LIM PULUH TIG
(edited version)
----------------------
JLEB!
Aku mencoba menjauhkan tubuhku dari Gregory. Kutarik tubuhku untuk merangkak pergi ke sudut yang lebih jauh dari pria itu. Namun....
TRENG!
Suara besi saling terhentak. Tidak. Bukan itu. Lebih tepatnya suara borgol yang menghentak tralis besi.
Aku masih terduduk di tempat yang sama. Aku tak bisa menjauh dari sini. Itu karena pergelangan tangan kiriku diborgol dengan salah satu besi tralis. Aku yakin, Gregory-lah yang melakukannya. Tak seperti Eugene yang dibiarkan terbebas tanpa borgol. Kulihat Eugene sedang memainkan jerami yang menjadi alas dari kurungan miliknya. Ruangan kami bersebelahan dan hanya dibatasi barisan pipa besi.
Gregory masih sibuk memainkan pisaunya di tanah. Masih menatapku dengan cara yang sama. Namun setelah satu jam berlalu, aku sudah mulai terbiasa dengan suara tikaman pisau Gregory ke tanah. Ketakutanku sudah sedikit menghilang. Aku mulai menyadari sesuatu, pakaianku telah terganti. Atau lebih tepatnya diganti, begitu pula dengan pakaian dalamku.
Dan.... Darah sudah tak lagi mengalir dari lenganku yang disobek kulitnya oleh Gregory. Lukanya pun sudah tertutup perban. Sepertinya sudah terjahit.
Apa Gregory yang melakukannya? Kuharap seperti itu.
***
Aku terbangun dari tidurku. Tersentak. Lagi-lagi aku bermimpi buruk mengenai keluargaku.
Dan pada saat mataku terbuka, aku selalu meraba-raba tubuhku sendiri. Mengobservasi. Memastikan anggota tubuhku masih pada tempatnya. Begitu pula dengan kulitku, kupastikan masih membungkus rapi tubuhku.
Aku sangat takut jika Gregory melakukan hal-hal yang menyeramkan ketika aku terlelap. Aku harus waspada. Entah mengapa akhir-akhir ini aku selalu bermimpi buruk mengenai keluargaku. Perasaanku tak tenang.
Sudah tiga hari semenjak diriku terkurung di tempat ini, aku selalu mengulang mimpi yang sama. Apakah ini sebuah firasat? Atau hanya ketakutanku yang lain yang turut tertarik masuk ketika diriku menggelisahkan Gregory yang akan mengantarkanku ke pintu kematian.
Entahlah. Tapi perasaanku benar-benar gelisah.
Gregory tiba-tiba muncul. Sembari membawakan sebuah piring dan gelas berisi makanan dan minuman untukku. Ia menaruhnya melalui pintu besi kecil yang sepertinya memang khusus dibuat untuk menaruh makanan.
"Kau tak menyentuhnya lagi?" tanya Gregory sembari mengambil piring dan gelas makan siangku yang sama sekali tak kusentuh.
Sejujurnya, ia memberikanku makanan yang layak. Dan ia sendirilah yang selalu mengantarnya untukku. Tak seperti makanan milikku, makanan milik Eugene dipersiapkan oleh salah seorang pesuruh Gregory. Dan yang diberikan orang itu kepada Eugene adalah... makanan anjing. Gregory memang kejam dan tak waras.
Dan aku? Tentu saja aku harus selalu waspada. Aku bisa mati kapan saja di tangan pria ini. Makanan-makanan yang selalu ia bawakan untukku bisa saja telah dimasukkan racun.
Kemudian Gregory membuka kunci pintu ruang pengurungku. Ia masuk ke dalam ruang ini. Aku takut. Gregory mengambil garpu yang di atasnya tertancap potongan ayam bumbu sebagai menu makan malamku kali ini dan berjalan mendekat ke arahku. Ia kemudian merunduk sehingga sejajar denganku.
"Apa kau ingin kusuapi?" tanya Gregory.
Apa ia peduli padaku? Atau hanya memaksaku untuk memakan itu semua. Aku tak tahu.
Ia menempelkan makanan itu ke bibirku. Namun kututup rapat-rapat bibirku. Gregory kemudian menekan jari telunjuk dan ibu jarinya di pipiku memaksaku membuka untuk mulut. Namun aku masih menahan bibirku. Tak kubiarkan terbuka.
Kupukuli dirinya dengan tanganku yang tak diborgol. Tentu saja tenagaku sangat lemah karena aku tak makan selama tiga hari.
Gregory mulai kesal denganku. Ia mendorongku sampai kepalaku terantuk ke sisi dinding teralis.
"Hahaha." Gregory tertawa. "Ini adalah makanan yang enak, Sayang!" ucapnya sembari memasukkan makanan itu ke mulutnya sendiri.
Gregory memakannya. Makanannya tak mungkin beracun.
"Kau kesulitan membuka mulutmu?" Tanyanya sembari menepuk-nepuk pipiku.
"Ingin kubantu membukanya?" Ucap Gregory sembari mengeluarkan pisaunya dari saku celana dan menyentuhkannya perlahan di bibirku.
Entah mengapa saat ini, aku teringat keluargaku. Ayah. Ibu. Callum. Apa aku tak bisa melihat kalian kembali? Apa aku akan mati di tempat ini?
Dan saat ini aku menyesal. Sangat menyesal. Seharusnya sewaktu itu aku pulang bersama R.
Aku ingin pulang.
***
TBC.
Makasih yang udah nungguin ceritaku ini. Banyak yang bilang chapter ceritanya makin pendek. Padahal makin panjang loh... di awal2 aku buat sekitar 450an kata nah kesini2 aku bikin ada yg sampe 600an kata.
Hmmm... sepertinya kalian terdistorsi ya... wkwkwk
Maaf aku belum bisa balas komen2 kalian. Weekend mau tidur pokoknya! Titik.
Salam mata panda.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro