BONUS 2 : Holding Hands
Siang itu terik sekali. Panasnya benar-benar menyengat. Akaashi berkali-kali menyeka keringat yang mengucur di pelipisnya.
Sudah 2 jam mereka berlatih nonstop. Ah tidak. Sebenarnya hanya Bokuto dan Akaashi yang terus berlatih karena Bokuto yang merengek untuk ditemani latihan lebih lama.
"Sekali lagi , Akaashi!" pinta Bokuto setelah memukul toss yang kesekian kalinya diberikan.
"Kau terus ngomong begitu setiap sudah memukul , Bokuto-san." sindir sang setter.
"Ayolah! Sebentar lagi Turnamen Musim Semi! Kau tidak mau menunjukkan yang terbaik untuk [Lastname]-chan?!"
Tanpa ba-bi-bu Akaashi langsung mengambil bola, memukulnya lalu memberi umpan terbaiknya. Bokuto bersinar-sinar.
"YOSHA!" Tepat ketika bola berada dititik terbaiknya, Bokuto memukul bola sekuat tenaga. "AKU YANG TERBAIK HEY HEY HEY!"
Akaashi menghela nafas. Rasanya sudah cukup lelah hari ini, pemuda itu pun berjalan menuju bench dengan cepat sebelum Bokuto kembali meminta hal yang tidak ada habisnya itu.
"Otsukare." Suzumeda mengulurkan botol minum ke arah Akaashi. Setelah berterima kasih Akaashi langsung meneguk minuman lalu mengelap keringatnya.
"Sudah 1 bulan ya, sejak kau menjalin 'kontrak' dengan [Name].." Suzumeda cekikikan.
"Apa-apaan kau." Akaashi mengalihkan wajahnya yang merona tipis.
"Sudah sejauh mana kau bertindak?"
"Bertindak soal apa?"
"Soal melakukan hal romantik dengan seorang gadis. Kau tau, seperti kencan dan lainnya."
"Ah itu." Akaashi kembali meneguk airnya. "Kami baru 3 kali kencan. Lagipula aku sibuk latihan dan dia sibuk bekerja."
Suzumeda membulatkan mulutnya. "Yang lebih spesifik?"
"Yah.. Aku.. hanya memegang tangannya 2 kali. Aku masih malu. [Lastname] juga begitu."
Terdengar suara gelakan dari manajer kelas 2 itu.
"Kalian sama-sama pemalu. Setidaknya itu tidak merepotkan."
Akaashi sweatdrop. Tidak merepotkan katanya? Karena sifat itu mereka jadi terhambat melakukan hal yang lazim dilakukan pasangan kekasih.
Tidak usah jauh-jauh, pegangan tangan saja harus berpikir 2 kali. Bagaimana mau jalan ke hal-hal berikutnya? Itu yang katanya tidak merepotkan?
Tapi tak apalah, Akaashi. Kau membiarkan [Name] pure sampai kalian sah berumah tangga/eh.
"Bayangkan saja kalau [Name] punya pacar seperti Bokuto. Pasti dia kewalahan memenuhi semua keinginan Bokuto yang kadang tak masuk akal."
Memang benar sih. Bokuto itu kan hiperbol dan suka mengagetkan orang. Bagaimana kalau [Name] menolak pegangan tangan Bokuto ? Burung hantu itu bisa terkena mood swing setiap hari.
"Lalu, bagaimana pandangan teman-teman [Name] di cafe tentangmu?"
"Biasa. Tidak terkejut. Normal. Toh kami memang sudah dekat."
"Teman-temanmu se-"
"Kenapa kau kelihatan seperti wartawan, sih?" ujar Akaashi sambil menyipitkan matanya. "Kau ini biang gosip ya?"
"Hahaha. Habis teman-teman di kelas tak menyangka kau jadian dengan si pemalu itu. Rasanya seperti mustahil." Suzumeda tertawa lepas. Akaashi mendengus.
"Dan lagi, aku tak mau membiarkan [Name] terluka. Biarpun kau bukan tipe seperti itu, aku hanya jaga-jaga."
"Caramu menghindar sangat menyentuh."
"Ah sudahlah. Hanya itu yang ingin kutanyakan." Suzumeda melambai-lambaikan tangannya. Lalu gadis itu kembali ke tempatnya dan Shirofuku berada.
'Mau menyentuhnya saja kadang malu. Apalagi menyakitinya.'
===
TING!
"Selamat datang , Tuan 'Pencuri Hati Maid'."
Akaashi menyipitkan matanya menatap Arisu yang menyambutnya dengan nick tak enak.
"Kau datang tepat waktu lagi, ya?" tanya Arisu sambil melipat tangan di dada.
"Memangnya aku pernah terlambat?" balas Akaashi. "Dan hentikan panggilan aneh itu."
"Menyebalkan sekali. Hei [Nickname]! Penjemputmu sudah datang!" Arisu melenggang ke ruang ganti. Selang beberapa menit [Name] keluar dari ruang ganti.
"Ah, Akaashi-kun. Maaf membuatmu menunggu." ujar [Name] sambil merapikan jas sekolahnya. "Kita langsung pulang?"
"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Penting." Akaashi menatap seisi cafe. Tidak terlalu ramai. Lalu berganti menatap iris [e/c] milik sang kekasih.
"Eh?"
.
.
.
"Silahkan."
Arisu datang ke meja yang diduduki Akaashi. Dengan senampan berisi 2 latte. Ia melirik ke Akaashi sekilas sambil bergumam.
"Kau masih berhutang manisan padaku."
Akaashi mengerutkan kening. "Iya iya. Yang benar saja kau."
Setelah Arisu pergi , barulah [Name] menunduk-nunduk.
"Maaf , Akaashi-kun. Arisu-chan memang suka begitu."
"Tidak. Tidak masalah. Lagipula aku memang sudah berjanji."
[Name] tersenyum. Di ambilnya cangkirnya lalu diseruputnya moccalatte miliknya.
"Jadi, apa yang mau dibicarakan?"
Akaashi menghela nafasnya berat. "S-sebenarnya bukan hal yang begitu penting tapi..."
Perlahan telapak tangannya mengambil tangan [Name] di samping cangkir lalu memegangnya erat. Reflek wajah [Name] berubah warna.
"A-aku ingin kita terbiasa dengan hal seperti ini." gumam Akaashi pelan.
[Name] diam. Terasa di genggaman Akaashi tangan kekasihnya bergetar. Merasa bersalah juga karena permintaannya ini berkesan memaksa.
"[Name] , kalau kau merasa tidak nyaman aku akan melepas-"
"Eh, tidak. Jangan." Tangan yang bergetar itu menahan tangan Akaashi, malah memberanikan diri untuk mempautkan jari jemari mereka dan kini saling bergenggaman.
Sekarang giliran Akaashi yang malu dan gugup.
'Astaga. Tenanglah diriku.'
Akaashi mengatur detak jantungnya. Setelah dirasa enak, pemuda itu mendongak dan menatap [Name] yang menunduk dan telinganya yang memerah.
Perlahan pegangan pun dilepas.
"Itu.. pemanasannya. Oke?"
[Name] mendongak. Wajahnya yang memerah kini sudah lebih baik dari yang tadi.
"Iya.." Perlahan tangan kembali ditarik dan dengan gemetar [Name] menyeruput kembali lattenya.
'Bayangkan saja kalau aku ini Bokuto-san. Mungkin dia takkan melepaskan tangan [Name]. Dan [Name] akan pingsan karena malu.'
.
.
.
Perjalanan pulang kali ini sedikit awkward. Padahal biasanya [Name] akan menceritakan kejadian unik tiap harinya pada Akaashi, begitupun sebaliknya.
Satu-satunya jawaban mengapa bisa begitu sunyi ya, karena tangan yang bergandengan hangat. Mungkin mereka sedang beradaptasi dengan keadaan yang baru dicoba ini.
Bersyukur saja karena rumah [Name] yang tidak jauh dari pusat kota itu, mereka tak perlu berlama-lama merasa awkward dengan situasi ini.
"Hey, [Lastname].." panggil Akaashi pelan. [Name] menoleh masih dengan rona tebal dipipinya.
"Iya?"
"Sungguh, kalau kau tak merasa nyaman, aku akan melepasnya." ujar Akaashi sambil menghela nafas.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya, gadis itu semakin mengeratkan pegangannya.
"T-tidak, Akaashi-kun. Aku tidak boleh begini terus." jawab [Name] dengan suara sedikit gemetar karena malu.
"Kalau aku terus-terusan begini, ka-kasihan Akaashi-kun kan. Kau ingin.. tahu rasanya bisa bermesraan dengan pacarmu.." gumam [Name]. Semakin lama suaranya semakin menciut.
Akaashi terbelalak, namun langsung tersenyum sambil menatap [Name] dari sela-sela helai rambutnya. Dieratkannya genggaman di telapak tangan [Name] yang kecil.
"Terima kasih."
[Name] mengangguk. Setelah berjalan sekitar 8 menit, akhirnya mereka sampai di rumah [Name].
"Terima kasih sudah mengantarku , Akaashi-kun."
Genggaman dilepas, beralih untuk mengelus surai [h/c].
"Sama-sama. Oh , ya.."
Akaashi kembali menarik tangannya dari kepala [Name] , dan kini menyentuh bibir merah muda sang gadis. Menggeseknya lembut, seperti membersihkan sesuatu.
"Krim latte mu. Ada-ada saja. Kau seperti anak kecil." goda Akaashi sambil membersihkan jarinya dengan bibirnya.
"Kalau begitu, aku pulang sekarang ya. Akan kuhubungi saat sampai." Akaashi melambai sambil berjalan menjauh dari rumah [Name].
Tanpa menyadari sang kekasih yang membatu dengan wajah merah sambil memegangi bibir.
'I-indirect kiss!?'
Uh, gajegajegajegaje :')
Haloo, Neneko kembali uwu)/
Entah kenapa rasanya bonus yang ini sedikit gaje. Tapi bonus yang ini malah jadi favoritku. Bahkan aku nulisnya sambil senyum-senyum juga. Itu normal kan? xD
Terima kasih buat para reader yang masih menunggu bonus chapter fanfic ini. Ditunggu bonus berikutnya ya! See you next chapter!❤️
OWARI OF BONUS 2
-ハイキュー-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro