Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

31

VOTE dan KOMEN ya ditunggu as usual :)

Happy reading!!!


---------------------------------------------------


"Lepas, Tir! Nggak sudi tangan aku dipegang sama orang licik kayak kamu!" Aku berusaha sekuat tenaga melepaskan genggaman tangan Tirga, tapi ia tak kalah kuatnya dariku.

"Udahlah, Mud. Ini satu-satunya cara agar kamu nggak lari lagi dari aku. Kamu tahu sendiri aku nggak bisa lihat. Kalau aku nggak pegang kamu, gimana aku bisa tahu kalau kamu masih di sini?" balas Tirga tak mau kalah.

Ya aku sudah berada di dalam mobil dengan Tirga yang duduk di sebelahku. Sementara Jorda duduk di samping Jema yang sedang menyetir. Ia memandangiku nanar dari balik spion depan namun, segera aku palingkan wajahku karena muak sekali melihat wajahnya.

"Kan ada Jorda--sahabat kamu yang paling kamu sayangi di sini yang punya mata. Dia bisa ngasih tahu kamu kalau aku kabur. Mudah, Tir. Udahlah lepasin. Aku malas banget sumpah sama orang licik kayak kalian berdua," dumelku kencang.

Tirga mengembuskan napasnya kasar. Akhirnya ia menurutiku dengan melepaskan pegangan tangannya dariku. "Udah aku lepasin. Puas?"

"Iya. Makasih," ucapku ketus pada Tirga.

Kemudian kulipat tanganku di dada dan kupandang lampu-lampu di jalanan. Tak pernah kukira aku akan kembali ke Rabatik bertemu dengan dua pria menjengkelkan ini.

"Atan nggak dipecat, Mudya ...." Ucapan Tirga di tengah keheningan ini membuatku tersentak. "Aku cuma minta sama atasannya untuk menghentikan dia sementara sebagai polisi yang bertanggungjawab atas kasus Anra. Mungkin kamu nggak tahu. Ya Anra adalah pemilik sah dari Anggoro Grup--salah satu mitra dari Rabatik. Aku dan Jorda sengaja cari kelemahan dia dan kami tahu bahwa dia bekerja keras sama kasus ini. Menghilangkan pekerjaannya itu hanya untuk sekedar menggertak, Mudya," akui Tirga tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Bukannya reda, kemarahanku malah semakin membara. "Kalian berdua itu gila tahu nggak! Kenapa Atan mesti dibawa-bawa coba! Ini tuh kan urusan kita. Jangan bawa orang lain lah!" Entah kenapa emosiku sudah tak bisa disembunyikan seperti sebelumnya. Kali ini aku sudah lebih berani pada mereka berdua.

"Wow, Mudya udah berani ya bicara dengan nada tinggi sama kita," cibir Jorda dari jok depan sambil menatap mataku lewat spion. Ia malah menyunggingkan senyum miringnya.

Tirga terkekeh. "Kamu emang nggak bisa ditebak ya, Mud. Sayang aja aku nggak bisa lihat ekspresi kamu sekarang. Susahnya jadi orang buta ...."

Biasanya semua orang akan kasihan pada orang buta, tapi kenapa hal itu tidak berlaku buatku sekarang pada Tirga? Yang ada malah ingin rasanya aku menonjok wajahnya itu.

"Aku bingung deh kenapa kalian ngotot banget aku yang jadi sekretaris di sini? Cuma karena aku tahu rahasia bahwa kamu buta, Tir?" tanyaku kesal.

Tirga langsung memegang dadanya. "Astaga, Mudya. Kata-kata kamu yang bilang aku buta enteng begitu kok sakit ya?" tanyanya dengan ekspresi sedih dibuat-buat.

Jorda langsung tertawa keras mendengar ucapan Tirga. "Udah hampir tiga bulan nggak ketemu, Mudya langsung berubah gini ya, Tir. Gila gila," decak Jorda lagi-lagi sambil menatapku.

Kuhela napasku panjang. Tidak akan ada lagi Mudya lemah seperti yang dulu. Menghadapi dua pria ini tidak bisa lembut-lembut. Mereka saja tega berlaku kasar.

"Sori ya, Mudya yang asli ya kayak sekarang. Lagipula sama kalian itu nggak bisa baik-baik. Dasar orang gila." Aku benar-benar marah dan semoga saja dengan aku yang seperti ini mereka mau memulangkanku.

Kali ini Tirga ikut tertawa menyusul Jorda. Termasuk Jema yang kulirik juga ikut senyum-senyum tak jelas. Kenapa mereka tambah menyebalkan ya?

"Aku dan Jorda butuh kamu, Mudya. Kamu tahu kan kalau Jorda adalah seorang dokter? Nggak mungkin seorang dokter selalu nemenin aku ke Rabatik setiap saat. Iya Jorda memang dokter pribadi aku, tapi dia juga memiliki pasien lain di luar sana selain aku. Udah selama dua bulan ini Jorda hampir setiap hari nemenin aku ke Rabatik karena ya seperti yang kamu tahu, aku itu penyakitan. Nggak cuma mata aku yang udah nggak berfungsi, tapi hampir semua dan cuma kamu orang yang udah kita ajak masuk dalam semua kisah di Rabatik. Sulit, Pramudya, tanpa kamu ...." Kali ini Tirga berbicara dengan serius. Bola mata pada kacamatanya melirik ke arahku.

"Jorda memiliki pasien di luar kamu?" tanyaku pada Tirga.

"Iya, Mudya. Ya memang tidak banyak. Tapi ada beberapa pasien yang udah jadi langganan aku dan perlu pengawasan aku juga. Apalagi akhir-akhir ini pasien yang aku tanganin ada beberapa yang mulai menunjukkan kesadarannnya." Jorda yang menjawab.

Hmmm aku pikir Tirgalah satu-satunya pasien Jorda. Aku jadi teringat ketika pertama kali ke Rabatik, Jorda panik begitu mendapatkan telpon dan ia harus terburu-buru meninggalkan kami. Jadilah aku, Tirga, dan Dodo yang ke Rabatik.

"Aku juga baru tahu hal itu baru-baru ini, Mud. Mungkin karena selama ini Jorda fokus pada pengobatanku, ia sampai enggan memberitahukan hal ini," tambah Tirga.

"Dan karena aku ngerasa udah ada kamu di sini, makanya aku kasih tahu hal ini ke Tirga biar Tirga sadar bahwa aku udah nggak bisa 24 jam sama dia. Aku punya kehidupan sendiri dengan profesi dokter ini," lanjut Jorda.

Mau tak mau aku percaya dengan penjelasan mereka. Sama sekali tak kutemukan kebohongan di dalamnya. Jadi, intinya mereka sangat membutuhkanku. Hmmm sebenarnya ada hal yang bisa kudapatkan dari mereka. Secara mereka butuh aku. Aku rasa aku perlu membuat beberapa perjanjian di sini. Mungkin dengan begini, secara perlahan aku bisa tahu ada hubungan apa antara aku dengan mereka sebenarnya?

"Berarti kalian berdua butuh aku banget?" Mereka berdua mengangguk. "Kalian nggak bisa tanpa aku?" Kembali mereka mengangguk. "Ehmm itu artinya kalian akan mengerahkan segala cara agar aku tetap di sini dan berperan sebagai sekretaris Tirga?" Mereka mengangguk lagi. "Kalau gitu, aku boleh dong minta sesuatu sama kalian? Aku perlu feedback. Aku nggak mau cuma jadi sekretaris yang kalian perintah ini itu, tapi aku nggak dapat keuntungan apa-apa."

"Mau kamu apa, Mudya? Bilang aja," ujar Tirga lembut.

Kupicingkan mataku tak percaya. "Selama permintaan kamu nggak mengganggu kenyamanan kita semua, ya pasti akan kita wujudin," timpal Jorda.

Kuhembuskan napasku untuk kesekian kalinya. "Aku maunya kalian selalu jawab pertanyaan aku. Jangan ada kebohongan lagi. Aku nggak mau ada yang ditutupin lagi. Pokoknya aku nggak mau ada rahasia di antara kita. Udah. Itu aja. Masalah gaji dan kapan aku boleh pergi dari sini ikuti aja sesuai kesepakatan awal. Kalau Tirga udah nemuin mata barunya, maka aku bisa pergi dari sini."

"Itu aja?" tanya Tirga meremehkan.

"Jangan sentuh Atan! Aku udah di sini sama kalian. Biarkan Atan menjalankan tugasnya sebagai polisi!" seruku.

"Gampang itu. Ada lagi?" tanya Jorda.

"Ah iya hapus nama aku dari dalam daftar blacklist kalian begitu aku keluar dari sini berdasarkan perjanjian kita."

Tawa kembali membahana dari mulut mereka berdua. "Ya ampun, aku jadi ingat kamu udah lamar ke sana-sini dan ditolak semua ya hahaha." Tirga tertawa dengan puasnya.

"Aku kalau dengar cerita Tirga suka ngakak soal kamu, Mudya. Nih cewek keras kepala banget ya. Tapi salut sih sama kamu. Benar-benar tangguh." Tirga juga terbahak keras.

Aku memanyunkan bibirku. "Yayaya bebas. Silakan kalian tertawa bebas, tapi aku mau feedback aku terpenuhi. Aku nggak mau ada rahasia lagi di antara kita semua."

"Iya, Pramudya Sasqrina ...," jawab mereka berdua serempak.

Tersungging senyuman di sudut bibirku. Setidaknya kali ini aku sudah lebih berani pada mereka. Kami juga telah bersepakat. Tidak seperti dulu di mana aku tak bisa apa-apa. Ya semoga ini semua ada jawabannya. Kubenarkan posisi dudukku dan kembali memandang pemandangan di jalanan.

Tiba-tiba ponselku bergetar menandakan WA masuk.

Farjorda : Welcome back, Mudya ....

***

"Aaaaa Mudya. Akhirnya balik lagi. Ya ampun kangen banget aye sama lo, Mud ...." Kiran langsung berlari kencang begitu aku menginjakkan kakiku di rumah Tirga.

Ya suasana di sini tidak berubah. Letak susunan semua barang masih di tempat yang sama. Tempat ini juga tertutup rapat tanpa jendela. Kiran memelukku dan tentu saja aku membalasnya. Ya yang patut aku syukuri adalah aku masih memiliki dua orang yang bisa kuandalkan di sini yaitu Kiran dan Dodo. Dodo dan para pelayan lainnya juga menyusul di belakang Kiran menghampiri kami bertiga. Ya Tirga kembali duduk di kursi rodanya dengan Jorda sebagai pendorongnya.

"Gue juga kangen kok, Ran, sama lo. Tapi lo ngeselin nggak ada hubungi gue selama di sini," cibirku.

Kiran pun melepaskan pelukannya. "Aye sibuk banget, Mud. Noh permintaan Tuan Adtirga sama makanan terlalu banyak. Tiap hari aye harus eksplor resep baru karena katanya dia bosan makanannya itu-itu aja. Sialan kan," cibir Kiran sambil melirik Tirga sadis.

Aku agak terkejut karena enteng sekali Kiran membicarakan Tirga langsung di depan orangnya. Apa suasana di sini sudah berubah sekarang? Aku merasa sudah tak ada kekakuan di sini. Sebenarnya apa saja yang sudah terjadi selama aku meninggalkan rumah ini?

"Kan emang tanggungjawab lo di bagian masak memasak. Ran. Lagipula gue atasan lo. Yaudah emang udah kewajiban lo untuk nurut sama gue. Itu juga bukan alasan untuk nggak hubungin, Mudya," jawab Tirga tak mau kalah. Matanya lurus menatap ke depan. Kiran tak mampu membalas perkataan Tirga. Ia hanya bungkam. "Yaudah, Mud. Kamu balik ke kamar kamu aja. Masih ingat kan kamar kamu di mana?" tanya Tirga. Kuanggukkan kepalaku. "Jawab, Mud."

Kuhela napasku kesal. "Iya. Ingat," jawabku ketus.

"Bagus. Jor, antar gue ke kamar dong," pinta Tirga. Jorda tanpa berkata apa-apa langsung mendorong kursi roda Tirga. "Aku tidur dulu ya, Mud. Kamu jangan coba-coba kabur lagi loh."

"Iya," jawabku singkat.

Dan Jorda pun terus mendorong tanpa menolehkan kepalanya melihatku. Kiran tanpa basa-basi langsung menarik diriku dan membawaku ke kamarku. Sepertinya banyak yang Kiran ingin ungkapkan. Dodo menyusul kami di belakang.

"Heh, lo ngapain ikutin kita?" tanya Kiran jutek pada Dodo.

"Gue pengen ngobrol banyak sama, Mudya. Nggak boleh emang?" tanya Dodo tak kalah juteknya.

"Aye dulu lah. Pan Mudya sahabat aye," balas Kiran.

Melihat pertengkaran mereka, tentu membuatku makin lelah. Aku tahu Kiran dan Dodo pasti ingin menceritakan banyak hal padaku. Daripada mereka terus adu mulut lebih baik keduanya kuajak saja mengobrol bersama.

"Udah. Nggak usah berantem. Kalian berdua pasti pengen cerita banyak hal kan? Mending bertiga barengan aja di kamar gue," tawarku.

Kiran terlihat tak terima. Kepalanya menggeleng cepat sementara Dodo sama saja. Ia kentara sekali tidak setuju dengan tawaranku dari ekspresi wajahnya itu. Tapi sepertinya memang banyak hal yang ingin Dodo ungkapkan sehingga akhirnya ia mengembuskan napasnya dan berjalan mendekatiku. 

"Oke. Kita bertiga cerita aja." Dan tiba-tiba Dodo mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu. Aku dan Kiran saling berpandangan bingung. Sampai akhirnya tak lama setelah itu, Dodo menunjukkan layar ponselnya pada kami berdua. 

Plis jangan bicara di sini. Lo berdua tahu penyadap suara ada di mana-mana termasuk kamar Mudya. Lebih baik kita bicara di luar. Mas Jor pasti lama sama Mas Tir di kamarnya. Kita jalan misah dari sini dan ke luar satu-satu dari ruangan ini. Ke halaman belakang rumah aja. Daerah itu yang paling aman sejauh yang gue amati.

Oke. Kembali ke kehidupan Rabatik yang sesungguhnya. Aku hampir saja lupa bahwa rumah di sini penuh dengan penyadap suara dan cctv. Karena kami ingin mengobrol dan tema utamanya pasti soal Rabatik, hal yang harus dihindari tentu saja adalah penyadap suara. Aku dan Kiran mengangguk serempak. Kuamati Kiran, sepertinya ia sudah paham akan permainan di sini. Ya selama ini yang kutahu Kiran tidak begitu terlibat dalam segala hal di Rabatik. 

Kemudian Dodo mengetik lagi dan beberapa detik kemudian, ia menunjukkannya pada kami. Kami membacanya. 

Kiran dulu yang ke luar. Setelah itu Mudya dan terakhir gue.

Sekali lagi tanpa banyak interupsi, aku dan Kiran setuju. Kiran langsung berjalan melangkah maju meninggalkan kami berdua. Meskipun sudah meninggalkan rumah ini hampir tiga bulan, tapi aku masih ingat detail tata letaknya. Setelah Kiran lepas dari pandangan kami berdua, kini giliranku. Aku lirik Dodo. Ia tersenyum padaku. Aku pun melangkahkan kakiku terus maju sampai akhirnya aku tiba juga di belakang rumah. 

Di halaman belakang ini terdapat satu buah lampu taman yang sangat terang. Ada beberapa tumbuhan di sini dan satu bangku taman. Di sanalah ada  Kiran duduk manis menantiku. Aku pun duduk di sebelahnya sambil menatap langit malam. Tak berapa lama Dodo menyusul kami. Alhasil sekarang kami bertiga sudah berkumpul di sini. Dodo sempat celinguk ke belakang untuk memastikan bahwa tak ada Jorda atau Jema mengintip kami.

"Kayaknya kita nggak pernah ya duduk bertiga gini," gumamku.

"Iya. Kayaknya adem ya, Mud, kayak gini. Berasa nggak ada beban lihat langit," tambah Dodo.

"Dan aye bisa lupain sejenak kerjaan masak aye yang seabrek ntuh," ujar Kiran.

Secara bersamaan kami menghela napas seperti beban hidup yang kami rasakan benar-benar berat. 

"Gue nggak pernah nyangka selain kisah Mas Shagam, ternyata ketika di sini gue juga nemuin kisah yang nggak kalah pilunya. Apa emang kehidupan orang kaya begini ya? Terlalu banyak masalah."

Otomatis aku dan Kiran serempak memandang ke Dodo. Ya aku berada di tengah. Samping kiriku adalah Kiran sedangkan samping kananku Dodo.

"Lo ada dengar fakta baru lagi, Do?"

"Emang ada apa sih?" tanya Kiran ingin tahu. 

"Lo nyimak aja ya, Ran. Jangan banyak tanya pas gue cerita." Selalu saja Dodo berkata ketus pada Kiran. Aku terkikik menyaksikannya.

"Iye iye," ujar Kiran sambil memanyunkan bibirnya. Ditatapnya Dodo sebal.

"Akhirnya gue tahu kenapa masalah di keluarga Rabatik itu ribet. Lo pasti ingat Om Riko dan Tante Gia kan, Mud? Nah alasan mereka benci Mas Tir bukan hanya karena Mas Tir dikasih jabatan sebagai presdir, tapi Mas Tir punya kehebatan lain yaitu bermusik. Dia pemain piano handal. Sama kayak Mas Jorda. Nah mereka itu ketemu ketika ada audisi pemain musik orkestra. Di sini Mas Jor udah kenal duluan dengan Alysam. Ya Alysam pemain biola hebat. Karena proses audisi yang panjang itu membuat mereka bertiga pada akhirnya akrab. Cuma hampir sama seperti Mas Tir, Mas Jor juga nggak bisa ungkap dirinya ke publik karena dia adalah seorang dokter. Maka dari itu ia menggunakan nama Zafrin sebagai nama panggungnya."

Oke. Penjelasan Dodo kali ini membuat keningku berkerut. Jorda menggunakan nama Zafrin? Bukankah nama Zafrin juga digunakan oleh Tirga? Ini sebenarnya ada apa sih? 

"Do, bukankah nama Zafrin itu adalah nama Tirga?" tanyaku.

Dodo menatapku sambil menganggukkan kepalanya. "Pada akhirnya iya. Namun di awal-awal sebenarnya nama Zafrin dan topeng ultraman itu adalah Mas Jor. Dia menggunakan nama Zafrin karena Mas Tir yang menawarkan. Akhirnya mereka pun bermain bertiga dan lolos sebagai peserta pemusik orkestra kala itu. Sayang, identitas Mas Jor diketahui oleh keluarga dan mitra kerjanya. Ya lo tahu seorang dokter bedah yang berperan sebagai pianis itu akan sulit membagi waktu. Profesi Mas Jor sebagai dokter waktu itu memang buat dia jarang datang on time untuk operasi. Sampai akhirnya dia dikasih dua pilihan mau menjadi seorang dokter atau pianis dan dia milih jadi dokter. Dia pun mundur."

Dodo menarik napasnya sejenak. Aku jujur cukup kaget mendengarnya. Kiran juga ikut menyimak dengan baik meskipun aku tahu ia pasti sedikit bingung dengan perkataan panjang lebar Dodo. 

"Mas Tir terus bermain piano bahkan dia dan Alysam menjadi duo pemain andalan di grup pemusik orkestra itu. Mas Jor nggak bisa lepasin karir bermusiknya gitu aja, jadi dia memilih menjadi pendamping Alysam dan Mas Tir. Sampai akhirnya tiba-tiba Mas Tir diberi titah sebagai presdir. Di situ semua kaget. Apalagi begitu melihat reaksi keluarga Mas Tir yang amat sangat membenci Mas Tir karena selama ini dia tidak fokus pada perusahaan, tapi kenapa dikasih jabatan penting seperti itu. Karena masalah ini akhirnya Alysam dan Mas Tir memutuskan keluar dari orkestra itu. Di sinilah ditemukan solusi. Mas Tir akan tetap bermain musik dan berperan sebagai Zafrin dengan topeng ultraman. Hal itu terus berlangsung sampai akhirnya nama Zafrin dan Alysam terkenal di kalangan pemusik. Tentu Mas Jor terus mendampingi mereka.

"Mas Tir orangnya memang masa bodoh. Dia nggak peduli dengan serangan keluarganya. Sampai akhirnya Prita muncul. Dia menjadi sekretaris Mas Tir. Siapa yang menduga bahwa akhirnya Mas Tir jatuh sejatuh-jatuhnya pada Prita. Secara perlahan Mas Tir mulai jarang main lagi sama Mas Jor dan Alysam. Akhirnya Alysam mutusin solo karir. Mas Jor tetap setia nemenin Alysam. Nah di sinilah masalah lagi. Ibunya Alysam dan Papanya Mas Jor mutusin untuk nikah. Ya nggak ada yang tahu ternyata selama ini orangtua Alysam dan Mas Jor menjalin hubungan. Mereka semua kecolongan."

Dodo pun menatap kami berdua. Sepertinya aku sudah paham alur cerita ini akan ke mana. Jantungku degdegan tiap kali menanti kata yang akan tercetus dari bibir Dodo. Ya aku sudah tahu bahwa Tirga memang memiliki masalah dengan keluarganya, tapi mengetahui soal bermusiknya dengan Alysam dan Jorda yang sedetail ini ya baru kali ini. Terutama soal Jorda. 

"Mas Jor itu memiliki perasaan terpendam dengan Alysam, Mud .... Gue tahu ini semua dari Mamas Shagam. Dia saksi betapa galaunya Mas Jor waktu itu. Semua berantem hebat. Mas Tir pun tahu soal orangtua Mas Jor dan Alysam yang akan segera menikah, tapi dia nggak bisa berbuat banyak. Yang buat Mas Jor akhirnya merelakan orangtuanya nikah karena dia tahu bahwa Alysam nggak suka sama dia. Bahkan Alysam sampai berlutut agar orangtua mereka menikah. Alysam tahu Mas Jor suka sama dia. Ya emang Alysam dari keluarga biasa aja sedangkan Mas Jor kaya. Gue nggak tahu juga sih alasan spesifiknya. Karena hal itulah akhirnya dia mengiyakan dan mengizinkan orangtua mereka nikah."

Aku menutup mulutku syok. Jadi ini sebab dari segala sikap aneh Jorda padaku. Begitu melihatku itu akan mengingatkan dirinya pada Alysam. Ia juga pernah memintaku untuk melupakan wajah Alysam. Kali ini rasa penasaranku timbul kembali. Bagaimana bisa wajahku berubah menjadi mirip seperti Alysam? Aku jadi paham pada perasaan Jorda. Merelakan seseorang yang kita cintai menjadi saudara kita itu sangat menyakitkan ....

"Aye pernah nggak sengaja dengar nama Alysam mereka berdua sebut pas aye lagi antar makanan. Waktu itu suasananya kaku banget sih. Aye jadi buru-buru keluar. Apa Alysam ini yang elo maksud, Do?"

Dodo melirik Kiran. Ia kembali mengangguk. "Kata Mamas Shagam saat itu Mas Jor suka termenung sendiri. Ya kejadian itu berlangsung juga setelah keadaan Mamas Shagam cukup membaik setelah adegan nista itu. Astaga kalau ingat kejadian itu rasanya ...."

Dodo mengepalkan tangannya. "Do, lo kenapa?" tanyaku. Raut Dodo berubah emosi.

Dodo menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa, Mud. Gue keingetan aja sama kisah Mamas Shagam. Intinya begitulah. Makanya Mas Jor gue rasa begitu sama lo ya karena muka lo mirip Alysam."

"Hah? Mudya mirip Alysam?" tanya Kiran dengan suara agak tinggi.

Mata Dodo melotot. "Suara lo, Gendut!" tegur Dodo.

Kiran langsung menutup mulutnya. "Maaf," ucapnya menyesal dan jelas saja membuatku lagi-lagi terkikik menyaksikan sikap Kiran. "Aye cuma banyak nggak ngertinya sama cerita lo, Do."

Dodo mendengkus. Ia melirik Kiran sinis. "Nanti lo tanya sama Mudya untuk lebih jelasnya." Dodo beralih ke diriku. "Mud, Mamas bilang kalau Mas Jor itu paling terluka. Dia bilang kalau semua perbuatan Mas Jor itu selalu ada alasan. Yang buat Mas Jor makin sedih ketika Mas Jor tahu alasan Alysam nggak suka sama dia karena dia cinta dengan Mas Tir."

Hatiku mencelos mendengarnya. Alysam cinta Tirga? Jorda cinta Alysam. Tapi Tirga menjalin hubungan dengan Prita. Entah kenapa aku bisa merasakan sakit hati yang diderita Jorda.

Dodo kemudian merundukkan kepalanya. "Dan fakta yang buat semua makin hancur adalah Alysam hamil anak Mas Tir. Padahal Mas Tir waktu itu pacaran dengan Prita. Gue nggak ngerti kisah detailnya gimana yang jelas kisah ini berujung pada kecelakaan dua tahun silam itu, Mud." Dodo mengangkat kepalanya dan menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Dan siapa sangka kecelakaan dua tahun silam itu juga berhubungan dengan elo, Mud. Dan itu yang kita semua nggak ngerti. Mamas Shagam pun nggak paham ketika lihat wajah lo pada saat hipnotis itu. Dan yang tahu jawaban ini cuma Mas Jor."

Kuteguk salivaku. Mengetahui info ini lagi-lagi membuatku bingung. Aku juga tidak tahu jawabannya. Meminta Jorda menceritakan hal ini pasti akan membikin dirinya terluka lagi. Ya aku penasaran sekali. Dodo pun menyentuh punggung tanganku. Diputarnya tubuhnya sedikit.

"Mud, gue nggak ngerti harus berpihak ke siapa. Gue cuma tahu dari sisi Mas Jor. Bukan Mas Tir. Kesannya memang Mas Tir di sini yang diuntungkan, tapi sebenarnya dialah yang paling dirugikan. Efek kecelakaan itu benar-benar merenggut dirinya bahkan bisa kita lihat sendiri Mas Tir selalu nangis tiap kali ada yang berhubungan dengan Alysam. Mud, gue pengen nolong lo. Tapi cuma ini yang gue tahu. Ini pun perlu maksa sama Mamas biar Mamas Shagam cerita. Untungnya dia mau."

Kucoba tersenyum. Dari wajah Dodo terlihat sekali ia sungguh-sungguh. Kuanggukkan kepalaku. Aku balas memegang tangannya. "Iya, Do. Makasih ya." Sebaiknya aku kembali ke kamar dan beristirahat. Aku harus menenangkan diriku dan berusaha untuk mencerna semua info ini. "Gue balik ke kamar ya. Gue mau ke istirahat," pamitku pada Dodo. Kemudian kulepaskan tanganku dan beralih ke Kiran. Kiran menatapku polos. "Besok kita kangen-kangenan lagi ya. Gue ngantuk, Ran."

Kiran menganggukkan kepalanya. "Iya."

Aku pun beranjak bangun dan meninggalkan mereka berdua. Kupegang dadaku. Ya Allah kenapa menyesakkan sekali begitu mendengar cerita Dodo? Ya sebenarnya aku tak mau peduli pada kisah percintaan antara Alysam, Jorda, Tirga, dan Prita. Tapi tahu kisah mereka berimbas padaku membuatku tak habis pikir. Mau tak mau jelas aku terkait erat dengan kisah mereka. Apalagi dengan wajah ini. Sikap Jorda dan Tirga ke depannya yang tak akan sanggup kubayangkan.

Air mataku pada akhirnya menetes. Padahal baru sebentar aku menginjakkan kaki di sini, tapi sudah ada saja yang mampu membuatku menitikkan air mata. Aku terus berjalan hingga akhirnya sampai di kamarku. Langsung kurebahkan diriku menghadap kanan di ke atas ranjang tanpa berniat mengganti baju. Benar-benar lelah sekali rasanya hari ini. Kutumpahkan air mataku. Yang membuatku makin sebal adalah kisah mereka juga berefek pada Atan. Ya Tuhan, apa kabar Atan sekarang?

Di saat aku mau mengambil ponsel dari saku celanaku, tiba-tiba saja ada sebuah tangan memelukku dari belakang. Mataku melotot terkejut ingin keluar dari tempatnya. Ini siapa?! Namun, mulutku langsung terkunci begitu mendengar ....

"Jangan dilepas, Mudya. Kamu nggak tahu kan seberapa besarnya kangen aku sama kamu selama ini? Aku nggak bisa tahan ini lagi. Aku nggak mau kejadian dulu terulang lagi. Aku nggak mau ngalah lagi. Meskipun aku nggak tahu ujung kisah ini gimana, tapi setidaknya biarkan aku bahagia saat ini. Kumohon ...."

Dan aku bisa merasakan air mata Jorda membasahi punggungku. Ya Tuhan, aku harus apa? Pelukan Jorda sangat hangat dan kepiluan hatinya bisa aku rasakan. Nada bicaranya juga terdengar seperti menahan sesuatu. Haruskah aku membalikkan badanku dan memeluknya?

***

Tanggapan yaaaa.

Ah iya dilanjutnya lama ya hehe karena kan mau mudik. Sama mohon maaf lahir batin juga ya. Mohon maaf kalau ada salah. Terimakasih masih mengikuti cerita ini :*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro