ke-25 atau ke-50, kita bahkan baru dua tahun menikah. Aku sangat malu!" Lieve membisiki telinga Edgar.

"Biar saja. Aku yang punya uang, terserah mau kugunakan untuk apa. Lagipula, aku lebih memilih lebay demi membahagiakan pasangan ketimbang menjaga image dan sok cool," jawab Edgar terkekeh.

Lieve tertawa sembari memeluk mesra suaminya.

"No, stanotte amore ...." musik tiba-tiba mengalun.

Lieve membelakkan kedua mata. Lagu ini adalah lagu impian first dance-nya.

"Non ho più pensato ha te ..."

Il Mondo yang dibawakan oleh Jimmy Fontana.

Edgar menyodorkan telapak tangan ke arah sang istri, "Shall we?" tawarnya.

Sang istri menyambut tangannya.

Mereka berdua berdansa sambil beradu pandang. Rasa cinta yang tak pernah pudar atau berkurang. Justru makin bertambah tiap harinya.

"Dari mana kamu tau semua ini? Seingatku, aku tak pernah membicarakan soal pesta pernikahan impianku," selidik Lieve penasaran.

"Dari siapa lagi kalau bukan sahabat lamamu," Edgar menunjuk lelaki kenes yang sedang bertepuk tangan mengikuti alunan musik.

Lieve tertawa. Ia kemudian berdehem, merasa wajib meminta maaf pada suaminya.

"Maafin aku yang pergi dari rumah."

"Tidak masalah, justru karena itu, aku bisa menyiapkan ini semua. Aku yang seharusnya minta maaf," sahut Edgar.

"Minta maaf untuk apa?"

"Aku akan mengganti nama-nama tokohku sesuai permintaanmu," terang Edgar.

"Terima kasih, sayang," Lieve menyandarkan kepala di dada suaminya. Ia kemudian bertanya, "Bolehkah aku membaca ceritamu sebelum kau mengganti nama mereka semua?"

"Boleh saja," Edgar tertawa, "tapi apakah kau paham dengan artinya? Aku menulisnya dengan bahasa Belanda."

"Kalau begitu kau yang bacakan untukku," Lieve mengerlingkan mata.

"Baiklah ..." Edgar tersenyum penuh arti.


----

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro