Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 2 part A

Akhirnya! Chapter 2 dimulai!
*nyengir kuda* Papah Kai akan memberikan banyak cinta untuk kalian~!
Reader-tachi sekalian, selamat membaca dan jangan segan untuk comment dan pencet bintangnya!

[Name] POV

Kai berlari dengan kecepatan penuh. Kakinya menggiring bola berwarna hitam putih. Sebuah senyum mekar di wajahnya saat berhasil melewati pertahanan lawan.

Kai terus melesat ke depan gawang lawan, namun penjagaan terhadap dirinya begitu ketat. Kai mengoper bola itu pada Hori-senpai dan melesat maju.

Tak sampai 3 detik bola itu berada pada kaki Hori-senpai, Kai sudah menerima bola itu lagi. Kali ini tak ada satu pun menghadangnya. Dengan cepatnya Kai menendang bola itu dan mencetak goal.

“KYAAAAAA!!!!! FUZUKI-SENPAI, KEREEENNNN!!!”

Sepersekian detik selanjutnya lapangan terisi dengan suara teriakkan para gadis dari pinggir lapangan.

Latihan klub sepak bola jadi lebih intensif sejak memasuki musim semi. Kai jadi sangat sibuk sementara aku biasa-biasa saja semenjak aku tak punya kegiatan klub untuk diikuti.

“Tadi itu keren, nii-sama!” sahutku sembari memberikan handuk lembut dan sebotol air untuknya. “Tapi telingaku jadi sakit.”

Yah, aku merasakan semua tatapan mereka menjurus padaku tajam sekali. Tentu saja mereka semua iri padaku yang bisa dihampiri Kai setelah latihan.

Kai menyiram kepalanya dengan air yang tadi kusodorkan.

Bagaimana mereka tidak iri? Ada pangeran tampan di hadapanku. Dan tentu saja, aku princess-nya!

Semua helai rambut coklat mudanya sudah basah membuatnya 10x lebih keren. Ditambah lagi saat dia meniriskan semua air itu dengan sekali sentakkan kepala ke kanan. Membuat bulir-bulir air terbang ke udara dan menciptakan efek kilau dari sinar matahari. Siapapun bisa kehilangan jantungnya saat ini.

Tak terkecuali aku.

“Kau sakit? Mukamu merah sekali.” Tangan Kai menyentuh keningku untuk memastikan suhunya tidak terlalu tinggi.

“T-Tidak! A-Aku cuma.. kepanasan. Ya, kepanasan!”

Bel masuk sekolah akhirnya berbunyi menandakan berakhirnya latihan pagi Kai dan sekaligus dimulainya jam pelajaran.

Pelajaran pertama, sejarah. Rasanya malas sekali karena harus mendengar sensei berceramah di depan kelas.

Syukurlah dia belum di tempat. Mataku tertuju pada tempat duduk Yuki. Dia berada di sana, tertawa seolah tidak terjadi apa-apa.

“Kau tidak main sama [Name] lagi?”

“Ngeh… Nggak lagi ah! Toh aku main sama dia hanya untuk mendekati Fuzuki-senpai.”

Hatiku tertusuk lagi. Ternyata benar Yuki hanya mau mendekati Kai. Rasanya sebulir air mata sudah mencul di ujung mataku. Tidak! Aku tidak boleh menangis!

“Wah! Seperti yang diharapkan dari Ratu kita!"

Aku segera kembali ke bangku tempatku duduk. Mencoba untuk menahan air mataku agar tidak jatuh.

Dua teapak tangan menghantam permukaan mejaku. Rupanya itu Yuki dengan wajahnya yang mengerikan dengan aura membunuh yang bisa kurasakan. “Oi, brother complex! Dengar baik-baik! Datanglah ke belakang sekolah saat jam istirahat. Dan jangan bilang apa-apa kepada kakak kesayanganmu itu. Kalau tidak mau kusebarkan rumor aneh tentangnya.”

Mataku terbuka lebar mendengar ucapannya. Mau apa dia dengan Kai?

“Semuanya, kembali ke tempat duduk kalian masing-masing.” Aku diselamatkan oleh sensei yang memasuki ruang kelas.

Namun aku tak bisa menjamin nyawaku saat jam istirahat tiba nanti. Memikirkannya saja sudah membuatku gemetar. Ditambah semua tatapan yang mengarah padaku saat ini.

BUKK!! Punggungku menghantam dinding sekolah. Jemari tangan Yuki tersemat di kerak bajuku dan aku bisa merasakan matanya penuh dengan dendam.

“Persetan dengan Fuzuki-senpai!” Tangan Yuki yang dingin melayang ke pipiku dan meninggalkan rasa panas. “Akan kuhancurkan hal yang paling berharga baginya!”

*Anak baik, jangan ditiru, ya!

Hanya Yuki yang melancarkan serangan padaku. Ketiga orang lainnya hanya berdiri dengan jarak 3 meter dari kami. Sambil memandangku jijik bercampur bahagia.

“Jangan lihat saja! Kalian juga bantu aku!” Yuki membantingku ke tanah. Dan detik berikutnya mereka semua sudah mengerumuniku.

Seluruh tubuhku gemetar hebat. Napasku berat dan tidak seirama serta jantungku berdegup tidak karuan. Di benakku masih teringat dengan jelas saat orang-orang itu mengelilingiku seperti aku ini benda yang hina.

Ujung sepatu yang keras itu menghantam abdomenku diikuti beberapa tendangan lagi. Rasa sakitnya sudah tidak terasa lagi dan putaran video masa laluku terputar di otakku.

(Kita simpan flashback di akhir nanti. Maaf jika membuat penasaran *wink*)

Ah, langit hari ini sangat biru. Tidak seperti saat aku melarikan diri saat itu dimana warnanya kelabu seolah ikut merasakan penderitaan yang sama denganku.

Aku terbaring lemah di atas rerumputan di belakang sekolah. Benar juga, tadi aku habis dibully. Sungguh malang nasibku. Apa aku akan kembali ke saat sebelum bertemu Kai?

Dengan segenap tenaga aku bangkit dan melangkah kembali ke ruang kelas dan belajar seperti biasa. Aku kelewatan satu jam pelajaran. Apa aku nanti dimarahi, ya?

Semua mata mengarah padaku, lagi. Seperti tidak pernah melihatku saja. Kakiku masih gemetar dan seragamku sudah kotor semua.

“H-Hei, Fuzuki? Apa yang terjadi padamu?”

Kukibas-kibaskan tanganku ke udara menandakan aku baik-baik saja walau hanya bohongan.

Hari selanjutnya, dan selanjutnya, dan selanjutnya mereka terus melakukan hal yang sama. Kai yang sibuk dengan kegiatan klubnya tidak sempat memperhatikanku dan hasilnya, aku babak belur setiap hari. Ini jackpot buat mereka.

Kai sepertinya menyadari sorot mataku yang lemah dan tidak seperti biasanya. “Apa yang terjadi padamu?”

“Tidak ada.” Jawabku singkat. Dan menghindari tatapan mata Kai yang penuh selidik. “Kai-nii fokus saja dengan kegiatan klubnya. Aku yang akan menjaga punggung Kai-nii.”

Tentu saja, dengan babak belur setiap hari aku bisa menghindari ancaman Yuki. Kalau sampai ada rumor beredar tentang Kai, bisa-bisa jabatannya sebagai kapten tim sepak bola dicabut dan dikeluarkan dari timnya atau bahkan diskors.

“Aku ada pekerjaan paruh waktu di toko Nakamura-san. Aku pergi dulu!” Yosh, pertama aku harus menghindar dari Kai agar dia tidak khawatir.

Hotaru menatapku tajam. Apa dia menyadari sesuatu? Soalnya dia adalah saudara yang paling peka di rumah ini. Maka itu sebaiknya aku menghindar dari mereka, setidaknya sampai pertandingan Kai selesai.

“Semuanya 2500 yen.”

Wanita di hadapanku memberikan sejumlah uang padaku. Namun tanganku tak mau bergerak.

“Nak, kau tidak apa-apa?”

Sosok wanita itu tiba-tiba berubah jadi sosok Yuki. Membuat tenggorokkanku tersumbat hingga napasku jadi berat.

“M-Ma-Maafkan aku…” aku mundur selangkah. Tampak jelas seringainya melebar. Membuat kakiku lemah dan tubuhku langsung jatuh ke lantai. “Jangan pukul aku lagi, kumohon!”

“Nak! Oh, ya ampun!”

“Akan kuhancurkan hal yang paling berharga bagi Fuzuki-senpai. Yaitu KAU!!” kata-kata itu melayang-layang di benakku seperti menghantuiku.

Aku bersembunyi di balik meja kasir sambil menahan kepalaku yang terus terpikir sosoknya.

“Maafkan aku. Tolong dibayar di kasir sebelah.” Tsubomi, anak dari pemilik toko akhirnya harus ambil alih. Aku menyedihkan.

Tapi aku tak bisa melakukan  apapun. Kakiku dan bahkan ujung jemariku tidak mau bergerak seinci pun.

Pandanganku menjadi blur dengan adanya air mata yang menghalangi. Aku menutup kedua mataku saat semua pelanggan toko menatapku simpatik. Tidak! Jangan lihat aku!

“[Name]!”

Kai   : Konbanwa minna-san! *berhubung disini sudah malam* Terima kasih sudah membaca kelanjutan cerita ini.

Author  : *Mati di tempat* Sorry, Kai. Tolong ambil alih, akuh mau mati sebentar~~ (habis nonton Yuri on ice dan ini hasilnya)

Kai   : Author-chan, jangan mati di depanku dong! Bertahanlah!

Author  : 50 hit dari anime Yaoi brohh~~ *nosebleed*

Arini   : (Yup, dia kembaran author) Mati sana, Fujoshi!

Author  : Aneki... kejamnya! Toh, baru kali ini nonton Yaoi...

Arini  : Jijik punya adek Fujoshi!

Author  : Lebaek aku bener mati. *pegang tangan Kai* Kuserahkan sisanya padamu, Kai! *banting kepala*

Kai  : Terus siapa yang mau lanjutin buku ini? Bagaimana nasib pembacamu nanti?

Author  : *bangkit dari kematian* Ko benar, Kai. Sa tra boleh mati dulu. (Mulai dah logat papuanya keluar) Kalo sa mati, trada yang kasi lanjut sa pu cerita

Kai  : *speechless*

Arini  : Bodoh, nggak ada yang ngerti! *slap author*

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro