Chapter 5 part A
By Your side - Chapter 5
[Name]’s POV
“Siapa gadis itu? Tubuhnya kumuh dan pakaiannya kumal.”
“Mungkin gelandangan. Malang sekali nasibnya.”
Kupegang erat kedua sisi kepalaku, menahan telinga agar tak mendengar ucapan mereka. Kenapa mereka semua menatapku begitu? Apa salahku? Tak sedikit pun mataku ingin mengintip dari balik lutut yang menempel di keningku. Tubuhku gemetar karena udara dingin dan trauma yang menghantui.
“Apa orang tuanya membuangnya?”
“Mungkin dia anak bandel..”
Dress putih yang dulunya bersih dan indah kini sudah ternoda lumpur serta debu. Bahkan beberapa bagian sudah terkoyak sebab aksi brutalku menembus dunia yang kejam. Rambut yang dulunya kuikat dengan rapih sekarang sudah kusut dan basah oleh hujan dan keringat.
Tetes hujan membasahi ujung kepala sampai ujung kakiku. Tak ada satu sentimeter pun yang tidak disentuh air. Dan bahkan dengan posisiku yang demikian, orang-orang itu hanya lalu lalang dan menatapku simpatik. Tak ada uluran tangan yang meraihku.
“Ibu… tolong aku…”
Mataku menjeblak terbuka. Segera kuambil pose duduk sambil menahan denyut jantungku yang tidak karuan. Napasku terengah-engah dan peluh bercucuran dari keningku. Itu tadi hanya mimpi? Kucengkram serat kain selimut yang menutupi abdomenku. Tak ingin rasanya aku mengingat itu.
“[Name]?” Pria bersurai cokelat muda itu membuka daun pintu kamar dan bersandar sambil memandang sosokku. Di samping itu, aku segera bertingkah seperti biasa dan membuang jauh-jauh pikiranku tadi. “Sarapannya sudah siap. Shin dan—“
Kai memindai wajahku baik-baik. Rasanya dia menyadari sesuatu. Memang, rambutku bagai surai raja hutan yang belum di rapihkan. Sontak aku menyisir pelan rambutku dengan jemari, berharap Kai menyingkirkan raut khawatirnya itu. “Wajahmu pucat, [Name]. Kau sakit?”
“T-T-Tidak, kok!” sergahku berusaha menenangkan Kai. Tak kusangka hal itulah yang dia tanyakan. “Aku tidak boleh bolos latihan hari ini. Aku tidak ingin mengecewakan Tsukino-san.”
Kai dan aku direkrut untuk mengikuti pelatihan di Tsukino Talent Production. Tentunya jalur kami berbeda. Kai ditunjuk langsung oleh Tsukino Mikoto, selaku pemilik agensi tersebut untuk menjadi idol. Berbeda denganku yang bekerja di balik layar. Rui juga terpaksa ikut karena desakkan pemuda yang kupanggil kakak itu.
Aku buru-buru menyingkirkan selimut yang sebelumnya melindungiku. Segera aku berdiri dengan ujung kakiku, dan menghampiri bibir pintu tempat Kai terdiam.
Namun belum sampai aku melewati pintu, Kai menahan lengan kiriku. Sontak langkah kaki terhenti dan kupandangi sosok tinggi itu. Air mukanya sama sekali tidak berubah, masih menyiratkan kekhawairan berlebih. “Kau yaki—“
Jari telunjukku yang menempel di bibirnya sukses membungkam tuturan Kai. Kuberikan satu senyum semanis madu agar hilang semua raut itu. “Aku tidak apa-apa, sungguh.”
Namun manikku terbelalak begitu merasakan pergelangan tangan ini ditarik paksa. Iris biru Kai bertemu dengan milikku, menatapku tajam. Wajah kami terbilang hanya berjarak sejengkal jauhnya, membuat jantungku berdegup dengan frekuensi lebih.
Aku juga tidak bisa mengelak kalau pun ditanyai tentang ketampanan pemuda dengan tinggi 187 cm ini. Surai cokelat muda yang lembut, manik safir yang kini menangkapku, wajah mulus berperawakan Osaka, bibir tipis yang kerap kali membentuk senyum indah pemikat hati. Setiap gadis di negeri ini mungkin bisa dibelenggu perasaan jatuh hati padanya.
“Nii…” lirihanku membuat Kai sedikit tersentak sebelum kembali menormalkan pandangannya. Aku tidak bohong saat melihat semburat merah muda di pipinya. Dan aku juga tidak bohong kalau sebenarnya terpesona dengan perangainya.
Pucuk kepalaku ditepuk pelan, perlakuan khas Kai bagi semua orang yang ditemuinya. Sesuai sekali dengan peribadinya sebagai kakak tertua di keluarga ini. “Yosh, aku percaya kau tidak apa-apa, [Name]. Jangan buat kakakmu ini khawatir.”
“Kai-nii saja yang terlalu berlebihan.”
Kai melepas tawa sambil mengelus rambutku. “Rui dan yang lain menunggumu, ayo sarapan.” Dia mendorong punggungku agar segera keluar dari bilikku sendiri. Namun ketika melewati daun pintu aku menyadari kalau sosoknya masih terdiam di sana.
“Onee-chan!”
/////
Kai’s POV
Apa yang barusan hampir aku lakukan?
Kalau saja [Name] tidak memanggilku, mungkin saja... mungkin saja… ARGGGHH! Ada apa dengan diriku?!?!
Aku mulai melihat [Name] dari sisi yang lain, ini tidak bagus. Bukannya melihatnya sebagai adik, aku malah melihatnya sebagai seorang gadis. Memang sih dia perempuan, tapi kenapa jantungku berdegup tidak normal begini? Serasa mau melompat dari dadaku.
Jernihkan kepalamu, Kai! Dia itu adikmu! Walau bukan adik kandung tapi dia tetap salah satu bagian dalam keluarga. Aku tau dia memang menawan hati. Senyumnya itu tidak tertahankan. Apalagi lembut surainya jika kuelus, manic (e/c) yang berkilauan, pipinya yang merona jika kupuji, dan bibirnya yang…
APA YANG BARU SAJA AKU PIKIRKAN?!?!?
Satu hantaman kepalaku mendarat ke batuan dinding. Berujung ke hantaman berikutnya dan berikutnya. Mungkin dengan cara ini membuat benak ini mampu berpikir lebih jernih.
‘Itu terlarang, Kai…’ batinku pada diri sendiri. Sepertinya aku harus konsultasi dengan Hiro atau Shun. Ya, pria yang selalu menebar senyum itu pandai dalam menyikapi hal-hal di luar nalar. Kadang aku tak mengerti maksud tuturannya, tapi mungkin dia mau mendengar keluh kesah ini.
Sepanjang jalan menuju ke sekolah aku tak henti mengusap keningku yang mungkin kini telah melebam.
[Name] untungnya sedang sibuk dengan kertas partitur di tangannya. Lagu yang dia dehamkan cukup menentramkan hatiku yang sebelumnya agak gusar. “Dari Tsukino-san?”
“Ah, tidak. Dari produsernya Kai-nii.” Jawabnya membenarkan lalu menunjukkan selembaran di tangannya. Titik-titik dengan satu sampai tiga bendera dalam garis-garis itu mampu membuatku kebingungan. “Lagunya sangat bagus, apa lagi kalau nanti Kai-nii nyanyikan.”
Menjadi idol rupanya masih terasa mustahil bagiku. Rasanya seperti bunga tidur yang tak kunjung berakhir. Tapi ini adalah kenyataan. Debut Procellarum di depan mata dan cepat atau lambat kami akan ditempatkan dalam dorm. Itu artinya aku harus meninggalkan [Name] dan fokus pada karirku.
Gadis di sampingku menepuk pundak kiriku dan memberikan tatapan hangat. “Tidak apa-apa. Aku tahu Kai-nii pasti bisa menjadi bintang yang bersinar di atas panggung…”
Sosoknya berjalan mendahuluiku, menyusuri lorong menuju kelasnya. Sementara kelasku masih berada di lantai atas.
Pelan-pelan aku menapaki tangga menuju lantai berikutnya. Pikirku masih saja berkecamuk tentang kejadian pagi ini dan juga kejadian yang akan datang nanti. Aku begitu terhanyut dalam lamunan dan baru menyadari di puncak tangga, Hiro tengah menerka-nerka.
“Biar kutebak…” tangannya menopang dagu dan matanya menyipit menelaah diriku. Dahinya berkerut sebelum akhirnya dia jentikkan jari. “Kau pasti sudah menyadari perasaanmu pada [Name]-chan!!”
Aku tak menyambung perkataannya dan memilih meneruskan jalanku. Meninggalkan Hiro yang masih menatapku lekat dari belakang. “Ya.” Ujarku lalu menghentikan derap langkah tanpa kembali menatap pemuda yang kupanggil sahabat itu. “Tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi padaku, Hiro. Aku mulai tidak waras.”
Hiro langsung berlari kedepanku dan mencengkram kedua pundakku. “Tadi aku cuma bermain-main, Fuzuki Kai-kun. Kau pasti sedang bercanda, ya?” Tawa garing lepas ke udara dan asalnya yah dari pemuda di hadapku ini.
“Sayangnya aku tidak bercanda.” Kataku lalu membuang muka ke samping. Ini benar-benar hal yang tabu. Aku sendiri tidak percaya kalau… “Hiro, sepertinya aku menyukai [Name]…”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro