EMPT ELS
(edited version)
----------------------
Dua setengah tahun yang lalu.
"Candice! Kenapa kau tak mengatakan pada ibu?!"
Ibuku tiba-tiba sangat histeris ketika melihatku di depan pintu rumah sederhana kami yang hampir seluruhnya terbalut oleh warna putih. Dia berlari memelukku.
"Ibu sangat bangga kepadamu," ucap wanita tua yang ada di hadapanku. Ia adalah ibuku, ialah yang menurunkan separuh kecantikannya kepadaku, dan separuhnya lagi kudapat dari Ayahku.
Ya. Setelah mereka mendengar beritanya mereka pasti akan bangga kepadaku.
Tidak. Bukan berita mengenai pekerjaan baruku nanti yang akan menjadi 'jalang'. Tentu saja mereka tak mengetahuinya. M.I.S.A membuat skenario yang sangat sempurna. Hari ini mereka mengirimkan surat pemberitahuan mengenai beasiswa masterku di Jerman kepada keluargaku.
"Aku tak menyangka anak sulungku mendapatkan beasiswa hukum dari kantornya," kata Ibu sambil membantuku melepaskan mantel. "Kau tahu? Ayahmu bahkan menutup bengkel sebelum waktunya. Dia yang memasakkan kalkun untuk kita hari ini."
Aku memiliki keluarga yang hangat. Kami hidup dari bengkel mobil yang dimiliki ayahku. Ya. Aku memiliki kehidupan lain yang layaknya penduduk 'biasa' di negara ini.
"Kami menunggu kalian di meja makan, ladies!" teriak Ayahku dari arah dapur.
Ibu kemudian menggiringku ke arah ruang makan. Ayah dan Callum—adikku—sudah terduduk manis di sana. Tepat di tengah-tengah meja makan kami terdapat kalkun buatan Ayah. Keluarga kami memiliki tradisi memakan daging kalkun ketika kami mendapat kabar yang menggembirakan. Terakhir kali kami memakan kalkun adalah ketika Callum berhasil mencetak angka di pertandingan junior rugby pertamanya.
Aku begitu mencintai keluargaku. Ibu yang terkadang cerewet. Dan Ayah yang selalu membuat peraturan ketat di rumah. Lalu Callum yang wajahnya hampir mirip denganku itu—di usianya delapan belas tahun terkadang ia selalu menyebalkan ketika kuajak berbicara. Tapi aku mencintai mereka. Sungguh.
Aku mencintai keluargaku lebih dari apa pun. Lebih dari negaraku.
Seperti biasa, kami berempat berpegangan tangan satu sama lain. Duduk mengelilingi meja makan. Memejamkan mata dan berdoa.
"Tuhan. Terima kasih telah memberikan banyak kebahagiaan kepada keluarga kami," Ayah memimpin doanya.
Maaf. Aku berbohong pada kalian.
Air mataku jatuh pada saat mendengarkan suara Ayah yang terus menerus mengeluarkan kalimat syukurnya.
Ayah. Ibu. Callum. Aku akan berusaha dengan keras untuk menyelesaikan misi ini. Aku berjanji akan pulang menemui kalian.
Aku tak boleh mati. Dan aku tak ingin mati. Aku akan kembali ke tempat ini.
***
"Kau sudah siap untuk memulai misimu esok hari C?" Tanya R sembari memberikan segelas minuman dingin kepadaku yang baru saja kami beli dari sebuah Minimarket di sisi jalan.
Seperti biasa, kami berpura-pura sebagai rekan kerja yang pulang larut dengan alasan mengerjakan pekerjaan tambahan.
"Ya," sahutku singkat.
Siap? Tentu saja tidak. Wanita macam apa yang siap untuk berubah menjadi wanita jalang?
"Maaf. Aku tak bermaksud untuk...," Ucap R sedikit tercekat. "Kita tak pernah memiliki pilihan lain."
Aku terdiam sejenak.
"Ada satu hal yang belum aku mengerti," ucapku.
"Apa? Aku akan senang hati mengajarimu," timpalnya meyakinkan.
"Aku tak tahu bagaimana caranya menjadi wanita jalang."
"Uhuk!" R pun tersedak minumannya.
"Ajari aku!"
"..."
"Tidurlah denganku malam ini!"
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro