Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ 09 ] Mess

Pukul 22.43

Tubuh proporsional tergeletak di atas kasur dengan setengah badan tertutup selimut tipis. Ini sudah memasuki awal April, cuaca dingin perlahan mulai teratur menjadi hangat karena ini adalah Minggu Golden Week Musim Semi di Kanto.

Cuaca sejuk membuat semua orang meminimalisir penggunaan AC dirumah , namun Akaashi menyalakannya. Pemuda itu kelihatan gusar. Bangkit dari posisi tidur, duduk, lalu tidur lagi, duduk, bangkit lagi. Tangannya menggaruk-garuk kepala yang sebenarnya tidak gatal.

"Apa yang kukatakan pada [Lastname] kemarin benar-benar tidak pantas." Ucapnya.

Sudah 2 hari semenjak kejadian Akaashi dan Bokuto menemui [Name] di cafe. Bayang-bayang saat pemuda itu mengatakan 'Jangan dekati siapapun' selalu melintas hampir setiap saat. Padahal Akaashi dan [Name] hanya sepasang teman baik yang cukup spesial ( untuk saat ini ). Entah Akaashi yang cemburu atau mulutnya reflek bicara begitu. Wajar saja , kan kalau dia akhirnya frustasi begini?

"Seharusnya aku merasa tenang karena tidak membicarakan 'itu', tapi kenapa aku gelisah begini.." gerutu nya kemudian kembali tiduran di kasur.

Awalnya memang terasa senang karena pada akhirnya 'Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu' berganti menjadi 'Aku ingin memperkenalkan temanku padamu.' Tapi siapa sangka akhirnya akan seperti ini? Akaashi mengutuk dirinya sendiri.

"Kurasa lebih baik aku tidur, setidaknya itu bisa mengobati kekacauan otakku malam ini."

Akaashi menyelimuti dirinya, kemudian mencoba memejamkan matanya.

"[Full Name], berhenti berlari-lari di kepalaku."

.

.

.

.

"Pukul berapa ini ?"

Malam gelap sudah terlewat , langit mulai menampakkan sinar kuning pekat dilangit. Akaashi menyipitkan matanya, menghalau sinar matahari yang langsung menabrak iris nya. Kemudian ia bangkit perlahan, melirik ke arah jam yang berdiri di meja.

"6.30..." 

Pemuda itu duduk di tepi kasur, sedikit menunduk sambil mengusap matanya yang berair, kemudian stretching untuk membuat otot berkontraksi.

"Selamat pagi.." Gumamnya pelan sambil meraih handuk di belakang pintu, kemudian keluar dari kamar dan menjadikan kamar mandi sebagai destinasi pertama di pagi ini.

"Pagi." sapanya singkat pada seorang wanita berapron di bak cuci piring.

"Selamat pagi, sayang. Kau bangun agak terlambat." sapa wanita itu lembut, Akaashi terus berjalan tanpa menatap lawan bicaranya.

"Semalam agak kacau, aku akan segera mandi." ucapnya singkat kemudian langsung masuk ke kamar mandi.

"Baik. Aku akan siapkan sarapan mu."

Hanya perlu waktu 10 menit bagi Akaashi untuk membersihkan dirinya. Sang setter kelar dari kamar mandi kemudian kembali menuju kamarnya.

"Hari ini latih tanding dengan... Nekoma?" Akaashi menatap kalender diatas meja.

Akaashi selesai melilit dasinya. Setelah memakai jas , pemuda itu mengambil tas nya dan lekas menuju dapur untuk sarapan. 

"Hah, hari ini aku bawa bekal lebih ,ya ,Bu. Akan ada lati-"

"Keiji-kun," Wanita- bukan. Gadis itu menoleh dari punggungannya dan memegang semangkuk acar brokoli , makanan kesukaan Akaashi.

Akaashi membatu, keningnya mengernyit dan tatapan nya aneh. Tangan yang agak bergetar menjatuhkan tas sekolah dengan tubuh yang masih berdiri tegak didepan pintu dapur. Error, tidak bisa mengerti apa yang sedang ia tatap ini nyata atau tidak. Seperti tidak bisa menerima kenyataan bah- Oke, stop. Sungguh hiperbol.

"[L-Lastname]..." panggilnya pelan. Masih dengan ekspresi yang tidak dapat dijelaskan.

Iya, gadis itu. Seorang [Full Name]. Berdiri dengan surai [h/s] , baju berbalut apron biru muda dan tangan memegang semangkuk makanan. Dan jangan lupa segaris senyum manis yang selalu membuat Akaashi berdegup.

"Eh? [Lastname]? Bukannya aku Akaashi?"

Akaashi semakin hiperbol, bahkan lebih hiperbol dari Bokuto. Bedanya pemuda ini tidak menunjukkan ekspresi berlebihannya secara terang-terangan.

"Bagaimana bisa..."

"Kita menikah 3 bulan lalu... kau melupakannya?" Iris [e/c] mulai berkaca-kaca. Akaashi makin kacau.

"Tunggu , tapi kita-"

"Keiji-san... benar-benar tidak mengakui ku... ya?" [Name] mulai mengeluarkan butiran air mata. Gadis itu sesegukan sambil menutupi wajahnya yang memerah. "Kenapa kau tega sekali..."

Akaashi panik. Sebenarnya bukan hanya panik , ia kebingungan. Seorang gadis yang baru saja dikenal kini mengaku sebagai istri sahnya. Karena kondisi sekarang sedang tidak memungkinkannya untuk berpikir, akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mendekati [Name] dan mengusap air matanya.

"Ba-baik. Aku minta maaf. Tadi itu.. cuma prank saja kok. Aku ingin mengejutkanmu.." jelas Akaashi sambil mengusap mata nya.

"Prank-nya menyebalkan." gerutu [Name] , gadis itu menggembungkan pipinya.

"Aku tidak akan mengulanginya lagi, kok." Akaashi memegang dadanya menunjukkan pose bersumpah. [Name] melirik , awalnya nampak ragu tapi khirnya terbujuk karena tatapan Akaashi yang meyakinkan.

"Janji?"

Akaashi mengangguk.

"Baiklah, aku percaya." [Name] mengangguk kemudian kembali tersenyum.

Akaashi menghela nafas lega, setidaknya satu masalah selesai. 

"Oh iya..." [Name] memegangi pipinya dengan rona tebal melapisi benda gempal tersebut. "Aku belum memberikan jimat mu."

Sampai akhirnya [Name] mendaratkan sebuah ciuman di pipi berkulit tan itu.

Butuh 15 detik bagi Akaashi untuk mengerti apa yang terjadi. 

"Keiji-kun? K-Keiji..?

.

.

.

.

"HAH?!"

Reflek tubuh terbangun dari kasur. Menatap kebingungan kondisi kamar yang masih gelap gulita karena pencahayaan yang mati. Akaashi bangun dengan peluh yang mengalir di tengkuk dan leher nya. Padahal AC menyala, tapi pemuda itu bangun dengan sekujur keringat ditubuhnya.

'Mimpi? Mimpi... mimpi apa itu?!' teriak batinnya. Akaashi menggaruk kepalanya dengan gusar. Helaan nafas pun ikut mengalir bersamaan dengan batin yang mendumel. Akaashi melirik jam. Masih pukul 03.33. Terbangun saat dini hari karena sebuah mimpi yang cukup vulgar benar-benar tidak etis. Akaashi jadi merasa seperti anak yang baru mengalami fase pubertas.

Iya, siswa kelas 2 Akademi Fukurodani , mengalami mimpi erotis (menurutnya) , terbangun pukul 3 pagi dengan keringat , dan berakhir tidak bisa tidur lagi.

---

Akaashi berjalan lunglai ke arah sekolah. Ada kantung mata yang cukup tebal di wajahnya. Gaya berjalannya juga sempoyongan, miring ke kanan dan ke kiri. Tidak seimbang. Benar-benar menunjukkan bahwa pemuda itu kurang tidur. 

'Keiji, kau baik-baik saja sayang?'

'Aku tidak apa-apa. Hanya menjalani fase pubertas ke dua ,Bu.'

'Heh?!'

Akaashi mengusap-usap wajahnya. Karena bangun dini hari dan gagal tidur kembali , pemuda itu memutuskan untuk berangkat lebih awal ke sekolah. 

'Aku cukup lega karena yang tadi itu hanya mimpi. Tapi soal latih tanding itu... kenapa itu malah kenyataan..' batinnya. 

Hari ini akan diadakan latih tanding Tim Voli Akademi Fukurodani melawan Tim Voli SMA Nekoma, rival terhebat sekolah Akaashi. Akan ada momen melihat keributan Bokuto Koutarou dan Kuroo Tetsuro, kapten Nekoma yang merupakan teman dekat Bokuto. Memikirkannya cukup membuat kepala Akaashi berat, ditambah jika Bokuto memasuki mode swing-nya yang merepotkan, benar-benar derita hidup yang harus ditanggung seorang Akaashi Keiji sebagai setter dari ace terbaik itu.

Tapi , inilah hidup. Seperti kata [Full Name], akan ada saat dimana kau merindukan momen itu saat semuanya hilang. Akaashi menghela nafas. Sampai akhirnya pemuda itu sampai di sekolah dan langsung melangkah menuju gym untuk memulai latihan pagi nya.

"Selamat pagi.." sapa Akaashi dengan suara cukup berat dan kondisi tubuh yang tidak meyakinkan. Menatap sekeliling dan mendapati hampir semua anggota sudah datang.

"AKAASHE! KAU TERLAMBAT!"

"Ini masih jam 6.50. Apanya yang terlambat?" 

"KONOHA KAU HARUSNYA MEMBELA! HARI INI KITA LATIH TANDING!"

Akaashi mengabaikan Bokuto, kemudian langsung berjalan menuju ruang ganti dan sempat berpapasan dengan Suzumeda.

"Akaashi, kau baik-baik saja? Kau kelihatan tidak sehat." sahut Suzumeda melihat Akaashi yang tetap berjalan.

"Aku tidak apa-apa, hanya kurang tidur." Akaashi mengangkat tangan kanannya kemudian masuk ke ruang ganti.

"Jangan bilang dia kurang tidur karena memikirkan [Nickname]..."

.

.

.

.

"Nice receive!"

"Cover Cover!"

"Left! Left!"

Akaashi mendongak pelan , melihat bola yang memantul di atasnya. Ia menghela nafas. Rasanya sedikit lemas dan sulit untuk bergerak menerima atau men-toss bola. Tubuhnya terasa berat , matanya sulit untuk dibuka. Sampai akhirnya,

"Akaashi!" Teriakan dari Bokuto membuatnya reflek melompat cukup tinggi membuat toss bola tidak dapat dipukul dengan benar oleh Bokuto, mengakibatkan bola out dari garis lapangan.

"Ah, maaf. Tadi itu.. terlalu tinggi." ujar Akaashi  sambil membungkuk. Bokuto menatapnya heran.

"TIDAK MASALAH ! SETELAH INI LAKUKAN YANG BENAR YA?!" Ujar Bokuto dengan semangat berapi-api.

Biarpun sudah dikoreksi berkali-kali, Akaashi tetap membuat kesalahan. Memang tidak selalu, hanya saja kesalahannya benar-benar sering terjadi. Tentu saja itu membuatnya frustasi. Untuk pertama kali Akaashi benar-benar kacau dalam permainannya, padahal kemarin malam ia sudah berniat untuk menyelaraskan lemparan dengan Bokuto agar spike berjalan lebih mulus. Yah, siapa sangka semua akan kacau begini?

"A-Akaashi..." Panggil Bokuto. Latihan pagi baru saja selesai dan langsung diteruskan dengan stretching sebelum masuk ke kelas.

"Apa kau sungguh, baik-baik saja...?" Ini pertanyaan yang sama dan sudah ditanyakan oleh 3 orang pagi ini. Akaashi menghela nafas.

"Maafkan aku, Bokuto-san. Aku akan coba latihan lagi saat pulang sekolah."

"Tidak. Akaashi, kau tidak bisa bermain dengan kondisi seperti ini. Apa kau sakit?" Pelatih Yamiji tiba-tiba muncul dan menatap anak didiknya dengan teliti.

"Saya hanya kurang tidur saja. Sungguh, tidak apa-apa."

"Kalau begitu kau tidak perlu ikut latih tanding nanti siang. Saya tidak mau kalian sakit karena memaksakan diri." Tegas pelatih.

Akaashi sedikit terbelalak, Bokuto melongo. Ketimbang Akaashi, Bokuto lah yang paling tidak mau Akaashi tidak ikut serta dalam latih tanding ini.

"COACH! Lalu siapa yang akan mentoss bola untukku!?"

"Anahori bisa men-toss untukmu, Bokuto. Jangan khawatir begitu."

"TAPI, COACH-!"

"Saya akan usahakan datang jika saya merasa sudah enakan." Akaashi membungkukkan badannya. "Terima kasih, Coach.."

"AKAASHI! KAU MENGERTI PERASAANKU!" Bokuto langsung berhenti merengek dan kembali memasang wajah ceria bak mentari pagi.

"Jika Akaashi sanggup, kalau ia tidak sanggup ia tidak boleh bermain." Celetuk Suzumeda dari belakang membuat Bokuto kembali menggerutu.

Akaashi menghela nafas. Setidaknya beban hari ini tidak terlalu berat. Pemuda itu mengusap wajahnya, mencoba menghilangkan rasa kantuk dan lekas kembali ke kelas.

.
.
.
.

Bel jam pelajaran terakhir berdentang. Akaashi menidurkan kepala di atas tas. Kacau. Sangat kacau. Hari ini benar-benar berantakan.

'Baiklah, kita akan mulai membaca halaman 117.'

'Baik.'

'Mulai dari, Akaashi. Silahkan baca.'

Kepala yang ditidurkan di meja dan tertutup buku paket Sejarah tebal, mata berkantung yang tertutup dan deru nafas orang yang mendengkur sangat pelan. Tidak ada sahutan , tentu saja. Pemuda itu tertidur.

'Akaashi. Kau dengar?'

Masih tidak ada jawaban, membuat sang guru menghampiri Akaashi.

'Akaa-'

'WAH!' sontak Akaashi bangun. Matanya sedikit merah dengan wajah lesu. Terkaget karena teman yang duduk dibelakangnya menepuk bahunya.

'Akaashi Keiji. Kau baik-baik saja?' tegur sang guru melihat ekspresi Akaashi yang kusut.

'Ah.. maafkan saya ,Pak. Saya tidak apa-apa.'

'Kalau begitu baca halaman 117.'

Bukan hanya itu, Akaashi bahkan sedikit kacau saat mata pelajaran olahraga. Hari ini adalah kelas sepak bola . Akaashi bertugas mengambil bola sepak di ruang penyimpanan. Tapi hasilnya,

Pemuda itu malah membawa bola kasti dan beberapa raket.

'Keiji! Apa kau baik-baik saja?'

'Kau disuruh membawa bola kaki, bukan kasti. Lagipula benda yang kau bawa itu sama sekali tidak ada kaitannya.'

Kesalahan yang sama pun terjadi berturut-turut di pelajaran berikutnya. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menidurkan diri sejenak di jam terakhir yang kebetulan tidak ada guru nya.

"Bagaimana dengan latih tandingnya, apa aku ikut saja ya..." Gumam Akaashi, pemuda itu melirik dari balik tas. Kelas sudah kosong, ia sendirian.

"Kurasa tidak ada salahnya aku melihat ke gym. Siapa tau ada yang membuatku bersemangat.." Pemuda itu meregangkan tubuhnya kemudian pergi menuju gym.

Dan benar saja..
Sosok cantik itu ada disini.
Surai [h/c] dan [h/s] itu, dengan seragam olahraga , berjalan ke bench sambil membawa beberapa botol di lengannya.

"[Nickname]-chan, tolong susun beberapa bangku yang ada disana ya." Pinta Shirofuku setelah meletakkan handuk.

"Baik!"

Akaashi terdiam. Ah, penampilannya sekarang persis seperti yang ada di mimpinya. Cantik sekali, batin Akaashi.

"Akaashi, kau datang!" Bokuto berteriak dan berlari ke arah Akaashi. "Hei! Lihat! Ada [Lastname]-chan lho!" Sambungnya sambil menepuk-nepuk bahu Akaashi.

Akaashi menghela nafas, gadis itu tengah menatapnya. Kemudian tersenyum dengan semburat merah dipipinya seakan mengatakan 'Selamat siang.' Akaashi hanya tersenyum tipis sebagai balasannya kemudian memalingkan wajah, mencegah kerja jantung agar tidak semakin keras.

"Aku minta [Nickname]-chan kemari, karena Suzumeda tidak bisa mengikuti kegiatan hari ini. Katanya dia ada urusan." Jelas Shirofuku saat Akaashi mendatanginya dengan tatapan bertanya.

"Begitu ya..." Ujarnya singkat. Pemuda itu mengatur nafasnya, seperti tidak bisa bernafas normal padahal kondisi nya sedang tidak berlari.

"Kau bisa main dengan baik kalau kau mau." Ujar Shirofuku sambil tersenyum, kemudian menatap [Name] yang masih sibuk mengatur bangku dibantu oleh beberapa anggota lain.

"Pasti."

---

"Aku pasti akan mengalahkanmu , Hey Hey Hey!"

"Burung hantu ini benar-benar berlagak."

"Aku akan benar-benar mengalahkanmu Kuroo! Benar begitu , kan Akaashe!?"

"Tenanglah , Bokuto-san. Memang itu rencanaku dari awal."

"Hoo! KAU NAMPAK BERSEMANGAT , AKAASHI!"

[Name] melihat perdebatan kecil hang terjadi beberapa menit sebelum pertandingan dimulai. Gadis itu memegang dadanya, merasa degup jantung kencang melihat Akaashi bermain dilapangan secara langsung. Rasanya gugup namun bersemangat.

"Pertama kali?" Tanya Shirofuku sambil mencatat sesuatu di bukunya.

"Ah, iya. Ini pertama kali aku melihat pertandingan langsung didepan mataku." Jawab [Name].

"Kalau begitu ini akan menjadi pertama dan yang terbaik , kau tau?"

"He?"

'Bisa kau menggantikan ku? Hari ini aku ada sedikit urusan. Dan sepertinya... Akaashi kacau karena memikirkanmu. Jadi kau harus bertanggung jawab ,lho.'

'E-eh? Apa maksudmu , Kaori-chan?'

"Akaashi pasti senang karena kau datang." Ujar Shirofuku.

[Name] tersenyum, kemudian kembali menatap ke lapangan. Pertandingan dimulai.

"Hei , Akaashi. Berhenti menatap ke bench terus menerus! Ayo fokus ke pertandingan."

"Aku tau. Aku akan memberikan yang terbaik kali ini.." ujar Akaashi dengan nada bersemangat. Bokuto dan Kuroo yang mendengarnya langsung memasang ekspresi "WHOAAA".

"H-Hei. Apa terjadi sesuatu pada Akaashi?" Bisik Kuroo.

"Entahlah, tapi yang kudengar... Hari ini dia membuat banyak kekacauan." Balas Bokuto.

'Aku akan membuat kekacauan lagi. Iya, kekacauan yang membuat 'dia' terpana dan membuat kalian kesal.'

CHAPTER 09 SELESAI.
Gaje ya? Iya sih astaga ini gaje :'. Maaf juga ini ceritanya ngegantung. Sengaja aku buat biar nyambung di chapter berikutnya

Oh ya, aku juga udah nyusun kerangka buat book berikutnya. Mohon dukungannya para readers❤️
Sebelumnya aku juga minta maaf karena telat update, beberapa waktu ini aku ga dapet ide dan waktu ku madat sama jam kuliah. Jadi baru sempat up sekarang. Terima kasih buat yang masih setia membaca ff ini, see you next chapter~

OWARI OF 09

- ハイキュー-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro