2
"Ya bisalah! Lo nabrak gue di saat yang nggak tepat!" pekikku kuat sambil terus menangis.
Ponsel yang kutaruh di dalam rok batikku tiba-tiba berdering. Dengan keadaan yang 'becek', aku berusaha mengambil ponselku di dalamnya.
Ada nama Abi tertera di layar. Hadoooh. Aku lupa kalau keluargaku sedang kelaparan dan dari tadi menungguku. Ini semua gara-gara si Botak dan selingkuhannya. Fakfakfak!
Aku angkat tidak ya telpon Abi? Yasudahlah kuangkat saja.
"Halo assalamualaikum," jawabku tiap kali menerima telpon dari Abi atau Umi. Ya ini wajib hukumnya dalam keluarga kami. Kalau lupa, maka bisa habis satu jam di telpon hanya untuk menceramahiku soal kata salam ini.
"Waalaikumsalam. Kamu di mana, Ta? Lama banget ke belakang," tanya Abi masih dengan nada wibawanya.
"Bi, maaf. Mendadak Jeta dipanggil dospem. Jadi ngobrol bentar deh dan kayaknya agak lama deh. Abi sama Umi pulang duluan aja." Tak ada cara lain selain berbohong.
Daripada mereka mengetahui fakta bahwa aku titik titik di celana bisa berabe.
Dari seberang sana langsung terdengar keluhan Umi dan si Cerewet Cacan.
"Heh! Orang lapar, Begok! Semua nungguin lo! Kampret lo!" teriak Cacan kuat yang kurasa ia langsung merebut ponsel Abi.
"Cacan, mulut kamu ...," tegur Abi.
"Si Jeta kebiasaan deh sama orangtua," keluh Umi dari seberang. Huaaaa maafkan Jeta, Abi, Umi.
"Yaudah. Salam buat dosen kamu. Lain kali bilang ya, Ta. Kasihan loh Umi kelaparan," tegur Abi lagi.
"Iya, Abi. Beribu-ribu maaf Jeta ucapkan pada Abi sekeluarga. Ma ...."
"Basi lo basi!" teriak si Anak Sialan.
Tut tut! Dan telpon pun terputus. Aku langsung merunduk lemas. Kenapa sih aku sial sekali?
Sudahlah mengetahui fakta bahwa Tauvan si Botak selingkuh, eok di celana dan ini semua gara-gara. Langsung aku menatap murka pria cantik yang tanpa rasa bersalah terus memandangiku datar.
"Kamu barusan bohong loh sama orang yang nelpon kamu," ucap pria ini polos sambil mengelus-elus dagunya.
What? Jadi maksud dia, aku harus membeberkan aib ini ke keluargaku gitu? Heh! Ini semua karena dia yang menabrakku sembarangan!
"Heh! Lo kalau ngalamin kayak gue, emangnya lo bisa jujur sama keluarga lo yang lagi kelaparan akut dan nungguin lo balik?"
Cowok itu langsung menutup mulutnya syok. "Astaga, jadi kamu bohong sama keluarga kamu? Ini kebiasaan kamu ya bohong? Ckck." Eh si cowok penabrak ini malah mempermasalahkan soal kebohonganku pada Abi. Apa urusannya coba? Itu perkaraku dengan Tuhan, woy!
"Heh! Gue bohong juga karena lo!"
Pria ini masih terus jongkok di depanku. "Saya? Apa salah saya? Saya cuma tidak sengaja menabrak kamu dan kamu ya pup di celana. Oke saya salah karena saya telah menabrak kamu dan saya sudah minta maaf soal itu. Tapi soal kamu pup di celana itu bukan kesalahan saya," terangnya panjang lebar.
Aku memutar bola mataku ke atas. Bangsul nih cowok! Bicaranya sok polos, tapi sebenarnya memuakkan. Belum lagi bicara ala saya kamu-nya. Huek!
"Heh! Terserah ya lo mau bilang apa. Tapi intinya gue emang udah kebelet tadi dan lo nabrak gue seenak jidat lo!"
Muka pria cantik ini mulai menunjukkan tanda-tanda kesal. "Seenak jidat saya? Kenapa dengan jidat saya? Dan sori masalah kebelet itu urusan kamu. Kenapa sih kamu menyalahkan saya?"
Aku sudah tak tahan lagi. "Heh! Lo oon ye! Nih gue jelasin. Gue tadi kebelet. Itu udah di ujung pangkalnya banget dan lo tiba-tiba lari terus nabrak gue. Hilanglah kemampuan gue dalam menahan eok dan byar! Semua keluar sekarang. Puas lo?!"
Ya Allah tolong, Jeta. Biarkan pria ini pergi. Aku pun menyempatkan melihat keadaan sekitar. Aku masih beruntung karena JCC sekarang sudah sepi. Itu artinya meskipun aku pulang dalam keadaan rok kuning, itu tak akan menjadi masalah besar.
Aku bisa pesan go-shop untuk dibelikan celana dan celana dalam. Rok batik yang kugunakan akan kubawa pulang lalu kurendam. Pokoknya jangan sampai ketahuan Umi. Apalagi Cacan.
"Eok? What is eok?"
Aku menepuk jidat. "Lo orang dari planet mana sih?!"
Pria ini menunjuk dirinya. "Saya? Saya dari planet bumi. Ada yang salah?"
"Ya Tuhan! Taubat lo, Jeta. Gila! Mimpi apa lo semalam?!"
Air mataku fiks mengering. Rasa kesalku jauh lebih besar daripada rasa maluku kali ini. Aku pun menarik dan mengeluarkan napas berulang kali untuk menenangkan diri.
Aku rasa aku harus menghentikan pembicaraanku dengan pria cantik dari planet lain ini segera. Bisa-bisa bukan hanya pantatku yang tak mampu menahan kekuatannya. Tapi tenagaku juga akan habis karena meladeninya.
Aku mengembuskan napas kasar. "Yaudah. Lo mendingan pergi deh. Anggap aja pertemuan ini nggak pernah ada."
Pria itu menautkan alisnya. "Lalu kamu bagaimana? Saya tahu posisi kamu sedang susah sekarang."
Aku menatapnya malas. "Gue bisa sendiri. Lagipula lo nggak mau disalahin kan?"
Pria itu kini memandangku sendu. Aku bingung ia tidak capek apa jongkok terus?
Pria itu terlihat berpikir. Lalu ia tersenyum. "Ya karena penyebab kamu pup bukan kesalahan saya. Tapi saya bersalah karena telah menabrak kamu."
Geram mendengarnya. "Yaudah terus mau lo apa? Lo juga cuma lihatin gue kan?"
Pria itu malah menyentuh dagunya seolah berpikir. Dasar aneh. Aku juga tidak betah kali dalam posisi ini. Dan aku kaget karena tiba-tiba pria ini berdiri lalu membuka parka yang digunakannya.
Ya aku belum menjelaskan. Pria berambut panjang ini mengenakan celana pendek biru selutut dan kemeja putih dipadu sebuah parka hitam yang lebih panjang dari celananya serta sepatu olahraga Nike merah.
Sumpah. Kalau dilihat dari belakang, aku bisa menebak kalau dia adalah seorang wanita. Apalagi rambut yang ia biarkan menjuntai begitu saja.
Aku syok karena ia menarik tubuhku hingga aku berdiri tegap. "Aaaaaa!" aku terpekik. Wajahku langsung panik setengah mati. Kutolehkan kepalaku melihat bagian bokongku dan astaghfirullahaladzim. Mau menangis rasanya.
Tapi pria ini dengan sigap malah menutupi rok batikku menggunakan parka hitamnya. Aku terdiam dan memandangnya bingung.
"Ehm, nanti parkamu terkena eok-ku ...," ucapku lirih.
Pria ini malah tersenyum dan sekarang sedang mengikat parkanya kuat di pinggangku. Aku terhenyak karena jarak pria cantik ini sangat dekat denganku. Ya Allah, aing kok degdegan ya?
"Saya baru tahu arti eok adalah pup. Tidak apa. Anggap saja ini sebagai permintaan maaf saya."
Sekarang pria cantik ini telah berhasil mengikatkan erat parkanya di pinggangku. Aku pun mencoba untuk terlihat cool.
"Makasih," ucapku singkat.
Pria ini tersenyum manis. "Kembali kasih."
Tiba-tiba suasana hening. Tidak ada yang mengeluarkan suara. Kenapa aku jadi kikuk begini ya?
Ah kamar mandi! Aku harus ke kamar mandi membersihkan kuning-kuning ini.
"Kamu ke kamar mandi saja. Bersihkan rok kamu. Saya akan membersihkan sisa kotoran kamu."
Astaga. Sisa kotoran kamu. Kenapa kesannya aku nista sekali ya? Benar-benar kejadian memalukan!
"Nggak usah. Lo pulang aja. Nanti biar gue yang bersihin. Itu kan ehm 'kotoran' gue."
"Nggak apa-apa. Walaupun ini 'kotoran' kamu, tapi saya nggak masalah kalau harus membersihkannya.
"Plis jangan. Ini 'kotoran' gue, jadi gue yang punya hak untuk bersihin. Mendingan lo pulang."
"Tapi 'kotoranmu' juga menjadi tanggungjawabku saat ini."
Woy woy woy! Kenapa kami malah mempermasalahkan 'kotoran' sih? Dan kenapa malah jadi berebut gini? Baru kali ini aku mengakui 'kotoran' secara gamblang dan kekeuh mempertahankannya.
Pria aneh. Dia memangnya tidak jijik dengan 'kotoranku'? Ajegile. Ini luar biasa aja sih. Hari tersial memang. Dia tampan memangnya tidak anti dan jijik dengan t*i?
Aku mendengkus kesal. "Oke. Silakan urus 'kotoran' gue. Gue mau bersih-bersih dulu. Anyway thanks."
Pria itu hanya diam memandangku datar.
"Dan ya. Hapus hari ini dalam pikiran lo. Anggap aja kita nggak pernah ketemu. Bye!" ucapku sambil berbalik badan melambaikan tanganku.
Tak ada jawaban dari pria itu. Ia masih diam. Sudahlah aku tak peduli. Aku pun terus berjalan dalam posisi ngangkang.
Ya Tuhan, dosa besar apa yang telah kuperbuat sampai kau tega memberi cobaan memalukan seperti ini? Hiks.
Semoga saja tidak bertemu dengan si pria cantik itu lagi. Aamiiin.
Di tengah perjalananku yang rasanya sangat jauh menuju kamar mandi, ponselku berbunyi tanda pesan WA masuk.
Kubuka sejenak dan aku makin kesal lagi ketika membacanya.
Bebi Tauvan : kamu tadi beneran eek di celana beb?
Botak kampret!
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro