Chapter 4 part B
Kai's POV
Teganya kau, [Name]...
Kenapa kau tidak membiarkan kakakmu ini melindungimu?
Kau mencoba menanggung semuanya sendirian di bahu kecilmu itu dan bahkan tidak mengatakan satu kata pun padaku. Kau sungguh tega.
Apa karena aku kakak yang bodoh yang terlalu sibuk dengan dirinya sendiri sampai-sampai tidak memperhatikanmu? Tapi setidaknya kau dapat memberikan sebagian bebanmu itu padaku. Karena aku adalah kakakmu.
Langit cerah sudah ditutupi awan kelabu sekarang. Namun langkahku tidak kuhentikan dan malah kupercepat. Tubuh ini ingin segera berada di tempat yang dikatakan Hiro. Mata ini ingin segera melihat sosok itu . Telinga ini ingin segera mendengar langsung darinya. Tangan ini ingin segera menggapai dan menolongnya serta mendekap tubuh itu dengan hangat. Dan ingin sekali kukatakan untuk jangan membuatku cemas lagi.
Di tengah perjalanan, bulir-bulir air mulai turun dari langit dan membasahi seragam sekolah yang kebetulan masih kugunakan sejak tadi. Kerumunan orang mulai mencari tempat berteduh dan beberapa sedang mengembangkan payung. Namun aku memilih menerobos hujan ini tanpa perlindungan apa pun.
"Sekarang [Name] sedang berada di game spot sekitar 1 kilometer dari sekolah kearah barat. Dia sedang bersama dengan geng Yuki. Kalau kau pergi sekarang, sepertinya masih sempat."
Walau napas ini terengah-engah dan tubuh ini sudah dihantui rasa dingin yang belum lagi diterpa angin kencang, aku tetap melesat ke tujuan dan berharap bahwa [Name] masih baik-baik saja.
"[Name]!" teriakku sambil membuka pintu kaca di game spot tersebut. Beberapa pasang mata dari pelajar yang mangkring di tempat itu terlempar kearahku. Mungkin heran melihatku yang sudah basah kuyup diguyur hujan. Tak peduli dengan semua itu, aku langsung menelusuri setiap tempat di sana namun gadis yang kucari tidak kunjung menampakkan sosoknya.
"Dimana kau, [Name]?"
Aku tak ingin membuang waktu. Langsung saja aku keluar dan mencari di sekitar. Dia belum jauh dari sini, aku tahu itu. Tapi dimana?
Sampai pada satu gang yang menarik perhatianku.Penyebabnya adalah beberapa kardus yang terbengkalai disana tampak tidak karuan. Seperti baru saja ada yang terlempar ke atasnya. Aku mendekatinya dan betapa terkejutnya saat aku melihat sepasang sepatu yang kukenal.
"[Name]!"
Tubuhnya terkulai menghadap langit kelabu itu. Kesadaran tampak belum kembali ke raganya dan aku segera menahan gadis itu di tanganku. Hatiku bagai dicengkram kuat saat kuterima kenyataan bahwa aku telah terlambat.
"Dia menjadi babu-nya Yuki saat ini. Membawa barang-barangnya dan bahkan ditampar saat melakukan kesalahan. Aku tak mungkin kesana dan bertingkah sok pahlawan di saat kau sangat ingin menjadi 'pahlawannya', Kai."
Kau benar, Hiro. Aku sangat ingin menjadi pahlawan bagi [Name]. Tapi aku sudah gagal.
Aku hanya seorang pahlawan kesiangan baginya.
"Kai-nii?" Tersadar bahwa yang tengah menahannya adalah aku, [Name] langsung mendorongku dan berdiri dengan kedua kakinya walau sempat goyah. "Apa yang Kai-nii lakukan di sini?"
Terlihat beberapa lebam di wajah mulusnya. Apa saja yang wanita itu sudah lakukan pada [Name]ku? Dan mengapa [Name] mau diperlakukan begitu, aku ingin mengetahuinya sekarang dari mulutnya sendiri.
"Aku ingin mendengar semua dari [Name]. Mulai dari kenapa kau menjaga jarak denganku, kenapa kau menjadi pesuruhnya Yuki, kenapa kau berbohong soal menjadi anggota klub musik, dan kenapa..." tenggorokkanku terasa dicekik namun kupaksakan untuk bertanya. "Kenapa kau tak meminta pertolonganku? Kenapa kau tidak percaya padaku untuk melindungimu? Aku kan kakakmu, biarkan aku dengan kerennya berbagi penderitaan bersamamu."
[Name] hanya menundukkan wajahnya. Membiarkan hujan mengguyur surai (h/c)nya hingga menutupi wajah dan menghalangi pandanganku ke matanya. "Tidak. Kali ini aku yang akan melindungi Kai-nii."
"Apa maksudmu, [Na-"
"Pulanglah, Kai-nii. Aku ada urusan sebentar dan akan pulang saat makan malam." Tergambar jelas di rautnya. Dia mencoba menanggung sebuah beban yang tak kuketahui. Dan aku ingin tahu. Ingin sekali, jadi aku menahan pergelangan tangannya sebelum dia pergi.
"Tidak! Kau mau kemana lagi? Pakaianmu sudah basah kuyup dan kau masih berusaha berakting di depanku? Jangan bercanda, [Name]!"
"Aku tidak bercanda! Jadi lepaskan aku!"
"Tidak! Tidak akan lagi! Aku tak akan melepasmu lagi! Sampai kau berbagi penderitaanmu itu padaku! Tidak sampai kau mau menyandarkan kepalamu lagi di bahuku dan menceritakan semuanya! Bisakah kau berhenti membuatku cemas?"
"Bukannya sekarang Kai-nii sendiri yang sedang bercanda?" Itu bukanlah ekspresi marah, [Name]. Kau memang payah dalam soal peran. Lihatlah matamu yang mulai berkaca-kaca dan mencoba menahan tangis. "Memangnya apa yang harus kukatakan... pada Kai-nii? Aku... hiks"
Tangisnya sudah pecah. Segera kubalut tubuhnya dengan lenganku sambil menyandarkan kepalaku ke pucuk kepalanya. "Tidak apa-apa. Aku disini, menangislah sepuasmu."
Dan dengan kalimat itu, [Name] mencengkram kuat serat kainku dan menyandarkan kepalanya ke bahuku sembari menangis seperti anak kecil. "Gomen... ne..." suaranya teredam dengan suara hujan namun terdengar jelas di telingaku. "Yuki... dia mengancam akan menyebar rumor tentang Kai-nii... dan bisa-bisa Kai-nii diskors dan tidak bisa ikut turnamen nasional... belum lagi, hiks... kalau gelar kapten kai-nii dicabut..." tuturnya sambil terisak membuat suaranya terdengar putus-putus tapi aku mengerti tuturannya.
"Daijoubu." Kupererat dekapanku untuk menenangkannya. "Pasti ada cara lain yang bisa kita lakukan. Tidak dengan menjadi babunya ataupun menjadi sasaran amarahnya, ya!"
"Gomen... nasai! Seharusnya aku tidak boleh bilang pada Kai-nii. Tapi aku... tapi aku..."
"Aku sudah mengerti, [Name]." Sebuah senyum lebar kuusahakan terpajang di wajahku. Setelah lenganku menepuk kedua bahunya, kuangkat satu jempolku ke udara. "Serahkan sisanya pada Kai-nii! Oke?" Inilah yang sudah semestinya kulakukan sebagai kakak, kan?
Tak ada satu kata lagi keluar dari mulut kami. Hanya suara rintik hujan yang memenuhi gendang telingaku. Dan walau cuaca ingin membekukan kami, tapi perasaan hangat perlahan menjalar di dadaku. Belum lagi pemandangan di hadapanku, [Name] menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyum yang menghangatkan.
Ini baru awal dari cerita kami berdua...
Extended Ending :
"[Name]!!" Kai menggeser pintu kelas [Name] dengan kekuatan penuh. Tubuhnya masih terbalut pakaian olahraga dan jersey klub sepak bola. Tapi kemunculannya itu menggemparkan seisi kelas. Pasalnya ini baru 3 detik setelah bel istirahat berbunyi. "Yuk, makan siang bareng Hiro!"
"E-Eh?" Cukup kaget gadis itu dibuatnya. "T-Tunggu, bukuku masih belum dirapihka-"
Tahu-tahu Kai sudah mencomot tangan [Name] dan menyeretnya keluar kelas. "Tidak ada waktu! Hiro pasti sudah merengek di kantin." Nada yang dikeluarkan Kai cukup ceria, namun di sisi lain ujung matanya tengah melirik gadis bernama Yuki itu dengan perasaan penuh kemenangan. Dia tak peduli jikalau si intimidator berdecak kesal maupun geram akan dirinya.
Satu yang Kai tahu, dia hanya ingin menjadi pahlawan bagi [Name].
Kai : Aricchan? Ari? Dimana kau? *garuk pelipis* Ngumpet dimana tuh anak? *ngintip kolong meja*
Author : *terkapar di lantai*
Kai : HOLY SHIT! Aricchan!! *langsung hampirin author*
Author : *tatapan kosong, badan lesu, nyawa sudah meninggalkan raga* //isdet//
Kai : Panggil ambulans! O mai gad! *lari-lari kecil saking paniknya di sekitar TKP*
Author : A... sem... *gak tau bilang apa lagi*
Kai : Asem?
Author : A-Asem lemah... basa.. ba-basa kuat... ja-ja-jadi garam basa pak... eto... eto... t-terus dikali sepuluh pangkat min lima, kali... kali konsentrasi garam... hidro-hidro hasemeleh...
Kai terdiam sejenak mendengar tuturan aneh si author. Namun setelah itu dia memutuskan untuk memanggil Haru dan Hajime, moga-moga mau jadi tutornya.
//Kimia memang bukan worst subject Author tapi yang paling bikin aku punyeng selain fisika. Maklumin Author yang gila ini, dia sedih sebab sudah masuk sekolah lagi (T^T) dan baru 3 hari belajar udah dapat PR dan minggu depan ada ujian lisan (Ampuni Author, mak!)
Tsukiuta Fun fact :
Benda-benda kesukaan Kai salah satunya permen terutama rasa mint dan dia selalu punya permen atau cookies di kantongnya. //kita sama2 suka sweet// Dan diam2 Kai suka pudding dan gak pernah kehabisan stok di kulkas.
Sama kayak bang Hajime, Kai nggak suka benda2 berbau seperti parfum //catatan buat waifu nih//
Si ahli masak segala macam mie, mau yang di cup sampe yakisoba. Dan termasuk orang yang makan banyak. Rui berkomentar katanya Kai makan seperti sapi. //catatan lagi buat waifu-Rui, what?!// Bahkan sehabis mandi Kai mampu minum sekotak susu sekali teguk.
//clap hands//
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro