Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ 11 ] Rain

"Apa yang aku lakukan ..." 

Akaashi mengusak-usak rambutnya lalu turun ke wajahnya. 

Mengungkapkan perasaan orang melalui selembar kertas sangat tidak gentlemen. Sebagai seorang pria harusnya mengucapkan secara langsung. Sekalipun jantungnya minta dikeluarkan atau resiko di tolak lebih besar, tapi itu menunjukkan sebuah keberanian. Begitulah menurut Akaashi.

Ya, tapi setidaknya Akaashi merasa lebih lega. Hatinya berhasil melepas sesuatu yang sudah lama ditahan dan sukses membuatnya frustasi selama berhari-hari.

Pemuda itu berhenti di halte. Mendung dan gelap. Daripada harus terlambat sampai rumah sebaiknya aku naik bis, batinnya.

"Harusnya aku tak menulis namanya tadi." Akaashi masih bergumam-gumam. Merutuki kelakuan yang bisa membuatnya tak bisa lagi melihat [Name] di cafe maupun sekolah. Gadis itu pasti menghindarinya.

Pemuda itu menghela nafas. Jam menunjukkan pukul 6 tepat. Langit semakin gelap dan bis tak kunjung datang. Tak biasanya. Padahal di waktu ini bus akan ramai berdatangan. Satu persatu lampu di halte menyala. Ada beberapa orang yang juga menunggu kedatangan bis. Sampai selang 10 menit sebuah bus datang.

Hanya saja, kapasitas nya sudah maksimal menampung orang yang menunggu di halte, minus Akaashi. Jadi terpaksa ia menunggu bis berikutnya.

"Hari ini sepertinya sial sekali." Akaashi duduk di kursi panjang. Beruntung. Tidak sampai 5 menit bis berikutnya datang. Akaashi menghela nafas lega, ia langsung melangkahkan kakinya menuju bus.

"Akaashi-kun!"

Sampai suara yang sangat familiar berhasil menghentikan langkahnya. Derap suara kaki yang semakin mendekat dengan tubuh berlapis seragam maid yang belum diganti. Mantel coklat tua tersampir di lengan kanan dan tas sekolah menyangkut dibahunya.

Dan jangan lupa. 

Dua lembar sticky notes dan sebuah bolpoin masih setia digenggam.

"[Lastname]..?"

"T-Tunggu... Jangan dulu.. pergi.."

[Full Name] mengatur nafasnya sambil membungkuk. Rambut yang tertata rapi sedikit terurai berantakan karena berlari dengan gusar.

"Ah."

'Gawat.. padahal aku berpikir [Lastname] akan ilfeel karena kelakuanku,'

Akaashi berkeringat dingin. Pemuda itu akhirnya batal naik bus dan perlahan melangkah ke arah [Name] yang berdiri didepan halte.

"A-..Ano!" [Name] menyentak, kepalanya tertunduk menatap lurus ke lantai . Akaashi menatapnya bingung.

"[Lastname]..."

"A-aku-!"

TRIK TIK TIK

Tetesan hujan sedikit demi sedikit mulai meramaikan suasana hening yang sempat menyelimuti keduanya. [Name] yang masih berdiri cukup jauh dari halte langsung ditarik oleh Akaashi.

"He-hei. Sudah tau hujan kenapa masih diam?" tanya Akaashi. Lengan putih yang masih digenggamnya terlihat bergetar. Akaashi melongok ke wajah sang gadis yang sedikit mendongak.

Merah sempurna dengan imajiner kepulan asap dikepalanya.

"A-ah.. maafkan aku.." Akaashi langsung melepaskan pegangannya. Pipi pemuda itupun ikut merona.

"Iya.. Tidak masalah." 

Akhirnya keduanya berdiam diri dan duduk dihalte sambil menatapi rintikan hujan yang semakin ramai dengan pantulan suara makin keras. 

'Ah, aku tidak bisa pulang kalau cuacanya semakin buruk.'

Hening sekali, hanya suara hujan dan kendaraan yang berlalu lalang mendominasi halte. [Name] menunduk sambil memainkan roknya. Menatap helaian poni yang basah karena terkena rintikan hujan yang cukup banyak. Akaashi juga diam, hanya matanya yang bergerak untuk melirik [Name] 

'Manis ..' 

Namun sedetik kemudian lanngsung menepis pemikirannya. Sungguh tak sopan , menurutnya.

"Ano.." [Name] memanggil dengan gugup. Kepalanya masih menunduk. Yang berbeda hanya tangan yang meremas sticky note sampai kusut.

"[Lastname]... Ada yang ingin kau katakan?" Jawab Akaashi. 

"S-se.. sebenarnya aku-"

PURRRR

Raungan kecil keluar dari perut kosong [Name]. Suasana menjadi semakin awkward. Warna merah langsung terpapar dari wajahnya. Gadis itu langsung memunggungi Akaashi sambil menutupi wajahnya. Akaashi mengerutkan keningnya.

"[Lastname]... kau belum makan?" tanya Akaashi sambil menatap [Name]. 

"A-aku.. lupa." [Name] menundukkan kepalanya sambil memainkan ujung roknya. Merasa malu mengingat kenyataan bahwa ia lupa makan karena mengejar Akaashi.

"Kalau begitu kita harus cari tempat makan dulu." Akaashi bangkit dari duduknya kemudian celingukan, berjalan ke luar halte namun ditahan oleh [Name].

"T-Tunggu.. kita pakai ini.."

===

Sebuah restoran bernuansa klasik menjadi tempat mereka berteduh dari hujan dan perut lapar. Sebenarnya hanya [Name] yang kelaparan. Akaashi ? Dia juga lapar, sih. Hanya saja mulutnya tak akan toleran dengan makanan apapun di mulutnya.

Karena [Name] terus menggenggam sticky notes hasil tulis tangannya.

'Aku ingin makan, tapi aku tak selera makan. Sialan..' batin Akaashi gelisah. Kini [Name] tengah memesan makanan jadi ia takkan menyadari kegelisahan Akaashi.

"A-anu, Akaashi-kun tidak pesan?" panggil [Name] menyentak lamunan Akaashi.

"Coffe Latte saja 1." Lalu [Name] menutup pesanannya.

Dan jadilah kedua orang ini saling diam sambil menunggu makanan [Name] datang.

'Awkward lagi. Gawat...' batin keduanya.

Sebenarnya Akaashi ingin membicarakan perihal kertas itu dan perasaannya. Ia tidak mau degup abnormal dan kekacauan pola pikir ini terus mengganggu aktivitasnya. Terserah apa yang akan dikatakan [Name] soal perasaannya. Setidaknya perasaannya sudah lega biarpun sakit atau senang.

Tapi gadis ini sedang lapar. Jika Akaashi membicarakan ini pasti [Name] bisa gelisah dan tak mau memakan makanannya. Tentu saja itu akan memberi pengaruh buruk pada tubuhnya.

"K-kupikir kita akan kembali ke cafe.." [Name] membuka pembicaraan, namun sambil menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap Akaashi.

"Itu sudah terlalu jauh. Lagipula tidak mungkin kita akan berjalan jauh ke cafe hanya dengan 1 payung." Jawab Akaashi. Biarpun alasan sebenarnya membawa [Name] kemari adalah menghindari ledekan Arisu soal tulisannya. Tapi kenyataan bahwa Akaashi berjalan 1 payung dengan [Full Name] adalah benar.

"Benar juga ya.. Hehe.." [Name] terkekeh sambil menggaruk kepalanya.

"Lagian.. kenapa kau tidak makan? Kau bekerja di cafe jadi harusnya kau makan disana." Tanya Akaashi sambil menghela nafas. [Name] tersenyum masam.

"Hehe.. Maaf. Habisnya aku buru-buru mengejarmu..." Gadis itu menunduk sambil meremas roknya.

"Mengejarku..?" Akaashi mulai merasa degupan yang kembali berdetak kencang. "Untuk apa?"

"Eh.. U-untuk-"

"Maaf menunggu lama."

Ucapan kembali terpotong kala seorang pelayan datang membawa nampan berisi sepiring omurice, sepiring takoyaki topping mozzarella , dan 2 gelas coffe latte berbentuk hati.

"Ah, akhirnya..." [Name] dengan binar menatap makanan yang terhidang didepannya dan melupakan dialognya dengan Akaashi barusan. Akaashi mengusap wajahnya.

'Lebih baik aku biarkan ia makan dulu.'

Setelah menggumamkan 'Selamat makan' , [Name] langsung memakan makanannya dengan lahap. Bahkan gadis itu merona saat satu suapan masuk kemulutnya, sepertinya enak sekali. Lucu, pikir Akaashi. Ia menopang dagu sambil memandang ekspresi menggemaskan [Name] saat makan.

'Kopi ini kurang manis.' batin Akaashi sambil mengaduk minumannya yang baru saja diseruput. 'Untung saja pemandangan didepan cukup memberi gula..' Akaashi bergumam dan menjadi ooc untuk sesaat namun langsung menepis nya.

'Apa yang dipikirkan [Lastname] soal perasaanku ya..' gumam Akaashi sambil memainkan sendok kopi. Pemuda itu kembali dilanda gelisah namun berusaha untuk tetap tenang. Ia menatap keluar jendela.

'Hujan nya masih deras. Bagaimana aku harus pulang..'

Cukup banyak orang berlalu lalang malam ini. Hujan memang sudah agak reda. Angin yang berhembus kuat juga sudah kembali normal namun tetesan hujan masih rapat dan cukup untuk membuat genangan air kecil di sisi jalan. Hari juga sudah gelap dan bus sudah mulai selesai beroperasi di tiap wilayah Kanto.

"Kalau kondisinya begini aku terpaksa harus jalan." Akaashi bergumam cukup jelas dan berhasil ditangkap oleh [Name].

"A-ah .. Anu. Maaf aku jadi merepotkanmu, Akaashi-kun. Harusnya kau sudah bisa pulang sekarang." [Name] menunduk tak enak. Akaashi tersedak.

"E-eh. Bukan.. Ini bukan salahmu , kok. Lagipula tadi itu-"

"Tadi itu bis mu sudah datang dan aku malah mencegatmu pergi. Aku benar-benar tidak sopan." [Name] semakin menunduk tak enak. Akaashi gelagapan. Pemuda itu menatap [Name]. Tidak, ia menatap piringnya.

'S-sudah habis..? Cepat juga.' Akaashi menstabilkan nafasnya kemudian menatap [Name].

"Aku minta maaf, Akaashi-kun." [Name] kembali membuka mulutnya. "Sebenarnya, ada sesuatu yang harus kubicarakan denganmu.."

Akaashi menatap [Name] , pemuda itu mendadak merona tebal lalu mengalihkan wajahnya dengan cepat. "A-aku juga. Ada sesuatu yang harus kubicarakan tapi.."

Keduanya menoleh ke sekitar yang mulai ramai dan sumpek karena pelanggan yang semakin banyak. "Bukan disini..."

.

.

.

.

Kini kedua teman itu berjalan beriringan dibawah payung . Berjalan berdua di tepi jalan Kanto yang hampir seluruhnya tergenang air hujan yang memercik jika dipijak. Posisi yang sangat dekat karena hujan yang rapat membuat keduanya semakin gugup.

'Aku bisa mencium aroma tubuh [Name]...'

'Parfumnya Akaashi-kun.. terasa sekali.'

Keduanya mengalihkan wajah. Akaashi menutupi wajahnya. Pemuda itu melirik [Name]. Wajahnya tertutup helaian rambut yang berantakan. Namun bisa ketahuan bahwa wajahnya sangat merah karena warna nya menjalar hingga ke telinga [Name].

'Memalukan...'

Belum sampai mereka di halte, payung yang dipegang [Name] terlepas dari tangannya dan terbawa angin yang mendadak menghembus kencang.

"W-wah! Payungku!" [Name] langsung panik dan mengejar payung yang hampir jatuh ke sungai. Untung saja payung hanya terjungkal ke tepi nya.

"Hah... hampir saja jatuh ke sungai..." Akaashi yang sempat panik juga menghela nafas lega. Mereka menuruni tangga menuju tepi sungai dan mengambil payung. [Name] mengangguk.

Keduanya saling diam sejenak. [Name] sibuk memperbaiki payungnya yang rusak , sedangkan Akaashi?

'Apa aku... harus mengatakannya sekarang?'

[Name] mendongak. Ia menatap cahaya kota abstrak yang bergerak dari tengah kota. Cahaya itu bergerak. Bersinar menerangi malam beriringan dengan hujan yang perlahan mulai berhenti dan menjadi gerimis kecil.


"Hey, [Lastname]...."

"Aku.. menyukaimu , Akaashi-kun."

"Eh?"

Suasana hening tercipta untuk beberapa detik. Akaashi berusaha mencerna perkataan [Name] untuk beberapa saat , sampai akhirnya pemuda itu merona tebal dan menatap [Name] tak percaya.

"Aku... sangat menyukaimu, Akaashi-kun." [Name] sedikit menekan ucapannya, kemudian gadis itu menutupi wajahnya dengan payung yang belum ditutup. Akaashi terhenyak.

"Tunggu, harusnya.. aku yang bilang begitu."

"Tidak. Kau sudah mengatakannya. Dan sudah giliranku untuk mengatakannya." gumam [Name] pelan sambil melirik dari balik payung.

"Itu perjanjian yang kubuat dengan Arisu-chan..." [Name] kembali bergumam pelan dengan rona tebal dipipinya.

Akaashi menghela nafas. Kepalanya ia alihkan ke arah lain. Beban berat dalam dadanya yang sedaritadi ditahan mendadak hilang dan berganti dengan desiran bahagia. Ia berusaha begitu keras untuk menyembunyikan senyum lebar dan rona bahagia.

"Perjanjian macam apa itu.. ada-ada saja." Akaashi berbalik badan sambil menggaruk belakang kepalanya. [Name] menutup payungnya lalu menatap punggung Akaashi.

"Maksudnya.. bagaimana?"

"Aku juga.. ingin buat perjanjian denganmu." Gumam Akaashi.

"Aku ingin membuat perjanjian bahwa aku akan menjagamu dan melindungimu. Aku juga akan menemanimu lalu perhatian denganmu. Tapi kau juga ..." Akaashi menghentikan ucapannya.

"Tolong selalu beri aku semangat, setidaknya sebuah senyuman atau kata-kata yang biasa. Seperti 'Aku suka , kau keren' atau semacamnya. Dan.. jangan membuatku cemburu."

[Name] menatap Akaashi. Tangannya mengepal didepan dada dengan iris [e/c] yang hampir mengeluarkan air mata. Segaris senyuman bahagia pun terukir di wajah cantiknya.

"Aku akan membuat perjanjian kontrak sebagai... Sepasang kekasih. Bagaimana?" Tutup Akaashi dengan bibir bergetar. Bersyukur ia sedang memunggungi [Name].

Namun 3 detik kemudian, Akaashi merasa kulit hangat dan helaian rambut menyentuh punggung yang berlapis seragam sekolah.

"Iya. Aku mau." Ujar [Name] dengan kening yang menempel di jas Akaashi.

Akaashi kembali menghela nafas. Rasa bahagia begitu meluap di dadanya. Begitupun [Name], gadis itu tak kunjung menghilangkan senyum diwajahnya.

"Hei, aku .. ingin menatapmu." Ujar Akaashi setelah ia merasa normal. [Name] menggeleng.

"Jangan dulu.. aku malu.." jawab [Name] pelan.

"Hm.. Bagaimana kalau berpegangan tangan?"

Hening sejenak. Sampai beberapa saat [Name] meletakkan tangannya tepat disamping lengan Akaashi.

"Iya.."

Akaashi tersenyum. Dengan lembut pemuda itu menggenggam tangan kecil [Name]. Begitu hangat dan kecil dengan jemari saling bertautan.

'Aku akan selalu menjagamu..' -Akaashi Keiji

'Dan aku akan selalu bersamamu..' - [Full Name]

===

"Terima kasih sudah mengantarku , Akaashi-kun.."

Setelah merasa cukup tenang dan merasa malu, akhirnya pasangan manis ini memutuskan untuk pulang dengan berjalan. Berjalan bersama pasangan di malam hari rasanya lebih menyenangkan daripada naik bus sendirian , bukan?

"Aku sudah bilang kan, aku akan menjagamu. Jangan berterima kasih." Tangan besarnya mengelus puncak kepala [Name], gadis itu merona.

"Sebaiknya hati-hati. Ini sudah malam, lho." Pesan [Name]. Akaashi mengangguk.

"Terima kasih , kalau begitu aku pulang dulu." Akaashi memasukkan tangannya ke saku. "Sampai ketemu besok, sayang."

Akaashi langsung melambai lalu berjalan menjauh dari rumah [Name].

[Name]? Jangan ditanya. Wajahnya langsung semerah tomat dengan degup yang kembali tak normal. Namun senyuman itu , benar-benar tak hilang dari wajahnya.

"Sampai jumpa besok, Keiji-kun."

WEI , SUDAH KLIMAKS! >:" /Ngegas
Waktu nulis chapter ini aku kebelet banget, rasanya deg deg serr terus bum bum gitu , whoosh kaboom whuaah /niruin Hinata/

Dan yeeey, buku ini sudah selesai! 🎉🎊
Terima kasih sudah membaca buku ini sampai akhir semuanya!
Dan mungkin aku bakal nambahin beberapa bonus supaya buku ini ga garing-garing amat hehe :3

Thank you so much for reading. See you next time. Bye byee~

OWARI OF 11

-ハイキュー-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro