Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1

BAGI YANG UDAH BACA CERITA INI HARAP BACA LAGI YA KARENA SEMUA ALUR SUDAH BERUBAH HAHAHA YANG KEMARIN MENURUT GUE KURANG GREGET!

Thanks banget!

Happy Reading!


-------------------------


Wah bahagianya diriku yang akhirnya wisuda juga. Duh Tauvan di mana ya? Katanya dia mau datang ke wisudaku. Tapi dari tadi tak tampak batang hidungnya. Huh!

"Jeta, kamu lagi nunggu siapa sih? Mama lapar nih. Mana panas banget lagi pakai kebaya gini," keluh Umi sambil mengipas-ngipas wajahnya yang kepanasan.

"Tau, gue mana tadi antri foto wisuda lama banget dan sekarang lo belum mau pulang. Gerah, Ta!" tambah Cacan dengan bibirnya yang  mengerucut.

Aku menatap mereka sebal. "Mi, Jeta tungguin si Tauvan. Katanya dia mau datang, Mi!" sergahku.

Abi hanya menggelengkan kepalanya. "Abi bingung kemarin perasaan bilangnya udah putus deh."

"Abi, Jeta emang sempat putus sama Tauvan. Tapi balikan lagi kok dan dia janji mau datang ke wisuda Jeta," jelasku.

Ya hari ini adalah hari wisudaku dalam mendapatkan gelar sarjana komputer. Ya aku anak IT dan setelah lima tahun lamanya aku berhasil juga menyelesaikan skripsiku. Berapa ember keringatku terkuras demi menyelesaikan skripshit itu. Untung aku tidak sendiri karena banyak juga teman seangkatanku yang sampai kuliah lima tahun bahkan lebih.

"Si Botak itu tukang ngibul. Udah deh. Masih aja lo percaya dia, Ta," keluh adik priaku satu-satunya ini.

Aku menatapnya sinis. "Heh! Dia emang botak! Tapi dia ganteng tahu! Lebih ganteng daripada lo!" ucapku marah.

Cacan malah memegang rambutnya bangga. "Yang penting gue punya rambut. Nggak kayak si Tauvan itu."

"Dia tajir! Dia kerja di perusahaan ternama! Mau apa lo?!"

"Wajarlah. Dia kan cucu pemilik tuh perusahaan. Wajar kerja di sana. Begok dipelihara," cibir Cacan.

Ingin kutimpuk muka si Cacan menggunakan sepatu hak tinggi yang sedang kupakai ini. Adik durhaka.

"Aduh, Umi pusing deh. Ta, bilangin Tauvan apa cepatan. Umi lapaaaar," ujar Umi sebal.

Aku menghela napas untuk kesekian kalinya. Wajar sih Umi lapar secara dari kampus hanya disediakan snack tidak ada makan siang. Apalagi keluargaku menghadiri wisudaku sejak pagi buta. Mereka bangun hampir kesiangan semua. Belum lagi menunggu aku yang sedang didandani oleh perias wisuda di mana membuat keluargaku harus menunggu lagi.

Aku pun membuka ponselku.

K. Arjeta 12.45 : Beb, di mana sih? Katanya mau datang wisuda aku. Huh!

Tauvan Brasta My Love : Maaf, Beb, kerjaanku banyak. Kayaknya aku nggak bisa datang deh. Maaf. Titip salam buat Umi dan Abi ya. Nanti aku samperin ke rumah :*

Aku mengembuskan napas kasar. Menyebalkan sekali si Botak. Padahal dari jauh-jauh hari aku sudah meminta ia untuk menyenggangkan waktunya di satu hari saja. Aku cuma minta dia hadir satu jam saja. Tapi apa? Lagi-lagi dia membuatku kecewa. Ingin kuinjak-injak kepala botaknya itu.

"Yaudah deh. Kita pergi," ucapku pada keluargaku.

"Tauvan gimana, Ta?" tanya Abi sembari menyilangkan tangannya di dada.

Kupandang wajah Abi sendu. Abiku ini adalah pria tertampan sedunia. Wajahnya yang penuh wibawa dan jenggotnya yang sedikit membuat Abi masih terlihat menarik di usianya yang sudah senja. Abi mengenakan kemeja putih dibalut jas hitam.

"Dia nggak bisa?" tanya Cacan dengan nada remehnya.

"Iya. Puas lo?!"

Cacan malah terbahak-bahak. Ya adikku yang satu ini termasuk salah satu spesies bumi yang ingin kucabe mulutnya. Ia bukanlah sosok adik yang bisa menghargai kakaknya. Bayangkan aku beda dengan dia dua tahun, tapi dia tidak memanggilku kakak, mbak, atau apa lah sebutan terhadap wanita yang lebih tua. Dia hanya memanggil dengan sebutan nama.

"Udah gue bilang juga apa. Dari muka dia aja kelihatan dia nggak setia, Arjeta."

Aku menatap Umi meminta bantuan. "Umi! Cacan tuh mulutnya cabein deh. Jeta kesal deh. Tauvan kan kerja. Dia sibuk. Sebal deh," aduku pada Umi.

Umi yang sejak tadi memegang perutnya kelaparan pun langsung mencubit lengan Cacan kuat. Umi memang terbaik tiap kali Cacan menyerangku. Umi itu wanita yang sangat cantik di dunia ini dan nomor kedua yang cantik adalah aku. Umi mengenakan hijab dan sekarang Umi sama sepertiku. Kami memakai kebaya seragam tentunya dengan sedikit motif berbeda dan sesuai umur. Sedangkan si Cacan sama seperti Abi mengenakan kemeja putih dan jas hitam.

Cacan hanya mengelus lengannya yang kena cubit Umi tanpa berkata apa-apa lagi.

"Yaudah, ayo pulang," ajak Abi.

Tiba-tiba saja panggilan alam datang. Aku harus ke kamar mandi. "Bi, Jeta ke toilet dulu ya. Abi, Umi, sama Cacan duluan aja ke mobil. Ntar Jeta nyusul," terang sambil memegang pantatku. Sialan, kenapa sakit perut ini datang di saat yang tidak tepat sih?

Cacan menggelengkan kepalanya. Umi melirikku sangar dan Abi memandangku datar namun, setelahnya menghela napas.

"Ta, Abi lapar loh," ucap Abi.

Aku menyengir. "Iya, Bi. Mungkin karena tadi Jeta minum susu dari snack tadi jadinya melilit deh," sahutku.

"Buru! Jangan lama-lama!" bentak Cacan.

Aku hanya diam lalu segera lari terbirit-birit meninggalkan mereka semua menuju toilet terdekat. Sialnya sekarang aku wisuda di Jakarta Convention Center di mana toiletnya ada di dalam gedung. Ah menyebalkan.

Aku pun berlari sembari mengambil celah dari kerumunan orang yang sibuk foto-foto dengan teman atau keluarga mereka. Aku tak peduli karena aku harus segera menemukan ruangan ketenangan itu. Sial! Ini diujung sekali.

"Permisi woy!" teriakku tiap kali ada orang yang menghalangiku.

Mereka hanya minggir dan menatapku penuh kebencian. Bodo amat deh namun langkahku terhenti ketika ....

"Selamat ya, Sayang, atas wisudanya. Maaf aku telat karena kerjaanku banyak." Tunggu suara itu mirip suara ....

"Iya Tauvan sayang. Nggak apa-apa kok. Kamu datang ke sini aja aku udah senangnya minta ampun. Seriusan," ucap wanita berkebaya kuning itu.

Hih! Kebaya kuning? Jelek. Masih cantikan juga aku kebaya coklat muda dengan manik dan motif yang dibuat sesuai tren masa kini.

Dan Tauvan? Itu beneran Tauvan yang sama dengan pacarku? Keyakinanku benar sepertinya karena aku bisa melihat kepalanya yang mengkilap. Sialan! Jadi dia datang ke wisuda ini? Dan apa barusan? Sayang? Itu pacar Tauvan juga? Aku menutup mulutku tak menyangka. Jadi Tauvan benar-benar tidak setia seperti yang dikatakan Cacan?

Aku ingin menangis ....

"Kamu tuh kapan sih putusin si Jeta, Yang? Kamu bilang dari dulu maunya putus, tapi aku lihat foto WA kamu masih sama dia. Foto line juga. Lagipula lebih cantik aku, Yang. Dia itu anak teknik yang biasa aja. Dandan juga nggak. Bahkan dia rada tomboy gitu. Satu lagi dia anak IT, Sayang. Temannya rata-rata cowok. Kamu masih betah aja."

Sial! Aku tidak tahu sih nama wanita ini. Berani-beraninya dia menghina wajahku dan juga jurusanku. Lagipula apa urusannya aku anak teknik? Terus anak teknik harus jago dandan gitu? Hmmm dia belum saja melihat aku kalau dandan. Aku yakin aku lebih cantik beribu-ribu kali lipat daripada pelakor itu. Dan masalah kalau rata-rata cowok? Helloooow aku itu anak IT jadi wajar kalau satu jurusan dominan cowok.

"Hehe belum saatnya. Nggak mudah lepasin Jeta. Tunggu bentar ya. Pasti kok demi kamu." Dasar Botak gombal.

Air mataku tak sengaja menetes. Aku itu pacaran dengan Tauvan sudah dua tahun. Ya memang selama ini kami sering putus nyambung. Tauvan itu anak Ekonomi. Ya dia satu kampus dulu denganku. Tak kusangka ternyata ini alasan dia sering mengucapkan putus. Pasti ini hanya salah satu wanita yang pernah berkencan dengannya.

Duh, Jeta. Kenapa dirimu bodoh sekali sih? Kenapa tidak pernah percaya dengan omongan para pria di kampusmu bahwa Tauvan sering jalan bersama wanita lain?

Ya bagaimana mau percaya. Kan selama dua tahun aku tidak pernah menangkap basah kelakuan Tauvan seperti saat ini. Dasar Botak jahanam.

"Nih ya, Yang. Ya aku tahu sih Jeta itu anak teknik, tapi percaya deh lebih enak sama aku dan aku kan satu gelar sama kayak kamu. Bayangin deh Felisha Vanda S.E dan Tauvan Brasta S.E. Ya ampun kurang sempurna apa coba," ucap wanita itu dibuat-buat. Menyebalkan.

Aku tak tahan lagi. Bisa-bisanya ia menghina jurusanku. Oke. Kalau dia hanya menghina penampilanku, tapi kalau sampai menghina teman-teman dan jurusanku itu tidak bisa ditolerir lagi. Ada yang salah gitu kalau aku anak teknik?

Aku pun menarik napas. Meskipun kondisi panggilan alamku sudah benar-benar di ujung, sebaiknya aku tahan sebentar saja. Tak ada lagi kesempatan yang lebih pantas selain saat ini.

"Tauvan!" teriakku kuat memanggil namanya.

Tauvan dan wanita yang baru saja kuketahui bernama Felisha Vanda S.E terlonjak kaget melihatku. Aku tersenyum miring melihat wajah wanita itu. Mana? Katanya anak ekonomi cantik? Masih cantikkan aku kok anak teknik.

Tauvan gelagapan. "Jeta ...,"

Aku tertawa terbahak-bahak. "Haha tadi katanya sibuk nggak bisa datang ke wisuda aku. Eh tahunya malah datang ke wisuda aku, tapi nemuinnya bukan aku dan malah si pelakor ini ckck Tauvan Tauvan," decakku sembari melihat Felisha Vanda S.E ini dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Ta, biar aku jelasin."

Kupotong kalimat Tauvan. "Stop, Van. Kamu tahu nggak udah berapa banyak teman cowok aku bilang kalau kamu itu sering jalan sama cewek lain, tapi aku nggak pernah percaya karena aku nggak pernah lihat di depan mata kepala sendiri. Tapi ini apa?! Ternyata kalian udah pacaran!"

Aku ingin melanjutkan acara marahku namun, perutku rasanya sudah tak mampu kutahan lagi. Aku harus ke toilet segera. Ini gawat.

"Ta, kamu dengarin dulu penjel ...."

"Stop, Van! Perut aku sakit banget. Jadi tolong  jang ...."

Belum selesai aku bicara, tiba-tiba seseorang menabrak tubuhku sehingga aku yang dalam kondisi memegang perut dan pantatku langsung terhuyung. Seketika kemampuanku dalam menahan pembuangan makanan ini terlepas seketika.

Dan ....

Broooot!

Aku pun terjatuh ke lantai. Pantatku tidak begitu sakit namun, tiba-tiba tubuhku membatu. Ya aku merasakan ada sesuatu yang keluar dari tubuhku bagian bawah. Tidak. Jangan-jangan ini adalah ....

"Astaga, kamu kentut, Yang? Bau banget sih!" teriak Felisha Vanda S.E. pada Tauvan.

Tapi Tauvan malah menghampiriku dan mengabaikan teriakan si Anak Ekonomi pelakor itu. Ia berniat mengajakku bangun, tapi dengan secepat kilat langsung saja kudorong tubuhnya sekuat tenaga. Jangan sampai dia mendekatiku dan tahu bahwa sekarang di balik rokku ada .... hiks.

"Kamu pergi sana! Jangan dekat-dekat aku. Pergi!" pekikku kuat. Entah karena malu atau sakit hati air mataku turun begitu saja dari pelupuk mata.

Tapi saat ini yang kuinginkan adalah aku pergi dari tempat ini dalam keadaan tanpa hinaan. Apa coba kata si Felisha Vanda S.E jika mengetahui bahwa aku titik titik di celana pada saat hari wisuda. Umi ... Abi ... Cacan ... tolong Jeta ....

"Yang, ini bau parah deh. Sumpah semerbak banget! Tadi nggak ada bau gini kan?" Si Felisha ini benar-benar kampret. Bisa tidak sih dia diam saja? Kulirik ia sinis, sekarang ia sedang sibuk mendengus-denguskan hidungnya mencari asal bau. Dasar tidak ada kerjaan.

Aku harus mencari cara agar mereka berdua segera enyah dari sini. "Oke. Siapa nama lo pelakor? Oke gue kasih Tauvan buat lo, tapi plis gue mohon lo berdua pergi dari hadapan gue. Sekarang!" pintaku kuat.

Air mataku tak berhenti mengalir namun, Tauvan yang kutahu bukanlah pria gampang menyerah. Ia sekarang tiba-tiba malah memelukku. Sial! Semoga ia sedang pilek atau kemampuan menciumnya mendadak disable.

"Sayang, maafin aku. Janji deh aku nggak akan ...."

Mati aku mati aku. Pasti Tauvan mencium bau dari hasil olahan perutku.

"Beb, kok kamu bau banget? Kamu ...," ucapnya pelan padaku dan seketika matanya membesar.

Entah aku bisa sebut sebagai pahlawan atau tidak. Seorang pria berambut panjang hitam pekat sepunggung dengan alis badai seperti bentuk iklan Nike menghampiriku. Ia berjalan dengan cool. Matanya sangat indah, bibirnya tipis, dan baru kali ini aku melihat pria yang sangat cantik. Tunggu, pria ini dandan?

"Maaf, tadi saya yang menabrak kamu. Kamu nggak kenapa-napa kan?" tanya pria cantik ini. Suaranya sangat berat ternyata. Ia pun mendekatiku lalu mengulurkan tangannya padaku namun, terhenti karena ia hidungnya mulai bergerak-gerak merasakan sesuatu mengganggu penciumannya.

Sudahlah. Aku pasrah. Aku pasrah.

Entah mungkin Tauvan yang mengerti diriku, ia langsung bangkit dan menarik tangan Felisha Vanda S.E jauh dariku. Sebelumnya ia sempat membisiku. "Nanti kita bicara, Ta."

Aku langsung menangis tersedu-sedu saat itu juga. Sakit hati, marah, malu, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Pasti Tauvan tahu bahwa aku titik titik di celana. Huaaaaa. Umi ... Abi ....

"Sori, kamu bau ini berasal dari kamu ya? Kamu buang air besar?!" tanya pria ini makin membuatku tertohok.

Kampret kampret kampret!

Sudahlah. Rasanya aku mau mati saja. "Kenapa? Ini gara-gara lo begok nabrak gue sembarangan!" tuduhku dengan tangis yang tak henti-henti.

Pria itu tertegun menatapku bingung sambil menutup hidungnya. Ia mengernyitkan dahi.

"Masa iya sih gara-gara nabrak seseorang bisa buat orang itu pup di celana?" tanyanya polos.

Cabut nyawaku sekarang Tuhan!

***


Note : Tauvan (He's not NORMAL!)

PLIS TANGGAPANNYA GUYS!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro