3
Sekarang aku sedang berada di atas kloset. Kupikir karena kejadian laknat barusan, proses pembuangan hajatku akan selesai. Ternyata masih berlanjut.
Aku yakin 100%, ini pasti bukan karena susu tadi pagi. Ini parah sekali loh. Ehm semalam aku makan apa ya? Seingatku aku hanya makan ikan yang ada di kulkas. Lalu aku panaskan dan kulahap.
Masa iya gara-gara ikan itu? Nanti wajib kutanya pada Umi.
Aku pun melirik celana dalam dan rok batikku. Sialan. Jijik sekali melihatnya. Setelah ini, aku akan menyiramnya di sini. Minimal baunya hilang deh. Huek!
Ah iya go-shop! Untung ada Abi yang telah memberikan aku ATM dan Abi yang selalu rajin mengirimkan aku uang. Kucek saldo sebentar melalui m-banking di ponselku. Aku lega. Masih cukuplah untuk memesan celana dan kancut.
Saat itu juga langsung kupesan. Oke beres. Makasih juga buat pria cantik tadi karena parkanya aku bisa menutupi bagian perut ke bawah bila nanti abang go-shop datang.
Sepertinya perutku sudah plong. Oke. Aku pun bersih-bersih. Lalu kupegang jijik rok dan kancutku. Astaghfirullahalzim. Memalukan sekali sih dirimu, Arjeta! Dua pria loh yang mengetahui aib ini. Hiks. Hatiku meringis.
Aku pun keluar toilet. Lalu ke wastafel. Tak lupa sebelumnya aku memakai parka hitam pria cantik itu. Kubersihkan rok dan kancutku menggunakan sabun di wastafel sambil berderai air mata.
Sebenarnya sosok Jeta itu tidak cengeng. Tapi hari ini benar-benar menguras emosi dan jiwa. Sudahlah Tauvan selingkuh. Lalu dia tahu kalau aku eok di celana dan dengan tololnya dia bertanya lagi memastikan bahwa aku beneran eok atau tidak. Kurang asem tidak sih?
Nih ya kalau dia beneran sayang padaku, kenapa dia malah meninggalkanku dan pergi dengan anak cewek bergelar S.E itu? Hiks hiks.
Dan tidak hanya itu!
Ada satu pria cantik entah dari planet mana dan tampang tanpa dosanya itu juga mengetahui kejadian kuning di hari wisudaku. Emang sih dari wajahnya, ia terlihat tidak masalah. Bahkan ia tidak tertawa sama sekali. Tapi tetap saja namanya memalukan tetaplah memalukan.
Aku pun mengusap air mataku. Abi, Umi, Jeta pernah durhaka ya? Perasaan Jeta nggak pernah nilep duit uang kuliah deh huhu.
"Halooo," panggil seseorang. Mataku langsung mendelik. Aku tak asing dengan suara itu.
Cepat-cepat aku bereskan cucianku dan kuhapus air mataku. Orang itu kembali berteriak halo. Pria cantik itu belum pergi juga?
Aku mengembuskan napas. Lalu berjalan membuka pintu toilet. Pria ini berdiri dengan tampang polosnya sembari memberikan sebuah kantong plastik.
Aku mengernyitkan dahi. "Ini barusan saya belikan kamu rok dan celana dalam. Maaf saya tidak tahu ukuran celana dalam kamu, jadi saya membeli semua ukuran yang ada di toko mulai dari S sampai ...."
Aku menarik napas. "Stop! Lo kenapa nggak pergi dari sini? Lagian gue udah pesan sama abang go-shop kok. Terimakasih atas bantuannya ya," ucapku dibuat-buat.
Aku pun menutup pintu toilet, tapi pria ini menahannya. "Apa itu go-shop? Dan kamu bilang abang-abang? Kamu mempercayakan abang-abang membeli celana dan celana dalam? Itu kan krusial. Abang-abang itu adalah orang asing!" ujar pria cantik ini dengan nada yang sedikit tinggi.
Dia lupa kalau dia adalah orang asing juga?
Asli deh, aku benar-benar stres berbicara dengan pria ini. Dia ini ketinggalan jaman atau bagaimana sih? Dia makhluk dari peradaban mana?
Aku pun merogoh ponsel dari saku di parka ini. Kubuka aplikasi go-jek. Lalu kupampangkan tepat di depan mukanya.
"Nih ya. Di Indonesia sekarang semuanya udah cukup mudah. Kita bisa pesan apa aja dengan aplikasi ini. Ada go-ride kayak ojek gitu. Go-food untuk pesan makanan, dan go-shop untuk belanja. Dan gue baru aja pesan celana sama kancut lewat abang di aplikasi ini. Gue tekankan ini abang terpercaya. Kalau misalkan abangnya lari, gue bisa report ke go-jeknya langsung lewat ini aplikasi."
Pria cantik ini mendengarkan penjelasanku dengan seksama bahkan tanpa kedip. Ia seperti bayi baru lahir yang tidak tahu apa-apa. Dia beneran makhluk bumi kan?
"Saya baru tahu ada aplikasi itu. Keren. Menarik. Sangat memudahkan masyarakat umum ya," katanya dan tanpa permisi malah mengambil ponselku lalu mengotak-atik aplikasi tersebut.
"Eh itu hp gue!" pekikku.
"Sebentar. Saya sedang mengecek aplikasi ini. Saya baru tahu loh. Kompetitor aplikasi ini banyak?" tanyanya dengan mata yang terus tertuju ke layar ponsel.
Aku mengernyitkan dahi. "Kompetitor?"
Pria ini pun menatapku. "Lawan aplikasi ini atau yang sejenis dengan aplikasi ini. Kamu ngerti kan maksud saya?"
Aku mencoba berpikir. Kenapa laganya sekarang malah seperti bos? "Ada banyak. Grab, uber, itu sih yang paling laku."
"Oh oke," ucapnya lalu mengembalikan ponselku. Aku menatapnya kesal.
"Yaudah. Sana lo pergi. Kenapa masih betah di sini sih?" tanyaku sebal.
"Saya kepikiran kamu yang tidak mengenakan celana dalam."
Hell! Apa urusannya coba dengan dia?
"Heh, aman kok!" sahutku.
"Sekarang pasti kamu tidak memakai celana dalam kan? Selagi menunggu abang-abang go yang kamu bilang itu, lebih baik kamu pakai ini. Masa kamu bertemu dengan pria asing tidak mengenakan celana dalam? Dia itu abang-abang. Bahaya," sergahnya sambil memberikan lagi kantong plastiknya padaku.
Aku masih mendiamkannya.
"Lo nggak sadar kalau lo orang asing juga?" tanyaku emosi.
"Setidaknya saya orang asing yang mengetahui apa penyebab kamu tidak memakai celana dalam sekarang," jawabnya enteng.
Sial! Bangsul! Kutarik dan kuhembuskan napasku perlahan. Lalu kulirik ke bagian wanitaku. Kenapa ia bisa berbicara semudah ini di depan wanita yang baru ia kenal ya? Jangan-jangan dia mengincarku atau mungkin dia salah satu kriminal yang kabur dari penjara yang sedang mengincar seorang perawan.
Aku berusaha cool dan tampak tenang. Bahaya kalau berurusan dengan pria asing. Lebih baik kuterima saja pemberiannya ini.
Aku pun mengambilnya. Pria ini langsung tersenyum manis.
"Ini aman kan? Lo nggak taruh macam-macam kan di sini? Sori. Gue hanya waspada aja. Gue takutnya lo napi yang kabur dari penjara dan mengincar keperawan ...."
"Saya bukan napi. Saya orang baik-baik kok. Kalau saya orang jahat, mungkin saya akan berteriak ke seluruh gedung bahwa kamu barusan pup di celana."
Mataku melotot. "Heh! Bisa untuk nggak ungkit hal itu?!"
"Kamu keterlaluan. Saya dituduh napi. Saya orang baik." Pria ini mengerucutkan bibirnya.
Astaga. Kenapa aku seperti menghadapi anak kecil sih?
"Yaudah yaudah gue pakai. Sekali lagi TERIMAKASIH ya," ucapku sembari menutup pintu dan penekanan yang kuat pada kata terimakasih.
Astaga, kenapa menyebalkan sekali sih hari ini? Asli deh malu setengah mati. Aku pun masuk ke area kloset. Aku syok. Pria ini tidak main-main. Dia memang membelikanku celana dalam dengan berbagai ukuran.
Anjay anjay.
Pikirannya di mana ya? Bahkan ia juga membelikan ukuran kancut berukuran XL. Omegat! Ini mah pantas untuk Umi. Aku menghela napas lagi. Sudahlah kupakai saja. Setelah ini mungkin kusumbangkan ke mana gitu.
Nah untuk celana dia pintar juga karena membelikan untuk ukuran all size. Jadi pas-pas saja buatku. Semoga saja dia sudah pergi.
Aku pun keluar dari closet room. Kuambil rok dan kancutku lalu kumasukkan ke dalam kantong plastik.
Dan lagi-lagi selalu saja ada yang buat aku kesal karena si Botak tiba-tiba berlari kencang menghampiriku lalu ngos-ngosan di depanku.
Kenapa dia balik lagi sih? Si Felisha Vanda S.E bagaimana nasibnya? Sementara pria cantik itu masih berdiri tegap bersandar di dinding dekat toilet wanita.
"Beb, aku kepikiran kamu. Ini aku barusan beliin kamu kancut dan rok. Capek banget, Beb, ya ampun."
Kepalaku rasanya mau pecah. Kenapa sih masalah silih berganti?
"Percuma, Van! Karena aku udah pakai kancut yang dikasih dari cowok ini. Kamu telat!"
Tauvan langsung bangkit. Matanya membesar syok.
"Emang dia tahu ukuran kancut kamu, Beb?"
Lagi-lagi bukannya cemas atau apa malah pertanyaan bodoh yang keluar dari si Botak ini.
Dan ponselku kembali berdering. Nomor tak dikenal. Pasti abang go-shop.
"Iya, Bang. Tunggu di depan ya. Saya ambil sekarang."
Pertanyaan hari ini? Berapa kancut baru yang aku punya?
***
Guys! Nay or Yay?
Lanjut or tidak?
Atau C3 aja??
Jawab yah!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro