Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[ 06 ] Cold

Cuaca.

Tidak ada yang bisa menebak apa yang terjadi besok. Bahkan prakiraan cuaca juga tidak bisa, buktinya saja mereka sering keliru dengan cuaca besok hari. Prakiraan cuaca tak sepenuhnya mutlak. Bisa saja pagi yang mendung dan berangin didatangkan dengan siang yang mendadak panas terik. Atau bisa sebaliknya.

Sudah 3 hari ini cuaca tidak menentu di daerah Kanto , membuat beberapa orang lebih rentan terkena flu.

Termasuk [Name].

Gadis itu pergi ke cafe dari sekolah tanpa payung. Dan kejadian yang terjadi 3x berturut-turut itu menyebabkan [Name] terlihat pucat hari ini.

"Kau baik-baik saja? Kalau kau lemas tidak usah bekerja dulu." Tegur Arisu melihat [Name] yang langsung duduk di pos nya setelah mengantar pesanan pelanggan.

"Aku baik-baik saja kok. Hanya pusing sedikit." Jawab [Name], gadis itu memegang pelipisnya sejenak.

'Rasanya panas. Apa aku demam?' batin nya. Namun menepis pemikiran tersebut dan kembali berdiri didepan pintu, menunggu pelanggan berikutnya datang.

Memaksakan diri? Tentu saja. Tapi ini semua demi membentuk pribadi yang mandiri.

TING!

"Selamat datang di Cafe HQ. Kursi unt-"

"[Last name]?"

[Name] langsung mendongak dari bungkuknya. Seorang pelanggan setia berdiri disana, menatapnya serius dengan sirat khawatir.

"A-Akaashi ..-kun? Seperti biasa?" tanya [Name] lembut, mencoba untuk tetap terlihat normal didepan Akaashi. 

"Iya."

[Name] mengerti dan langsung berjalan menuju meja yang biasa Akaashi mau. Namun, pria dengan rambut acak-acakan itu dicegat oleh Arisu untuk beberapa saat.

"Hei, sepertinya [Name] sedang sakit. Tolong jangan memerintahnya terlalu banyak. Kalau perlu sesuatu , panggil saja aku atau pelayan lain. Oke?"

Akaashi sedikit terbelalak. Dugaannya benar, gadis itu sakit. Dapat terlihat jelas dari raut wajah dan cara dia bergerak. Sedikit lunglai dan lesu seperti orang yang tidak bertenaga.

"Aku mengerti, lagipula aku sudah bilang akan menjaganya." jawab Akaashi, kemudian pria itu berjalan menuju [Name] yang sudah berada didepan meja pesanannya. Kemudian pria itu duduk di kursinya.

"Hari ini.. Akaashi-kun ingin pesan apa?" Tanya [Name] pelan. Suaranya bahkan hampir tak kedengaran, namun Akaashi masih bisa mendengarnya.

"Aku ingin teh hangat dan muffin vanilla biasa. Kurasa itu saja." jawab Akaashi cepat. Ia tidak mau [Name] berdiri lama-lama hanya karena menunggu pesanannya.

"Ah, baiklah. Itu saja?" Akaashi mengangguk. "Baik, silahkan tunggu sebentar. Kalau perlu sesuatu, Akaashi-kun bisa panggil aku, permisi." Lalu gadis itu kembali ke meja pemesanan lalu duduk di pos nya sambil menunduk, seperti menahan rasa sakit.

'Mana mungkin aku melakukan hal itu..' batin Akaashi.

Pria itu memandang langit. Cuaca yang beberapa jam lalu terlihat mendung dan gelap, entah kenapa bisa mendadak terang dan terik. Kenapa iklim Tokyo bulan ini begitu kejam membuat masyarakat seperti [Name] harus sakit dijadwal pekerjaannya yang berat? Iris hitam milik Akaashi kembali menatap [Name] yang berusaha sigap biarpun kondisi tubuhnya tidak fit. Gadis cantik itu tetap tersenyum dan berbicara dengan suara selembut dan senormal mungkin. Salah satu tipe yang tidak ingin membuat orang disekitarnya khawatir, membuat Akaashi semakin yakin dengan perasaannya terhadap [Full Name].

Namun masih terlalu tsundere untuk mengakuinya. 

"Ini pesananmu , Akaashi-kun.. " [Name] kembali dengan senampan teh hangat beraroma melati dan dua buah muffin vanilla dengan taburan coklat chips diatasnya. Akaashi mengangguk.

"Silahkan dinikmati.." [Name] membungkuk kemudian bersiap pergi, namun sedetik sebelum itu,

"Duduk." Titah Akaashi mutlak. Bulu kuduk [Name] berdiri, ada apa dengan Akaashi yang mendadak memerintahkan nya. Terlebih lagi, perinta Akaashi tidak akan bisa dibantah, jadi gadis itu langsung memutar balik tubuhnya dan duduk didepan Akaashi.

"Minum itu, lalu ku antar kau pulang."

"Lho?"

"Aku .. tidak tahan melihatmu begitu." Ucap Akaashi singkat. Pria itu menyodorkan teh hangat tadi ke depan [Name]. Ah, jadi pesanan Akaashi barusan itu untuknya? Pantas saja makanannya simpel, ternyata untuk melegakan tubuh [Name] yang terasa panas. Itulah pemikiran Arisu yang sedari tadi menguping dari meja pelanggan diseberang mereka.

"Tapi, Akaashi-kun, pekerjaan ku belum selesai.. Dan aku benar-benar baik-baik saja. Percayalah." Jawab [Name] lesu, mendapati pria didepannya sudah mengetahui kondisi tubuhnya.

"Kau tidak akan bisa bekerja dengan baik jika tubuhmu tidak sehat, [Lastname]." Akaashi memberi muffin ke depan [Name].

"Sungguh, Akaashi-kun. Aku masih bisa menahannya.." Lagi-lagi [Name] memelas, membujuk Akaashi agar berhenti 'memerintah' nya.

"Dengar , [Lastname]. Lebih baik kau mengorbankan satu hari ini daripada kau semakin parah karena memaksakan dirimu kedepannya. Beristirahat lah sampai kondisi tubuhmu fit, lalu kembalilah bekerja. Setidaknya itu lebih baik daripada kau harus bekerja hari ini lalu jatuh lebih parah di kemudian hari." Akaashi mulai berceramah layaknya seorang Ibu. [Name] menunduk, apa yang dikatakan Akaashi memang benar. Tapi rasanya tidak enak jika meninggalkan pekerjaan yang sudah setengah jalan begini.

"Itu benar, [Name]. Pulang dan istirahat lah, makan yang banyak lalu minum obat. Aku yang akan meminta izin pada atasan agar kau bisa pulang sekarang." Arisu menghampiri mereka lalu menepuk pundak rekan kerja nya itu.

[Name] pasrah, ia pun mengalah dan memilih untuk menurut. Ia meminum teh yang disodorkan Akaashi kemudian menggigit muffin sedikit demi sedikit. Setidaknya itu bisa menjadi cadangan energi nya karena kini gadis itu benar-benar lemas sampai Arisu mendapat izin pulang [Name].

"Kau sudah bisa pulang. Kata atasan kau bisa istirahat sampai badanmu benar-benar fit."10 menit menunggu, Arisu kembali dan  langsung memberi surat izin istirahat untuk [Name].

"Terima kasih , Arisu-chan.. Maaf aku merepotkanmu.." [Name] menerima surat sambil tersenyum lembut. 

"Tidak usah dipikirkan. Pulang dan makan obatmu, lalu istirahat yang cukup." Arisu menepuk-nepuk bahu [Name] kemudian ia pamit pada Akaashi untuk kembali bekerja.

"Kuserahkan [Name] padamu , tolong antar dia ya."

"Baik. Terima kasih sudah membantu." Akaashi membungkuk kemudian pria itu mengambil tas nya dari kursi , kemudian berdiri didepan [Name].

"Ayo, kita pulang."

---

Jalanan terlihat sepi sekali, padahal ini sudah jam 4 sore. Harusnya beberapa orang sudah menyelesaikan pekerjaannya dan sudah bisa pulang ke rumah. Namun , sore ini rasanya sedikit senyap. Hanya ada beberapa orang berlalu lalang di pusat kota. Sepertinya ini efek cuaca yang labil menyebabkan orang malas bergerak keluar dari tempat mereka berada.

Akaashi dan [Name] berjalan beriringan. Beruntung rumah [Name] tidak terlalu jauh dari cafe, jadi ia tak perlu menguras lebih banyak tenaga untuk pulang saja. Akaashi sesekali melirik. Gadis itu berjalan sambil menunduk, seperti sudah tidak sanggup berjalan karena langkahnya semakin perlahan dan pipinya yang semakin memerah.

"[Lastname].. kau baik-baik saja?" Panggil Akaashi , dia menyentuh pundak [Name] ,ingin memastikan kalau gadis itu masih sanggup berjalan. [Name] menoleh , ia tersenyum.

"Aku baik-baik saja ,kok." Kemudian gadis itu terlihat memeluk dirinya sambil menggosok-gosok lengan. Padahal cuaca sedang hangat , tapi kenapa aku bisa kedinginan? Sampai akhirnya [Name] merasa usapan angin di tubuhmu berkurang saat sebuah jaket voli menutupi tubuhmu yang terbalut seragam sekolah.

"Dingin , kan?" Tentu saja pipi [Name] semakin memerah, kemudian ia merapatkan jaket Akaashi ke tubuhnya. Diam-diam menghirup aroma Akaashi yang menempel di jaket nya. Dan seketika 'menampar' batinnya untuk berhenti melakukan kegiatan absurd itu.

Hening melanda. Suasana awkward datang. Langkah keduanya juga semakin pelan. Seakan ingin lebih lama berdua. Masing-masing sibuk dengan pikirannya masing-masing. Ah, mungkin lebih tepatnya keduanya sibuk memikirkan satu sama lain. Sampai akhirnya [Name] menghentikan langkahnya dengan kaki gemetar dan tubuh membungkuk, merasa sensasi aneh yang menjalar melalui kaki dan terasa seperti menghisap seluruh energinya.

"A-Akaashi-kun..." Hampir saja pandangan gadis itu gelap, berterimakasihlah pada Akaashi yang dengan cepat menangkap tubuhmu yang hampir ambruk di jalan. [Name] terbelalak, nafasnya menderu-deru. Sepertinya ia sudah tidak sanggup berjalan.

"Hah, bayangkan kalau kau meneruskan pekerjaanmu dengan kondisi ini. Kau bisa dipecat hari ini." gumam Akaashi sambil membantumu berdiri, akhirnya mereka memutuskan untuk duduk sebentar di halte agar [Name] bisa mengumpulkan kesadarannya.

"Kau bisa jalan? Atau mau kugendong?" Tawar Akaashi. Namun tawaran itu tak kunjung menerima respon karena [Name] tengah sibuk mengatur nafasnya. Akaashi menghela nafas berat. Sepertinya [Lastname] benar-benar sakit. Lalu tanpa aba-aba, Akaashi memunggungi dan berjongkok didepan [Name] , kepalanya menoleh.

"Cepat. Agar kau bisa cepat sampai rumah." ujar Akaashi tegas. [Name] yang sadar bahwa ia daritadi mengabaikan Akaashi langsung terconnect.

"Eh? Ma-maksudnya?"

"Sudah cepat. Jangan berlama-lama atau kepalamu semakin berat. Aku tidak mau menerima bantahan apapun jadi naik atau aku akan menggendongmu paksa." Lagi-lagi Akaashi bertitah, membuat [Name] merona dan gugup. Dengan perlahan , [Name] naik ke punggung Akaashi, melingkarkan tangan dilehernya dan membiarkan Akaashi mengangkat kakimu.

Tubuh mereka saling menempel. Setelah 2 bulan saling mengenal akhirnya Akaashi dan [Name] berhasil melakukan kontak verbal yang manis. Biarpun hal itu terpaksa dilakukan karena penyakit dadakan [Name] , tetap saja keduanya menikmati momen yang sedang terjadi sekarang. Bahkan Akaashi terlihat tersenyum, merasakan detak jantung [Name] yang abnormal karena sakit + kontak verbal yang cukup intim.

'Hangat sekali...' batin [Name] , sadar atau tidak, gadis itu mengeratkan pelukannya pada leher Akaashi dan bersandar dengan nyaman di bahunya.

'Tidak terlalu berat. Dan, terlihat menggemaskan dari sini..' Akaashi melirik dari sudut matanya. Gadis itu menutup mata nya dan mencoba menenangkan diri di bahu Akaashi. Terasa sekali bahwa [Name] sakit, panas badannya bahkan terasa dengan jelas dipunggung dan bahu Akaashi.

10 menit berjalan , sampai lah Akaashi di sebuah rumah yang minimalis dan sederhana.

Biarpun kecil namun bagian depan terlihat rapi dan tersusun. Hanya saja , tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa didalam ada orang. Jadi , Akaashi memutuskan untuk membangunkan [Name] sejenak.

"[Lastname].. Kita sudah sampai. Perlu kupanggilkan orang tuamu?" Tanya Akaashi. [Name] kemudian membuka matanya dan mengucek nya pelan.

"A-ah! Sudah sampai! Kalau begitu, aku akan langsung masuk!" Reflek gadis itu melepas pelukan di leher Akaashi lalu turun dari gendongannya.

"Tidak mau kupanggilkan ibumu?"

[Name] menggeleng. "Aku tinggal sendiri, Ayah dan Ibuku tidak bekerja disini.." jelasnya. Akaashi membelalakkan mata.

"Jadi, siapa yang akan merawatmu? Kau sakit. Dan juga sepertinya panasmu cukup tinggi.." ujar Akaashi sambil mengernyitkan dahinya. Bagaimana [Name] akan merawat dirinya sendiri sedangkan saat dijalan tadi dia sudah lunglai.

"Aku akan minta Arisu-chan untuk menginap disini.. dia bisa menemani ku." Tambah [Name] , punggungnya ia senderkan di pagar rumah agar tak jatuh karena lemas. Akaashi menghela nafas ,

"Kau tau, aku tidak suka orang yang memaksakan diri." Akaashi menggaruk tengkuknya, kepalanya dialihkan ke arah kiri , berusaha menyembunyikan rona tipis dipipi. [Name] memirngkan kepalanya.

"Aku mengkhawatirkanmu." gumam Akaashi, [Name] tersenyum.

"Aku akan sembuh dalam waktu singkat, percayalah.." 

Akaashi terdiam. Perlahan ia mendekatkan wajahnya ke [Name], Tangan kirinya disandarkan disamping bahu [Name] , membuat gadis itu ter-sudut di dinding pagarnya.

"A-Akaashi-kun?" Jantung yang awalnya sudah sedikit normal harus kembali memompa dengan ekstra karena perlakuan Akaashi.

"Tenang sebentar, aku tidak akan macam-macam." Wajah mereka semakin dekat. [Name] yang ketakutan akhirnya memilih pasrah sambil menutup matanya .

"Panas sekali, sampai didalam langsung minum obat dan kompres tubuhmu.."

[Name] merasa sesuatu menyentuh keningnya. Sampai ia memutuskan untuk membuka matanya dan-

Wajah mereka tak berjarak, hidung bersentuhan dan kening saling menempel. Kedua iris bertemu dengan polesan rona yang tak kunjung hilang dari pipi keduanya. Akaashi tersenyum , selang 10 detik, akhirnya ia menjauhkan wajahnya dari [Name]

"Sudah larut. Cepat istirahat. Kalau besok kau masih demam, aku tidak mau kau masuk sekolah. Aku akan menjengukmu lagi besok." Titah Akaashi.

"Ba-baik!" [Name] mengangguk, Akaashi tersenyum puas. Kemudian mulai melangkah menjauh dari rumah [Name].

"Sampai jumpa."

[Name] menatap kepergian Akaashi, kemudian menyentuh pipi dan dadanya. Terasa hangat sekali, dengan debaran bahagia.

"Emosi baru ini semakin menggebu-gebu. Terima kasih, Akaashi-kun.."

Gaje ya?
Iya gaje banget ini :' . Nulisnya sambil ngerandom. Rencananya mau bikin Cold part ke 2 soalnya mau bikin adegan Akaashi ngerawat [Name], tapi mungkin dipertimbangkan dulu. Terima kasih sudah stay membaca ^^. See you next chapter~


OWARI OF 06

-ハイキュー-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro