TUJUH PULUH EMPT
(edited version)
----------------------
Dua hari yang lalu.
Kenapa M.I.S.A membunuh keluargaku?
BUAK!!
Siapa sebenarnya target utama misiku?
BUAKK!!
Apa alasannya file tolol itu begitu diinginkan oleh M.I.S.A?
BUAKK!!
BUAKK!!
BUAKK!!
Aku melayangkan berpuluh-puluh tinju ke samsak yang ada di hadapanku. Rasanya ingin kuteriakkan semua pertanyaan yang ada di kepalaku. Namun itu terlalu beresiko. Aku hanya dapat memproyeksikan perasaanku dengan kepalan-kepalan tinju ini.
Tubuhku sudah dibanjiri peluh. Aku sedang dilanda kebingungan hebat. Terlalu banyak hal aneh dan kata 'kenapa'.
Aku bisa gila! Atau mungkin aku sudah gila sejak lama namun aku tak menyadarinya.
"ARGH!!" aku berteriak.
BUAKK!
Aku berteriak karena aku marah. Sangat marah pada M.I.S.A. Mereka memberikanku misi yang tak jelas.
BUAKK!!
Membuatku menjadi wanita yang tak memiliki harga diri.
BUAKK!!
Membunuh keluargaku.
BUAKK!!
"C!" Samar-samar kudengar seseorang memanggil namaku.
Tok. Tok.
Suara ketukan itu membuatku mengalihkan pandanganku ke arah dinding kaca yang mengelilingi ruang latihan tinju milik M.I.S.A yang sedang kupakai.
Ada R disana mengetuk-ngetukkan kepalan tangannya di kaca. Dan ada seorang wanita di sampingnya, aku mengenalnya. Ia adalah wanita berambut pendek yang ikut misi penjemputanku dan yang berada di toko perhiasan.
Aku berhenti memukuli benda di depanku itu. Kurapikan ikatan rambutku yang sudah berantakan. Aku tak ingin seorang pun tahu aku sedang sangat murka.
R kemudian melambaikan tangannya padaku.
Satu.
Dua.
Tiga.
Berlagaklah seperti Candice yang biasa. Dan semua akan baik-baik saja.
Kubalas lambaian tangan R.
"Bisakah aku mengganggumu?" Tanya R. Suaranya sedikit samar karena ruangan ini memang sedikit kedap udara.
Kutempelkan kartu aksesku di sisi pintu untuk membukakan kunci ruangan ini dan mempersilakan mereka masuk.
"Hai," sapaku sembari tersenyum. Kuambil handukku untuk mengelap peluh yang ada di wajahku.
"Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang," ucap R sembari melangkah masuk.
"Senang bertemu dengan anda kembali, Agent Pond!" sapa wanita yang berada di samping R. Dengan sigap ia menarikku lenganku dan menyalaminya. Tipe over expressive.
"Panggil saja Candice, Agent Yankee-Delta-Sierra 4000104," sahutku.
"Astaga! Kau mengingat kodeku!" serunya dengan suara bersemangat.
Sudah kuduga. Over expressive. Sangat mudah membaca suasana hati orang seperti ini. Sama seperti ketika ia panik dan hampir membuat kami berdua mati di toko perhiasan.
"Ia adalah agent Allen Suzanne Jenkins. Ketika kau pergi bertugas, aku mementorinya." ucap R.
"Kau bisa memanggilku A.J." Ucap wanita itu.
A.J?
"R yang memberikanmu nama itu?" tanyaku. Aku sedikit curiga jika ia memberikan nama spesial kepada semua junior wanita didikannya seperti yang ia berikan kepadaku. Dan membuatku merasa aku wanita spesialnya.
"Tidak. Bukan Rayden yang memberikannya padaku. Aku sudah menggunakan panggilan A.J semenjak kuliah. High school bullies, banyak yang memanggilku Alien pada saat itu. Jadi kuputuskan membuat nama lain." ucap A.J.
"Aku ingin menggunakan nama A.S dari Suzanne. Tapi aku takut yang lain akan memanggilku dengan sebutan 'ass'." Ucap A.J ia memiliki bahasa tubuh khas anak muda yang belum matang, mengingat ia merupakan juniorku.
"Hahaha."
Penjelasannya membuat aku dan R tertawa.
Tidak. Aku tak sungguhan tertawa. Tentu saja itu hanya akting. Perasaanku yang sesungguhnya adalah aku ingin mencekik dua orang yang ada dihadapanku dan merobek tenggorokan mereka dengan tanganku sendiri.
Aku sangat marah pada M.I.S.A! Aku ingin membalaskan dendamku pada M.I.S.A secepatnya.
Namun sebelum itu, aku harus mengetahui siapa orang yang saat ini hidup dan mengaku sebagai Gregory yang meniduriku berkali-kali.
Orang yang akan menjadi partner-ku untuk menghancurkan M.I.S.A.
***
Srrrtt... Srttt...
Kusemprotkan cat rambut non permanen warna merah ke rambutku. Kutatap cermin yang tergantung di salah satu bilik kamar mandi umum yang ada di perbatasan kota bagian selatan.
Sempurna.
Penampilanku sangat sempurna untuk penyamaran. Rambut merah terang, lipstik warna gelap dan kulit putih pucat karena bedak. Aku sudah seperti anak bergaya punk.
Beberapa saat kemudian aku sudah berjalan bak orang mabuk. Membaur diantara kumpulan anak muda yang bergaya punk. Beberapa lelaki bertato yang berdiri di sisi jalan bersiul ke arahku.
Perbatasan kota bagian selatan, terkenal dengan kawasan penjahat kelas teri. Premanisme, pemerasan dan vandalisme di malam hari. Sisi lain Malava Islands yang tidak terekspos. Dan tujuanku datang ke tempat kumuh ini adalah....
Tring.
Kumasuki sebuah bangunan. Tempat ini menggunakan bel logam di pintunya. Cukup klasik.
Sebuah lampu neon berwarna-warni bertuliskan 'Rickey Arts' tak begitu menghidupkan lorong suram yang sedang kutelusuri menggunakan sepatu boot kulitku.
"Simon Rickson," panggilku kepada seseorang yang memiliki nama panggilan Rickey, pemilik tempat ini sebuah studio tato.
Simon Rickson adalah salah satu tattoo artist yang sangat terkenal. Dari informasi yang kudapatkan beberapa pelanggannya merupakan target M.I.S.A.
Kemungkinan besar Gregory adalah salah satu pelanggannya. Mengingat ukiran maskulin yang ada ditubuh pria yang mengaku sebagai Gregory itu mirip dengan gaya gambar hasil karya Rickey. Aku harus mendapatkan banyak informasi mengenai Gregory.
Melihat kedatanganku Rickey yang sedang sibuk dengan majalahnya cukup terkejut. Ia lalu menurunkan kakinya yang sebelumnya berada di atas meja.
Kulemparkan ke arah Rickey, foto Gregory dan gambar alat pemantik metal yang terdapat gambar yang sama dengan tato. Di bahu seseorang yang mengaku Gregory itu.
"Kau pernah melihatnya?" tanyaku sembari menodongkan pistol.
Rickey sesekali menelan ludah. Ia ketakutan.
"Ka... Kau polisi?"
"Menurutmu?" jawabku dengan mata mengancam.
"Aku pernah melihatnya. Ia pernah menjadi pelangganku. Ia memintaku untuk membuat tato seperti ini." Ucapnya.
Ding dong!
Ternyata benar dugaanku, pria itu pernah ke tempat ini.
"Dua kali." Ucap Rickey.
***
Tbc.
Selamat berasumsi.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro