Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ch. 4: Membangun Kafe Kembali.

"LAGIAN, ORANG bodoh mana yang ngide membangun kafe di tepi tebing begini?" tanyaku sembari bersedekap dan mengentak-entakkan kaki kanan.

Tsuna, Ace, dan Mery sontak menatap Cae, sedangkan yang merasa ditatap menggulir bola matanya.

"Orang bodohnya itu aku, kenapa?"

"Dan apa alasanmu ngide membangun kafe di tepi tebing?"

"Sepi. Biar enggak banyak pelanggan."

Jawaban Cae membuatku menepuk kening. "Yang benar saja! Kalian membangun kafe, tapi enggak ingin banyak pelanggan?" tanyaku enggak habis pikir.

"Sebenarnya, cuma Cae yang enggak ingin," timpal Ace.

"Tsuna sih, penginnya kafe ramai pelanggan!"

"Aku juga ...."

"Oh, ayolah. Apa kalian enggak berpikir, kalau kafe kita ramai pelanggan, bagaimana cara kita melayani pesanan 'spesial' pelanggan kalau kita sendiri hanya berlima?"

Semuanya, kecuali aku terdiam. Bahkan Clouchi yang sedari tadi terbang ke sana kemari pun mendadak berhenti dan menatap Cae.

"Maksudmu? Pesanan 'spesial' apa?" Aku menatap Cae, meminta penjelasan.

Bukannya menjawab, dia malah bertukar pandang dengan yang lainnya.

"Caerris ...." Ace memanggil nama Cae dengan penuh penekanan sembari bersedekap.

"Ya, ya, salahku." Cae berdecak, lantas mengalihkan pandangan padaku. "Kau tahu, kan, tujuan kami adalah untuk mengumpulkan 'lux'?"

Aku mengangguk.

"Ya sudah, it—"

Plang!

Tsuna tiba-tiba memukul kepala Cae dengan skateboard yang entah muncul dari mana.

"HEI!" Cae meringis sambil melotot ke arah Tsuna. Sepertinya lelaki otaku gim satu ini lebih banyak berekspresi jika berurusan dengan Tsuna, ya.

"Cae bodoh. Jelaskan yang benar." Tsuna balas memelototi Cae, sementara lelaki itu memutar bola mata.

"Oke, oke." Cae meletakkan nintendo-nya di atas paha. "Jadi, tujuan kami memang untuk mengumpulkan 'lux'. Caranya adalah dengan melayani menu 'spesial' yang dipesan pelanggan. Menu 'spesial' ini hanya untuk orang-orang tertentu yang memiliki permasalahan pelik. Namun, pelanggan yang memesan menu ini enggak perlu membayar dengan uang, melainkan dengan 'lux'. Sedangkan 'lux' sendiri didapat dari kebahagiaan dan rasa puas dari makhluk hidup, terutama manusia. Mengerti?"

Otakku mencoba memproses penjelasan panjang lebar dari Cae. Aku sudah cukup mengerti garis besarnya, tapi yang bikin aku kesal adalah, kenapa mereka enggak memberi tahuku dengan jelas—yang benar-benar jelas—tugasku apa sejak awal? Lagian, kenapa 'Chisa' menyetujui untuk membantu mereka jika dia—maksudku, aku—saja enggak mengerti apa yang sebenarnya harus dia lakukan?

"Oke, aku mengerti. Tapi kenapa kalian enggak mengatakan padaku sejak awal?"

"Kupikir kau mengetahuinya dari Clouchi."

Clouchi membalas perkataan Cae dengan gelengan. "Un, un, bukankah kalian yang seharusnya menjelaskan pada Chisa?"

Ace menepuk kepala Cae dengan tangan kanannya yang besar. "Ini kesalahan kami, termasuk anak ini, yang tidak memberi tahumu dengan jelas. Maafkan kami."

Setelah berkata demikian, Ace membungkukkan kepala dan badannya, begitu juga Mery. Kepala Cae yang berada dalam genggaman Ace juga ikut membungkuk, meski terlihat jelas rautnya amat kesal. Sedangkan Tsuna? Gadis mungil itu enggak memperhatikan obrolan kami lagi dan malah asyik bermain dengan kupu-kupu.

"Ya, enggak apa-apa. Salahku juga yang main iya-iya saja." Aku mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah.

Ace mengangkat wajah dan menegakkan punggungnya. "Kami akan menerima konsekuensinya jika kau ingin mengundurkan diri dari waitress. Sepertinya memang lebih baik manusia tidak terlibat dalam misi kami yang cukup berbahaya."

"Enggak bisalah. Chisa sudah resmi menjadi seorang Pengendara. Pilihannya ada dua: membantu kita atau pindah ke Bangsa Awan dan menjalankan tugasnya sebagai pengendara pada umumnya," imbuh Cae.

Mery yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara, "Cae benar, Ace. Kamu enggak ingat, apa yang terjadi kalau Chisa mengundurkan diri dari titel Pengendara dan 'Yang Terpilih'?"

Ace mengembuskan napas kasar. Sementara aku, diam menyimak. Meski mereka enggak memberi tahukannya padaku, tapi aku tahu betul apa yang terjadi jika aku tidak menerima atau mengundurkan diri dari titel ini.

Di hari ketika aku menyelamatkan Clouchi dari Bangsa Tanah yang mengincarnya, seharusnya aku sudah mati. Tapi, Clouchi menyelamatkanku dengan syarat, aku harus membantu misinya—ah, enggak, tepatnya misi mereka berempat; 'Para Pengendara Bangsa Awan yang Jatuh'. Kalau enggak, aku bisa benar-benar 'mati'. Sekarang pun sebenarnya, kami berada di ambang antara hidup dan mati.

Clouchi enggak memberitahukan hal ini pada 'Chisa', melainkan padaku. Aku ingin menolak, tapi 'Chisa' keburu mengambil alih tubuhku. Setelahnya, aku enggak terlalu ingat apa yang terjadi. Pun dengan bagaimana 'Chisa' bisa mengiakan permintaan mereka.

"Yah, meski aku ingin, tapi aku enggak bisa melakukannya. Lagian, aku sudah telanjur terlibat dalam masalah kalian. Jadi, aku akan melakukan permintaan kalian dan orang yang kalian sebut 'Pemimpin'.'

"Yeayy!"

Raut mereka sontak berubah semringah. Tsuna yang semula sedang asyik bermain dengan kupu-kupu, berseru girang dan beranjak untuk memelukku. Clouchi terbang berputar-putar. Bahkan Cae yang berwajah datar, menyunggingkan senyum tipis. 'Chisa' mungkin enggak akan tega menolak ataupun membantah kalau melihat ini. Aku pun juga enggak ingin mematahkan kebahagiaan mereka.

Di tengah-tengah suasana ini, mataku enggak sengaja menangkap cahaya putih yang berpendar dari tubuh mereka berempat.

"Tubuh kalian bersinar." Aku menunjuk mereka, khususnya Tsuna yang berada paling dekat denganku.

"WAHH!" Tsuna memekik dengan kedua tangan menutup mulut. "Cae! Mery! Ace! Lihat!"

Cae yang sedikit menunduk bahkan terpana. "Iya, aku lihat. Kau berisik."

Aku tertegun. "Apakah itu 'lux'?"

Ace mengangguk. "Benar. Inilah yang dinamakan 'lux', Chisa. Cahaya yang ditimbulkan dari rasa puas dan kebahagiaan. Dan kau, telah membuat kami bahagia. Terima kasih, Chisa."

Ternyata begitu. Kalau 'Chisa' ada, mungkin dia akan ikut senang melihat ini.

Aku butuh waktu membisu sejenak sebelum menjawab, "Sama-sama. Lalu, 'lux' yang tercipta di tubuh kalian, dibagaimanakan?"

"Oh, ya." Seakan teringat sesuatu, Ace menjentikkan jari dan menoleh pada Tsuna. "Tsuna, giliranmu."

"Siap!"

Tsuna menciptakan sesuatu seperti toples bening dengan pita biru di penutupnya. Ia membuka tutup toples itu, menggenggamnya dengan kedua tangan, lalu memejam.

"Wahai cahaya yang memberkati kehidupan, lekas pergilah bersama mereka yang mulia." Bibir Tsuna bergerak-gerak seperti mengucap mantra. Dia tampak sedang berbisik, tapi aku masih bisa mendengarnya.

Sesaat setelah Tsuna mengatakan itu, cahaya yang semula berpendar di tubuh mereka seperti keluar dan masuk ke dalam toples yang digenggam Tsuna. Enggak lama kemudian setelah semua 'lux' masuk ke toples, Tsuna membuka kelopak matanya dan menutup toples itu.

"Yeay! Kita sudah mendapatkan empat 'lux', walaupun itu dari kita sendiri." Tsuna berkata sambil mengangkat toples berisi 'lux' itu tinggi-tinggi.

"Syukurlah. Tapi, maaf. Bukannya mengganggu momen ini, tapi ... kafenya bagaimana?"

Semuanya, bahkan Clouchi mendadak terdiam. Mereka saling pandang, kemudian tertawa.

"Tenang saja. Kita bisa membangun kafenya dalam waktu kurang dari sehari dengan kemampuan Tsuna dan Ace!" Seperti biasa, Tsuna selalu antusias jika berkaitan dengan dirinya.

Aku menautkan alis. "Membangun kafe dalam sehari ... caranya?"

"Mudah. Kemampuan Tsuna adalah 'Creator' atau 'Artificer'. sedangkan Ace punya fisik yang sangat kuat!"

"Oh, aku bisa membayangkannya. Lalu, untuk lokasi?"

"Itu ...." Cae menggumam.

"Enggak di tepi tebing lagi, kan?" tanyaku memastikan.

Sayangnya mereka enggak menjawab, terutama Cae yang terlihat santai.

"Kutanya sekali lagi. Kafe barunya enggak dibangun di tepi tebing ini lagi, kan?"

"Enggak kok."

"Lalu di mana?"

"Di sana." Cae menunjuk tebing satunya.

"Yang benar saja!" Aku menggeleng-geleng enggak mengerti. "Kalian yakin bakal dapat pelanggan dengan membangun kafe di tempat seperti ini?"

"Iya. Mudah saja, aku hanya perlu mempromosikan kafe di internet," jawab Cae. "Mungkin enggak banyak yang bakal berkunjung ke kafe ini, tapi pasti ada."

Aku enggak bisa membantah.

"Ya, sudah. Lalu bagaimana dengan grand opening-nya? Seharusnya di jam segini kita bakal buka, kan?"

"Terpaksa diundur. Aku sudah memberi tahu di internet bahwa pembukaan kafe diundur sampai besok."

"Tunggu—besok? Aku tahu Tsuna dan Ace punya kemampuan yang mumpuni untuk membangun kafe dengan cepat, tapi besok?"

Sungguh, aku enggak habis pikir.

"Chisa enggak perlu khawatir! Kami benar-benar bisa melakukannya dalam semalam," celetuk Tsuna. "Tapi ... kami juga membutuhkan bantuan Chisa untuk membangun kafe ini kembali. Apakah Chisa bersedia?"

"Aku enggak tahu apa yang bisa kuganti, tapi baiklah."

"Yes!" Tsuna berseru dengan kanan terkepal. "Kalau begitu, ayo kita membangun Cafe de Latera kembali!"


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro