Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

22

Hehehe maaf yaaa update hanya bisa di weekend. Ini memang bulan orang married ya. Tiap minggu di bulan ini sampai bulan april awal gue ada jadwal kondangan -_- dan mungkin akan terus berlanjut haha

Yaudah daripada curhat berkepanjangan, baca aja deh wkwk btw jangan lupa VOTE VOTE VOTE AND COMMENT!

Happy reading!

----------------------------------------------------------


Lelah sekali rasanya. Aku harus mencopot semua lukisan yang tertempel di dinding ruangan khusus ini seorang diri. Tirga mana bisa membantuku. Ya seperti yang kita tahu kalau dia itu ... astaga. Bukan maksudku menghinanya. Tapi dia benar-benar tidak bisa menolongku. Dia hanya terus mengoceh dan memberiku perintah barang apa yang seharusnya aku sembunyikan.

Tanpa banyak bicara aku menuruti perintahnya. Benar-benar bossy. Dan sekarang semua dinding ini sudah bersih. Tak ada lagi lukisan-lukisan tergantung di dindingnya. Benda-benda yang berada di tengah ruangan juga sudah kupinggirkan. Fyuh ... melelahkan sekali.

Tak berapa lama para pelayan pun datang ke ruangan ini. Jorda yang membimbing mereka. Termasuk Jema dan kawan-kawannya. Wajah mereka semua panik.

"Gimana, Jor? Semua pelayan dan pengawal sudah di sini kan?" tanya Tirga cemas. Terdengar dari nada bicaranya.

"Udah, Tir," jawab Jorda ngos-ngosan.

"Terus semua benda-benda udah disusun rapi seperti dua tahun silam kan?" tanya Tirga lagi.

"Semuanya udah beres, Tir," jawab Jorda lagi.

Tirga menghela napas lega. "Mudya, mungkin kamu terkejut dengan hal ini. Tapi semua ini diadakan memang secara diam-diam di mansion ini. Seperti yang aku pernah bilang bahwa tidak ada satu pun keluargaku yang tahu bahwa aku lumpuh dan buta. Inilah yang terjadi jika mereka datang ke mansion ini. Kita semua harus bersembunyi."

Ya aku memang sudah tahu akan hal itu tadi, tapi audisi ini termasuk audisi yang cukup heboh di Indonesia. Bagaimana mungkin keluarganya juga tidak tahu bahwa Tirga sedang sibuk dengan audisi ini. Aku perhatikan ke sekitar. Mungkin total pelayan dan pengawal Tirga sekitar lima puluh puluh orang.

"Gimana bisa mereka nggak tahu, Tir? Aku bingung deh."

Tirga menghela napas. "Kamu tahu, ketika audisi ini aku umumkan. Kondisi Rabatik langsung ricuh. Papa yang memegang Rabatik selama dua tahun ini terus diminta agar memberitahukan di mana keberadaanku. Ya mereka pasti tahu kalau aku sebenarnya di sini. Cuma mereka belum ada kesempatan aja. Aku yakin kedatangan mereka ke mansion untuk mencari aku."

"Lalu kenapa para pelayan dan pengawal ini juga ikut sembunyi, Tir? Bukankah mereka udah tahu kalau sebenarnya kamu di sini?" tanyaku lagi heran.

"Mudya, kamu tahu menghindar kan? Lebih baik menghindar daripada bertemu dengan Tante Gia. Tante Gia itu orangnya ngotot. Yang ada malah membuat para pelayan ketakutan dan akan membongkar keadaan Tirga sekarang. Ya memang mereka semua sudah disumpah, tapi namanya tertekan bagaimana. Maka dari itu kami menghindari keadaan ini, Mudya," terang Jorda.

"Terus gimana nasib para peserta yang udah keluar? Bukan nggak mungkin kan Tante Gia yang kamu maksud itu nggak mencari tahu soal Tirga dari mereka?" Aku harus menanyakan semuanya sejelas mungkin. 

Semua orang memandangiku termasuk Kiran. Ia hanya terus diam. Wajahnya juga terlihat bingung dan penasaran. 

"Mud, lo tahu sendiri kan kalau nggak ada satu pun peserta yang tahu keadaan Tirga selain lo, Kiran, dan Tayana?" tanya Dodo.

Aku terbahak. "Jangan lupakan Rista dan Anis. Peserta yang waktu itu dihipnotis sama seperti aku, Do. Bisa saja Tante Gia bertanya soal Tirga lalu menunjukkan wajah Tirga dan ingatan mereka kembali. Itu bukan nggak mungkin loh. Aku dan Kiran saja langsung ingat begitu kami melihat rupa Tirga."

"Kamu nggak perlu tahu, Mud. Itu udah urusan aku. Yang jelas soal Rista dan Anis sudah aku urus. Kalau pun mereka tahu, kami punya cara untuk menghilangkan mereka. Kami tidak sebodoh itu untuk membiarkan semua ini terbongkar dengan mudahnya."

Mataku melotot mendengar penjelasan Jorda. Menghilangkan? Maksudnya?!

"Menghilangkan? Maksud lo ngebunuh, Jor? Ajegile. Gila lo!" seru Kiran. Pikiran Kiran persis sama sepertiku. Ia menatap Jorda tak suka.

Jorda memutar bola matanya ke atas. "Kamu pasti Kiran ya?" Tirga buka suara. Kiran mengangguk. "Jawab saya dengan suara, Kiran."

"I--iya," jawab Kiran gugup. Begitu masuk ruangan ini tadi, Kiran langsung berlari mendekatiku. Ia berdiri di sampingku. Dipegangnya tanganku. Pasti Kiran mulai takut. Telapak tangannya saja terasa dingin.

"Latar belakang mereka masih bisa ku-handle. Maksud menghilangkan mereka di sini bukan membunuh, tapi menghilangkan mereka dari peredaran. Salah satu caranya mengirimkan mereka jauh dari jangkauan para orang rabatik yaitu ke luar negeri. Kalau mereka mengancam kami, maka mudah. Mungkin membunuh bisa menjadi salah satu opsi." Tak ada keraguan sama sekali dari mulut Tirga. Ia berkata sangat serius.

Aku dan Kiran berpandangan seram. "Ta--tapi ngebunuh itu dosa, Tir," ucapku.

"Rabatik adalah perusahaan besar, Mudya. Berapa banyak kepala yang kami tanggung. Kamu sudah dengar kan waktu itu kalau kelakuan Om Riko sangat tidak pantas sebagai pemimpin Rabatik. Rabatik bisa saja ditangkap KPK karena korupsinya dan aku nggak mau hal itu terjadi. Kalau itu terjadi bisa berapa kepala yang harus terputus rezekinya. Lalu Tante Gia. Menyerahkan perusahaan pada Tante Gia sama saja menyerahkan perusahaan itu kepada Om Riko. Tante Gia tidak bisa memimpin. Aku tahu hal itu. Kerja dia hanya foya-foya dan lihat saja pada akhirnya dia akan memberi kuasanya kepada Om Riko. Kehilangan satu dua nyawa yang bisa menghancurkan Rabatik tidak sebanding dengan nasib para pekerja Rabatik lainnya." 

Aku meneguk ludah mendengar penjelasan lugas Tirga. Berarti Rabatik sepenting itu buat dirinya. Cara dia berbicara juga sangat tegas sekali. Benar-benar membuatku bergidik ngeri. Yang dikatakan Tirga ada benarnya. Para pekerja Rabatik itu banyak dan salah satu dari mereka pasti sudah memiliki keluarga. Jika Rabatik harus ditutup karena kelakuan salah satu dari mereka, tentu saja itu membuat sang kepala keluarga kehilangan pekerjaannya. Hati kecilku salut mendengarnya. Tirga seperhatian itu kepada para karyawannya.

"Aku diberi amanat oleh Nenek untuk menjaga Rabatik, Mudya dan aku nggak akan pernah biarin siapa pun untuk menghancurkan Rabatik. Para pelayan dan pengawal yang berada di sini juga telah bersumpah. Aku telah mengumpulkan mereka semua dari dulu ketika aku sehat. Siapa saja yang bisa dipercaya dan tidak. Jadi aku harap buat kamu dan Kiran. Kalian berdua bisa diajak kerjasama. Kalian orang selanjutnya yang bisa aku percaya. Rahasiakan soal butanya aku. Kalian bisa kan?" lanjut Tirga. Ia menatap lurus ke depan dengan pupil mata yang tak bergerak sama sekali. 

Aku memandang Jorda. Tak kusangka Jorda juga sedang menatapku sendu. Segera kubuang pandanganku darinya. Malu juga ditatap seperti itu olehnya. 

"Mudya, Kiran ...." Panggilan Tirga menyentakku.

"Iya ...," sahut aku dan Kiran berdua serempak.

"Kalian bisa kan menjadi salah satu orang kepercayaanku? Aku tidak ada mau ada Prita kedua lagi. Sudah cukup ia memberikan luka yang amat sangat dalam seperti ini. Aku sungguh-sungguh mencari orang yang bisa dipercaya. Kalian nanti boleh mundur ketika aku sudah mendapatkan pendonor mataku atau minimal ketika semua keadaan sudah membaik dan seperti kesepakatan di awal, kalian minta apa saja akan aku kabulkan. Keadaan ini benar-benar genting. Dan kepada kalian semua juga. Jangan ada yang berkhianat. Kalian orang yang paling saya butuhkan. Selain Bunda, Ayah, dan Jorda. Kalian semua sekarang adalah keluarga saya. Kalian setuju kan?"

Kami semua saling berpandangan bingung kecuali Jorda yang masih terus menatapku. Pria itu suka sekali sih menatapku. Memangnya ada apa coba dengan diriku? 

"Setuju, Tuan ...," jawab para pelayan dan pengawal bersamaan.

Terukir sebuah senyuman di wajah Tirga. Begitu juga dengan halnya Jorda. Aku lega karena akhirnya ia tak menatapku lagi. 

"Oke, Jem. Lo bisa cek sekarang Tante Gia udah di mana?" tanya Jorda.

Bawahan Jema yang tubuhnya lebih tinggi dari Jema pun memberikan sebuah iPad. Jema menerimanya. Jarinya terlihat mengotak-atik iPad tersebut. Kemudian ia menunjukkan layar iPad tersebut ke Jorda.

"Sekitar 10 menit lagi, Nyonya Gia dan pasukannya akan tiba, Tuan," lapor Jema.

"Jem, pantau terus ya cctv-nya. Lo udah pasang penyadap suara di ruang umum kan?" tanya Tirga.

Jema menganggukkan kepalanya. "Sudah, Tuan."

Tirga manggut-manggut. "Oke. Kalau begitu kalian semua di sini bisa santai. Pantau terus keadaan. Kalau ada apa-apa lapor. Oiya satu lagi, jangan sentuh barang apa pun di ruangan ini. Mengerti? Dodo kamu lihatin mereka ya. Jangan sampai tangan mereka jahil."

"Siap, Mas Tir," tanggap Dodo.

Para pelayan dan pengawal pun mulai berkumpul sesuai anggota mereka masing-masing. Lalu mereka mengambil posisi dan mengobrol. Sementara aku dan Kiran masih berdiri di tempat yang sama. Kami bingung harus ke mana. Jorda pun mendekati Tirga lalu memegang gagang kursi rodanya. 

"Mud, kamu ikut kami," ajak Jorda. "Dan kamu Kiran tetap di sini. Temani Dodo pantau mereka untuk tidak menyentuh apa pun. Oke?" sambung Jorda.

Kiran tak bisa mengelak. Tak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti permintaan Jorda. Jorda pun melirikku. Ia mengajakku dengan lirikan matanya. Kuteguh salivaku untuk kesekian kalinya. Ya kali ini posisiku sulit. Aku mempunyai dua tuan sekarang yaitu Tirga dan Jorda. Jorda mendorong kursi roda Tirga. Aku mengekorinya.

Lagi-lagi aku dibuat tercengang begitu aku berada di pojok ruangan dekat kasur dan piano milik Tirga. Hmmm aku jadi teringat ketika Tirga memainkan pianonya sambil menangis terisak-isak. Aku jadi tersenyum. Tak pernah kuduga bahwa aku bisa melihat seorang Tirga yang kelihatannya kuat ternyata adalah sosok yang juga cengeng. Tapi pikiranku langsung buyar begitu mendengar suara kecil yang menunjukkan bahwa di ruangan khusus ini ada ruangan lagi di dalamnya. Wow!

Aku makin takjub begitu melihat di dalam ruangan ini. Terdapat banyak layar besar yang menunjukkan semua ruangan di mansion ini dan beberapa mesin yang aku tak mengerti itu apa. Begitu aku sudah di dalam ruangan, pintu di belakangku secara otomatis tertutup. 

"Ini apa, Jor?" tanyaku sambil mengedarkan pandanganku ke sekitar.

"Ruangan rahasia di mansion ini. Dari sini kita bisa melihat kegiatan semua orang di mansion ini termasuk mendengarkan obrolan mereka," jawab Jorda.

Mataku membesar. "Obrolan? Jadi itu kenapa tadi Tirga nanya soal penyadap suara?"

"Yaps." Mereka berdua menjawab bersamaan.

Kini Tirga dan Jorda sudah berada di depan sebuah layar yang menunjukkan latar lobi. Dari sini bisa terlihat jelas siapa saja yang akan datang ke mansion ini. Hmmm ... mereka berdua gila. Mereka berdua pasti sudah menyiapkan semua hal di sini dari jauh-jauh hari. Antisipasi mereka sangat matang. 

"Sori, penyadap suara ini diletakkan di mana saja?" tanyaku penasaran.

Jorda berdiri di samping Tirga. Tangannya mengotak-atik mesin di depannya. "Di semua tempat yang terkait dengan audisi ini, Mud."

"Termasuk kamar peserta?" tanyaku lagi.

"Iya, Pramudya." Jorda mengiyakan.

"Jadi dari sini kalian berdua bisa tahu apa yang kami semua bicarakan?"

"Bukankah kami sudah pernah bilang ya, Mudya? Ya ruangan ini memang penuh arti buatku, Mud. Aku juga tahu bahwa kamu suka merekam suara kamu diam-diam di tempat tertentu. Ya meskipun aku tidak bisa melihat, tapi penyadap suara ini benar-benar bisa membantuku untuk memantau semuanya."

Hah? Berarti Tirga mengetahui semua rahasiaku dong. Ya aku selalu merekam curhatanku di kamera tiap kali aku diserang oleh para peserta audisi kemarin. Aku juga sering mengungkapkan betapa aku merindukan keluargaku. Aku merasa seperti terciduk. Aku juga sering mengungkapkan kekesalanku pada Tirga seperti kejadian roti selai stroberi waktu itu. Begitu juga dengan Jorda. Ya Tuhan, ketahuan semua rahasiaku.

Mereka berdua tiba-tiba terbahak bersamaan. Ya ampun, malu sekali rasanya. Ah aku jadi ingat lagi kejadian setelah adegan masakanku dibuang, ada telpon dari Zafrin yang malah memberitahuku makanan favorit Tirga. Jadi, semua ini ketahuan dari mesin-mesin di ruangan ini? Benar-benar tak ada yang bisa aku rahasiakan di sini kecuali berkata dalam hati. 

"Segitu kesalnya ya, Mud, sama aku dan Jorda? Haha," sindir Tirga sambil tertawa.

"Lo sih, Tir. Galak banget sama Mudya. Apalagi kejadian lo dorong piring Mudya. Jahat asli," timpal Jorda. Jarinya masih memencet-mencet tombol di mesin itu. Aku di belakang mereka berdua bisa menyaksikan badan mereka yang bergetar karena terkikik.

"Emang nggak enak, Jor, sumpah haha. Gue kaget aja kok ada makanan senggak enak itu. Dan gue kaget pas tahu kalau makanan yang baru gue hina itu makanan buatan Mudya. Ya ampun, Mud. Maafkin Tirga ya," ujarnya bercanda dengan tawa yang tak lepas dari mulutnya. Aku mengerucutkan mulutku sebal. 

"Untung ada gue, Tir, waktu itu. Kalau nggak habis kali Mudya. Lo keterlaluan sih emang kalau ngamuk."

Aku cuma bisa diam menyaksikan kedua pria ini. Mereka berdua sama-sama menyebalkan namun, tawa mereka terhenti ketika Jorda memanggil nama Tirga dan layar menunjukkan rombongan mobil yang baru saja tiba di lobi mansion. Aku tak bisa melihat raut mereka karena mereka berdua masih membelakangiku. 

 "Mereka udah datang, Jor?" tanya Tirga serius.

"Iya, Tir." Entah kenapa menyimak hal ini membuatku jadi ikut degdegan. 

"Tante Gia gimana? Dia kurusan apa gimana?" 

"Sama aja kayak dulu, Tir. Nggak berubah."

Suasana pun hening. Aku dan Jorda terus memperhatikan layar sementara Tirga hanya diam. Bisa kulihat baru saja perempuan yang aku tahu pasti itu adalah Tante Gia yang mereka maksud turun dari mobil. Ya di belakangnya terdapat beberapa mobil juga di mana isinya adalah beberapa pria bertubuh besar tinggi berpakaian serba hitam persis seperti Jema dan kawan-kawannya. Ah itu adalah pengawal Tante Gia. Tapi Tante Gia tidak sendiri. Ada seorang laki-laki yang dari wajahnya bisa kutebak adalah Om Riko serta seorang wanita berambut pirang muda.

"Tante Gia sendirian, Jor?" tanya Tirga lagi.

Jorda menggelengkan kepalanya. "Nggak. Dia datang bareng Om Riko sama anaknya."

"Hah? Maksud lo Brittany? Tumben banget loh," sahut Tirga. Jorda mengendikkan bahunya. "Terus sekarang mereka ke mana?" tanya Tirga lagi penasaran.

Aku jadi bersyukur masih diberi penglihatan yang sempurna oleh Allah. Meskipun wajahku berantakan, tapi setidaknya fungsi pada setiap inderanya masih berjalan normal semua. Jorda terus memandangi layar. Bisa kusaksikan bahwa kini mereka semua sedang berjalan menuju aula tengah. Dari pakaian mereka terlihat sekali memang keluarga Tirga ini keluarga sosialita. Ya Tante Gia yang mereka maksud tampil seperti ke pesta dengan make up yang tebal. Terbalik dengan anak perempuannya yang berpenampilan casual.

Tirga sepertinya berusaha sabar karena pertanyaannya tak diladeni Jorda. Jorda menolehkan kepalanya ke belakang. Ia memanggilku tanpa suara menyuruhku untuk mendekatinya. Aku menurutinya. Kemudian Jorda memberiku sebuah headphone. Aku mengernyitkan dahiku bingung, tapi Jorda memaksaku dengan lirikan tajam matanya. Lagi-lagi aku tak bisa menolak dibuatnya. Kini aku berdiri di tengah antara Tirga dan Jorda.

"Tir, mereka lagi duduk di aula. Nih coba dengar sendiri mereka ngomong apa." Jorda berkata sembari memasangkan headphone tersebut ke telinga Tirga. Tirga hanya diam. Kemudian Jorda memasangkan headphone pada telinganya juga.

"Nggak ada tanda-tanda, Mas, si Tirga di sini. Lihat aja keadaan sekitar. Sepi." Itu suara wanita dan ketika aku melihat layar, aku tahu bahwa yang bicara itu adalah Tante Gia.

Ya mereka semua sedang duduk di kursi mewah dengan meja panjang di tengahnya. Ah iya Tirga kan memerintahkan untuk mengembalikan semua posisi kursi seperti dua tahun silam. 

"Katanya dia di sini. Aku tahu dari salah satu peserta audisi itu. Sayangnya, nggak ada yang pernah ketemu Tirga. Mereka cuma ketemu sama sahabatnya itu si Jorda," jawab seorang bapak-bapak yang kutebak pasti itu Om Riko. 

"Terus gimana dong, Mas? Si Tirga itu pinter banget deh nyembunyiin diri. Si Prita juga hilang ke mana. Jadi susah gini. Semuanya ngilang. Aku ingat banget, Mas, dua tahun silam pas kecelakaan Tirga, aku datang loh ke rumah sakit. Tapi anehnya pihak rumah sakit bilang Tirga dikirim ke luar negeri. Padahal aku curiga banget dia di rumah sakit itu, Mas," ujar Tante Gia.

Kulirik Tirga sejenak. Rahangnya mengeras. Sama halnya dengan Jorda.

"Ah kamu kayak nggak tahu aja. Itu rumah sakit Brasta. Jorda itu kan ada kaitannya dengan keluarga Brasta. Ya bisa aja mereka kerjasama. Sayangnya, kita nggak bisa ajak Brasta kerjasama akan hal ini. Walau mereka udah ganti presdir sekali pun. Tadinya aku dukung Tauvan karena kupikir dia bisa diajak kerjasama untuk membongkar kecelakaaan Tirga waktu itu, tapi sama saja. Viza tidak bisa juga. Dia terlalu mementingkan rahasia pasien. Apalagi anaknya itu si Amarel. Dia malah masa bodo dengan Brasta," dumel Om Riko.

Rumah sakit Brasta? Bukankah itu rumah sakit yang sama ketika kecelakaanku dulu? Rumah sakit yang menjadi saksi kepergian keluargaku. Mereka berdua masih fokus mendengar celotehan orang-orang di layar itu, tanpa tahu bahwa sebenarnya aku di sini juga semakin bertanya-tanya. Apa kecelakaan Tirga berkaitan juga denganku?

Amarel. Wanita yang waktu itu datang bersama Shagam untuk menghipnotisku. Pergantian presdir? Astaga. Beginilah polemik orang-orang kaya. Aku tidak begitu mengerti sebenarnya dengan apa yang mereka bicarakan. Aku tahu Brasta, tapi aku tidak pernah peduli dengan kepemimpinan di sana. Sama saja seperti Rabatik sebenarnya. Tapi aku dipaksa untuk terjun ke dunia Rabatik. Menyebalkan.

"Mom, Dad, why are you asking me to come with you here? I hate when I talk about our family. Tirga will come back and I think this is the fate of Tirga to be a leader here. Mom, you have Dad to reach your level. Stop to talk about Tirga." Perempuan bule itu berkata ketus. Aku rasa dialah yang paling baik di antara semua orang itu. Wajahnya sejak awal terlihat tak nyaman dengan kondisi di sana. Ia menyilangkan tangannya.

"Brittany, kami butuh kamu karena kamu kan akan menikah dengan Kreis. Kreis itu salah satu keluarga Cokro. Mami tahu kalau Kreis sangat dekat dengan Ahmendi. Mami juga tahu hubungan kekerabatan antara Cokro dan Brasta juga sangat erat. Kami butuh bantuan kamu, Brittany. Siapa tahu Ahmendi bisa meminta pada Viza agar membuka di mana keberadaan Tirga dua tahun silam."

"Mom! We are rich. Daddy have several company in other country. Let Rabatik to Tirga does not make you poor. And you, Uncle Riko. Please stop to ask my mother to join with you. And one more. I love Kreis. I won't to make he know our problem. So, please. Understand me."

Bisa kulihat raut Tante Gia dan Om Riko yang terlihat kesal mendengar ucapan Brittany. Aku memang tak mengenal Brittany, tapi begitu melihat seulas senyum tampak dari wajah Tirga dan Jorda membuatku paham bahwa sepertinya Brittany berada di pihak mereka.

"Brittany, bisakah kamu mengerti masalah kita? Mungkin hal ini bisa kamu bicarakan Gia ketika bertemu dengan keluarga Cokro besok. Kamu sudah pastikan Ahmendi dan Farah datang kan? Lagipula coba kamu lihat mansion ini, Brittany. Mansion ini sangat besar sekali. kita bisa manfaatkan untuk membuat kasino dan itu akan menambah pundi-pundi uang kita. Kamu dan Dingta sebagai salah satu cucu di keluarga Rabatik masa tidak iri dengan Tirga yang punya kendali penuh pada mansion ini? Kalian tidak ingin mengambil bagian pada Rabatik? Ayolah. Nanti Om akan coba bicara dengan Dingta meskipun Om tahu Dingta jauh lebih masa bodoh dibanding kamu. Om butuh kekuatan kalian berdua. Anak Om saja tidak cukup, Brittany." ujar Om Riko sungguh-sungguh. 

Pria itu penuh ambisi sekali. Dan pria ini nanti yang akan menjadi musuh Tirga. Itu artinya aku juga akan menghadapinya nanti. Aku meneguk salivaku ngeri. Kulirik Tirga sedikit. Raut wajahnya sangat serius. Ia terlihat sudah mengerti dengan tabiat keluarganya. Hmmm aku yang masih memiliki fisik sempurna saja sudah ketar-ketir. Apalagi Tirga ya. 

"Dont tell Dingta about this case. He already have so much problem with his family. Lagipula kami sama sekali tidak berniat untuk menguasai mansion ini, Uncle. Nenek memberikan Tirga kekuasaan artinya dia mampu. Dan aku mohon, jangan bawa-bawa keluarga Cokro ke masalah kita ini." Brittany berkata dengan tegas tanpa keraguan sedikit pun. Sorot matanya sangat tajam. Benar-benar perempuan yang berani. 

Tapi kelihatannya Om Riko masa bodoh dengan ucapan Brittany barusan. Ia malah menoleh ke Tante Gia yang mulai terlihat ragu. "Gia, akan banyak hal yang kamu dapatkan ketika aku atau kamu yang menjadi pemimpin Rabatik. Bagaimana pun caranya, usahakan agar keluarga Cokro mau membantu kita."

"Uncle!" seru Brittany tak terima. "Pokoknya aku tidak setuju. Mom! I dont want Kreis and his family know our problem!" Brittany langsung bangun dan meninggalkan mereka semua. Raut wajahnya sangat terlihat kesal.

"Tir, Brittany ninggalin mereka berdua," lapor Jorda.

"Seperti yang gue duga. Masih ada malaikat di keluarga gue, Jor. Brittany dan Dingta. Udah berapa lama gue nggak ketemu mereka ya? Terakhir bertemu Brittany sekitar tiga tahun silam ketika gue ke Perancis. Ketemu Dingta pas ada acara wisudaan Sheira. Ya ampun, gimana kalau mereka tahu ya bahwa sekarang gue udah nggak bisa lihat dan jalan? Gue nggak sanggup, Jor ...." ujarnya sedih seraya melepaskan headphone tersebut dari kepalanya. 

Aku menatap wajar Tirga pilu. Tersirat betapa banyak luka di wajahnya. Masalah di keluarga ini benar-benar rumit. Entah kenapa aku bisa merasakan sakitnya Tirga.

"Tir ... ada gue ...," kata Jorda. Ia menatap Tirga tak tega.

"Jor, cuma lo satu-satunya harapan gue. Gue belum sanggup kalau mereka tahu bahwa gue cacat ...." Terdengar sebuah isakan kecil dari bibir Tirga.

Aku menutup mulutku tak percaya. Tirga menangis?

"Tir, ada gue. Berapa kali gue bilang. Walaupun di dunia ini nggak ada satu pun keluarga lo yang bisa nerima lo. Masih ada gue sahabat lo ...." Mata Jorda juga berkaca-kaca. Suaranya tertahan.

Badan Tirga juga bergetar. "Tapi gue udah jahat sama lo, Jor. Gue udah ambil Alysam dari lo. Gue serakah. Maafin gue, Jor ...." 

Hah? Barusan apa? Mengambil Alysam dari Jorda? Dan hal yang tak pernah kusangka terjadi. Air mata Jorda akhirnya menetes. Dan tidak hanya luka Tirga yang bisa kusaksikan kali ini, tapi juga luka Jorda. Dan sekarang aku berada di antara kedua pria yang sama-sama sedang mengeluarkan air mata.

Ya Allah, sepertinya masalah di sini lebih besar dan mengejutkan dari yang aku kira.

***

Tanggapan cuuuuy please kalau ada plot hole bilaaaaaang yaaw.


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro