Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Right to Regret

Things to lose
and things to give up
all look shiny for sure
I weighed up my options
and chose on my own,
And I also threw away the right to regret

Laughter - Official HIGE Dan dism

•••

Surel berisi, 'kau diminta datang ke ruangan Bos besok' adalah hal mengerikan bagi semua pekerja, jangankan ruang bos, ruang HRD saja bisa membuat perut mulas berjam-jam apalagi kalau sudah seserius kantor bos, pasti akan ada omelan besar yang ia terima pagi ini.

Kaki yang berat ketika melangkah ke sebuah ruangan di ujung koridor dengan dua meja sekretaris berwajah masam sudah pasti mengiringi kewajibannya pagi ini datang memenuhi perintah atasan. Keiko menelan ludahnya terlalu keras, semakin lama semakin berat pula beban di kakinya, bahkan ia yakin sekarang dirinya terlihat seperti biksu yang berlatih kung fu dengan beban di kaki seperti di film-film lama yang ia tonton.

Keiko, manajer dua tahun Rui, berkeringat dingin saat sekretaris bos dari Galaxia Entertaiment mengetuk pintu gelap yang menjadi momok menakutkan bagi manajer-manajer artis sepertinya. Semoga takkan terlalu lama ceramah penuh emosinya.

"Selamat pagi, Sensei." Sapanya masuk seperti kepiting.

Mitsuyama Akki, pemilik sekaligus chief executive Galaxia, adalah pria pertengahan 40-an dengan tubuh tinggi dan otot yang pamer dari balik kemeja kuning keemasan motif pensil ketat seperti petarung profesional, semoga takkan ada yang patah lantaran ditampar oleh Mitsuyama.

"Ya, masuklah, cepat." Wajah Mitsuyama nampak tak sabaran sambil membaca lembaran kertas di tangan, bahkan pria itu tak benar-benar melihat Keiko saat menunjuk kursi di hadapannya.

Keiko duduk tegak dengan keringat membasahi punggungnya sementara menunggu Mitsuyama membereskan berkas dan akhirnya duduk di kursi berhadapan dengan Keiko.

"Tahu mengapa kau dipanggil pagi ini, Osamu~san?"

Tentu menyangkut Rui, tapi ia tak yakin betul mana hal yang begitu mendesak hingga ia dipanggil pagi-pagi, bukankah biasanya teguran melalui surel pun bisa membuat manajer dan artisnya ketari-ketir. Meski begitu, Keiko tetap menjawab, "Ya."

"Bagaimana caramu menangani Kizu Rui sebenarnya, Osamu~san?"

Keiko hampir saja menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar pertanyaan Mitsuyama.

"Bagaimana bisa ia membuat skandal seperti ini dan setelah itu menghilang, bahkan ajakan Rena untuk bertemu di media pun tak digubrisnya. Apa kau menasihatinya dengan benar?"

Mengapa justru Rui yang dipermasalahkan atas skandal ini? Bukankah harusnya jelas siapa yang berada di pihak yang salah?

"Maaf, Mitsuyama Sensei, aku setuju dengan keputusan Rui untuk tak menanggapi komentar ataupun ajakan berdamai di acara radio Rena. Kurasa tak ada yang lebih baik dari membiarkan berita ini berlalu."

"Kau tahu publikasi masalah pribadi tak selamanya buruk, bukan?" desaknya lagi kemudian menyodorkan surat pemberitahuan pemberhentian kontrak Rui dengan sebuah brand kosmetik lokal yang mendunia. "Mirei Okumura memutus kontrak lantaran sikap Rui yang dinilai melarikan diri dari masalah."

Mata Keiko beralih pada lembaran di hadapannya, membaca baik-baik keterangan pemutusan kontrak sepihak yang dibuat lantaran Rui yang dinilai memiliki imej buruk di masyarakat dengan mencoba mencari sensasi dari pernikahan Rena dan Zenzo.

Mereka benar-benar buta atau pura-pura buta sebenarnya?

"Kau tahu sebagian kontroversi bisa menaikkan pamor Kizu~san meski akan lebih baik jika Kizu dan Rena kembali bersahabat kembali. Lagi pula, semua pekerjaan yang Rui terima merupakan pengaruh Rena, jika bukan Rena tentu saja Rui takkan bisa seperti sekarang."

"Tapi, Rui tak ingin ia terkenal justru karena hal seperti ini."

Maka, meledaklah Mitsuyama mendengar jawaban Keiko barusan. "Kalau tak ingin ada skandal lalu mengapa dia sampai menemui Zenzo? Memangnya tidak ada pria lain lagi sampai mereka mengencani pria yang sama?"

"Bukankah itu yang harusnya Anda tanyakan pada Rena?" tiba-tiba Rui masuk dengan rambut merah kecokelatannya yang digelung di balik topi newsboys andalannya, aviator hitam menutupi keistimewaan iris biru cerahnya, dan jaket kulit hitam merangkap kaus hitam, kecuali wajahnya yang pucat dan rambutnya yang seperti terbakar, seluruh yang Rui kenakan merupakan warna hitam. "Aku yakin tak ada yang memberikan ini padamu."

Akhir tahun lalu Rui memang sudah meminta izin untuk menikah pertengahan tahun ini namun ia tak memberi tahu siapa kekasihnya saat itu dan dua minggu sebelum Rena tertangkap kamera berpelukan di depan publik dengan Zenzo, undangan pernikahan Rui dan Zenzo baru saja sampai ke apartemen Rui setelah selesai cetak ulang tanggal.

Mata Mitsuyama masih memandang Rui dengan tajam, tak suka dengan undangan yang jatuh tak sopan di mejanya. Namun mata merah menahan amarah berubah melebar, wajah memerahnya perlahan kehilangan warna, kemarahannya rontok menyisakan keterkejutan, tak menyangka bahwa yang ia pahami selama ini salah.

Jelas sekali di undangan berwarna putih gading dengan tinta emas tersebut disebutkan bahwa Kizu Rui akan menikah dengan Mizuhara Zenzo pada ... hari ini. Matanya naik memandang Rui yang tetap berdiri di samping Keiko.

"Kau tidak merekayasa ini?" tanyanya sambil mengacungkan undangan tersebut.

"Aku tahu Anda akan bertanya seperti itu." Maka, Rui menyerahkan lagi bukti pembayaran dari vendor yang ia dan Zenzo sewa beserta fotonya saat fitting baju pengantin. "Masihkah Anda mau mendorongku untuk mengklarifikasi ini ke media?"

Seketika Mitsuyama terdiam melihat bukti-bukti tersebut di mejanya, bahkan untuk membantah 'mungkin Rena tak tahu Zenzo itu calon suamimu' pun tak mampu terucap lantaran jelas-jelas Rena ada di sana saat Rui dan Zenzo fitting baju pengantin. Kalau seperti ini tentu saja imej Rena yang akan hancur.

"Kau tak mau kehilangan uangmu kalau sampai aku yang buka mulut, bukan?"

"Tidak seperti itu, Kizu~san, kita bisa membicarakannya, mengatur skenario agar tak ada yang dirugikan dalam kasus ini, kau dan Rena bisa bersahabat kembali—"

"Aku tak pandai berakting, maaf." Muak dengan segala cara menguangkan bahkan masalah pribadi pun dijual, Rui mengeluarkan sebuah amplop yang telah ia tulis semalam ke hadapan Mitsuyama dan mendorongnya menggunakan jari tengan yang terlalu kentara. "Aku mengundurkan diri."

"Kau melanggar kontrak dan bisa dikenai denda—"

"Yah, berkaskan saja, aku bisa mengurusnya, lebih baik membayar denda dibanding menjual kehidupan pribadiku." Rui berbalik dan hampir menabrak Rena yang masuk ke ruangan terburu-buru.

"Rui, kita perlu bicara—aku butuh bicara denganmu, ini tak seperti yang kau pikirkan, ini ..." Rena berusaha menahan Rui, mengenggam kedua tangan Rui erat-erat dengan mata memerah, entahlah, Rui tak mampu lagi membedakan apakah Rena sedang berakting atau tidak, dadanya masih terlalu sesak menumpuk amarah hingga saat ini ia bahkan tak rela menghirup udara yang sama dengan Rena.

Mitsuyama tak memerhatikan lantaran Keiko berdiri dan menundukkan kepalanya 90 derajat. "Aku melakukan hal yang sama dengan Rui, aku mengundurkan diri, terima kasih atas bimbingannya selama 9 tahun ini, Sensei."

Keiko melangkah terburu dengan mata yang panas. Ia tak percaya bahwa tempatnya bernaung selama ini sebegitu liciknya hingga wajib sekali menguangkan cerita Rui dengan skenario tanpa tahu seberapa keras usaha Rui untuk meninggalkan semua masalah itu.

"Aku akan ikut ke mana kau pergi, aku muak di sini," ucap Keiko ketika berhasil menyusul Rui di lift. Ia melirik sebentar model yang ia percayai akan melampaui nama Rena dalam 3 tahun ke depan. Meski pucat, Rui tak menunjukkan tanda-tanda bekas menangis, itu atau karena efek kacamata hitamnya.

"Aku mungkin takkan memiliki pekerjaan hingga awal tahun depan," Rui menoleh agak sedikit menunduk lantaran tingginya yang 172 senti berbeda jauh dengan Keiko yang hanya 163 senti. "Atau mungkin akan benar-benar tak mendapat tawaran modeling lagi mengingat seluruh pekerjaan yang belakangan kuterima adalah usul Rena agar menjauhkanku dari Zenzo."

Tak perlu Keiko mengeluarkan suara, matanya yang terbelalak dan mulut membentuk huruf 'O' cukup bisa Rui artikan sebagai keterkejutan.

"Kau tak tahu?"

"Tidak, mereka tak menyebutkan refrensi ketika menawari. Bagaimana kau tahu?"

Rui hanya mengibaskan tangannya tak berminat membongkar dari mana informasi tersebut didapat. "Ya tahu saja."

"Setidaknya kau butuh sekretaris, bukan?"

Senyum Rui tertarik sedikit sekali, nyaris tak pasti apakah garis di bibirnya merupakan senyum atau hinaan. "Kalau sampai tahun depan tak ada tawaran, kau dipersilakan meninggalkanku kapan saja. Pula," Rui masuk ke dalam mobilnya, "aku belum memutuskan untuk lanjut atau berhenti." Kemudian menutup pintu mobil dan melesat cepat, menolak diikuti pencari berita murahan.

***

Sebuah undangan berwarna merah muda pucat dengan tinta keemasan mampir ke kotak surat di lantai dasar apartemennya, bercampur dengan brosur restoran dekat sini juga beberapa majalah yang memuat berita perseteruan dirinya dan Rena.

Matanya menyipit melihat amplop bagian belakang yang bertuliskan inisial dan tanggal, tak perlu dibaca dari siapa, ia tahu pasti undangan norak tersebut datangnya dari mana, Rui membuang undangan tersebut ke dalam tong sampah, mungkin kalau didudukkan di ruang peneliti kelainan jiwa, ia akan dikelompokan sebagai manusia yang fobia akan undangan pernikahan. Melihatnya saja sudah membuatnya benci setengah mati hingga kepalanya terasa pening bukan main, apalagi aromanya, bisa-bisa ia muntah di tempat.

Sambil menjatuhkan diri ke atas sofa, mengabaikan sepatu yang masih terpasang, matanya menatap lurus langit-langit yang terasa menyenangkan ketimbang harus menyalakan televisi dan melihat dirinya di sana dengan wajah lusuh, bekas air mata seperti pecandu yang gagal mendapat narkotika sambil menerobos barikade reporter yang dengan semangat kemerdekaan menyodorkan mikrofon ke bawah hidungnya.

Kalau dipikir lagi, undangan tersebut datang sehari sebelum pernikahan dilangsungkan, sudah pasti ada adu mulut terlebih dahulu antara Zenzo dan Rena untuk mengundangnya. Ia tahu betul tabiat Zenzo yang lebih menyukai menghindari konflik sedini mungkin dan Rena yang sudah pasti senang akan sensasi, kedatangan Rui akan mendapat banyak sorotan dan ketidakhadiran Rui akan menjadi derai air mata di tivi, mengadu bahwa sahabatnya tak datang.

Sahabat tahi kucing!

Ia jatuh tertidur di atas sofa dengan pakaian pergi kemarin siang, bahkan sepatunya masih menempel. Selama vakum ia mengambil pekerjaan yang ibunya tawarkan dan tenggelam sebagai desain interior. Yang membangunkannya sepagi ini, pukul 8.20, adalah Keiko yang sudah ribut-ribut soal kesehatan tulang belakang lantaran tidur tertelungkup di atas sofa. Rui tak begitu menyimak, pikirannya masih melayang-layang.

"Jadi, kenapa kau memintaku datang ke sini pagi-pagi?" Keiko kembali menyerocos sambil membuatkan kopi untuk mereka berdua.

"Aku?"

"Ya, apa kau pikir aku akan datang ke sini dengan senang hati?"

Rui berpikir sebentar, mengumpulkan ingatannya yang tercerai berai hanya karena tidur. "Oh, iya." Kemudian sambil melempar sepatunya ke sudut ruangan, Rui bangkit mengambil cangkir kopi yang Keiko sodorkan. "Bantu aku mengepak barang-barang."

"Eh? Kau mau pindah? Bukannya kau suka tempat ini, ya?"

"Aku memang suka tempat ini dan tak berniat pindah dalam waktu dekat, sayangnya aku kurang cermat memperhitungkan kemungkinan seperti ini, jadi kubiarkan juga Zenzo mengisi sebagian barang-barang dengan uangnya dan ..." Rui mengibas-ngibaskan tangannya di udara, mencoba menemukan kata yang tepat, "aku tak sudi memakai barang pemberiannya lagi, begitu."

Tanpa banyak berkomentar lagi, Keiko membantu Rui menurunkan pajangan membosankan serta membuang bunga-bunga kering untuk membungkus vasnya, beberapa alat makan, hampir semua maksudnya, hingga sekarang hanya menyisakan dua cangkir yang sedang Keiko dan Rui gunakan, satu mangkuk, empat piring, dan lima pasang sendok garpu juga sumpit.

Di internet mengatakan kiat-kiat melupakan mantan kekasih paling dasar adalah dengan menyingkirkan seluruh kenangan berdua, mulai dari tiket nonton hingga cincin yang diberikan saat melamar, seluruhnya harus diikhlaskan tanpa terkecuali yang artinya Rui harus terima kalau dirinya terlihat seperti orang yang mengalami kebangkrutan besar karena setelah diingat baik-baik mulai dari lukisan norak yang bahkan tak cocok dengan gaya Rui hingga keset pintu pun harus disingkirkan.

"Aku berencana membuangnya ke sungai, di film-film biasanya kalau patah hati suka buang barang peninggalan ke sungai, bukan?" ucap Rui di sela-sela menarik tali temali yang sebelumnya tempat menggantung foto Rui dan Zenzo, kini tersisa tali dan jepit beragam warna saja, hingga terkoyak. "Tapi kalau buang sesuatu ke sungai di Jepang, aku bisa berurusan dengan polisi."

"Di film yang dibuang itu hanya buku, foto, tiket nonton, hingga surat ucapan, bukan televisi, sofa malas, sampai vas mahal, Rui~chan." Keiko setuju. "Belum lagi pencari berita yang sudah pasti senang menemukan dirimu di kantor polisi." Ia melirik Rui yang dengan enggan menggulung karpet cokelat susu kesukaan Rui dan melemparkannya ke tengah ruangan. "Akan kau apakan barang-barang ini?"

Lama Rui baru menjawab, "Jual saja," ungkapnya. "Kalau kau lemparkan ini ke depan apartemen Zenzo, sudah pasti akan mendapat aduan dari tetangga yang tak nyaman, jadi jual dan uangnya berikan pada Zenzo, termasuk ini," Rui mengambil sebuah kotak merah dari bahan velvet manis dengan logo merek terkenal di bagian bawah. "Serahkan ini pada Zenzo."

Kali ini baru Keiko menyadari bahwa semenjak dua minggu sebelum terungkapnya hubungan Rena dan Zenzo ke publik, Rui sudah melepas cincin pertunangannya dengan Zenzo, sudah lama rasanya Keiko tak melihat cincin tersebut.

Setelah beberapa jam membereskan, ia baru menyadari bahwa ada 3 koper Rui berjejer rapi di depan pintu kamar serta sebuah bucket bag berwarna cokelat kenari di atasnya.

"Apa kau mau membuang itu juga?"

Mata Rui mengikuti arah telunjuk Keiko. "Oh, tidak. Aku mau ke Belgia,"

"Kenapa?" nada suara Keiko terlalu tinggi. "Kau tak memberiku kabar soal rencanamu sebelumnya!"

"Tak ada tawaran modeling juga, bukan? Yah, pokoknya aku mau mengungsi selama sebulan, menenangkan pikiran, begitu kata orang, jadi ...."

"Bagaimana jika ada tawaran pekerjaan selagi kau di sana?"

Rui menanggapinya dengan cengiran geli, senyuman pertama semenjak ranah pribadinya menjadi konsumsi publik internasional lantaran menyeret dua nama besar, Rena dan seseorang yang selalu mereka curigai sebagai kekasih Rena, Gen.

"Aku bawa ponsel, tenang saja. Nanti kukabari."

Sepanjang hari Keiko tak sedikit pun menyinggung soal pernikahan Rena meski tadi ia melihat amplop merah muda penuh gliter di tong sampah lantai dasar. Sudah pasti Rui menolak untuk datang apalagi melihat undangannya, kalau ia jadi Rui pun pasti melakukan hal yang sama.

Sebelum matahari terbenam seluruh barang-barang yang hampir menghuni apartemen Rui dibawa oleh Keiko menuju Shibuya dan menjualnya di sebuah toko yang biasa menggelar barang pindah tangan karena keadaan yang masih bagus Keiko mendapat harga lumayan tinggi.

Ia langsung memutar menuju apartemen Zenzo dekat Shibuya, Rui tak tahu jika Zenzo sudah pindah atau belum, tapi alamat terakhir yang Rui ketahui ya di sana dan Rui tak berniat mencari tahu, jadi kalau tak ada lagi Zenzo di sana, mungkin ia harus ke tempat Rena. Beruntungnya Zenzo masih tinggal di sana, meski yang menjawab belnya adalah Rena.

"Maaf menganggu makan malam kalian," ucap Keiko sebagai pembukaan sambil menyodorkan amplop putih tebal ke hadapan Rena dan Zenzo. Mereka tak masuk lebih jauh dari lorong pintu, Keiko menolak diajak minum kopi bersama, ia merasa seperti menghianati Rui. "Rui menitipkan ini."

"Rui~chan?" Zenzo mengambil amplop tersebut dan terheran ketika mendapati jumlah uang yang lumayan banyak. "Uang?"

"Rui menjual semua barang pemberian atau yang kau dan Rui beli bersama, uangnya diminta untuk diserahkan padamu."

"Tapi aku membelinya tulus untuk Rui, kenapa harus dikembalikan?" ada sedikit kesedihan di balik ucapan Zenzo malam itu, alisnya turun dan bibirnya menipis seraya menghitung lembar uang tersebut dan mengeluarkan sebagian. "Serahkan ini pada Rui, ini uangnya juga."

"Rui takkan terima." Rena menginterupsi, mengambil uang yang Zenzo sodorkan pada Keiko. "Jika kau juga tak mau menerima uang ini, lebih baik sumbangkan, Rui takkan mau menerima."

"Aku setuju." Keiko mengiyakan dan hampir saja melupakan barang terpenting yang enggan ia jual. Kotak velvet merah tersebut disodorkan ke hadapan Zenzo.

Anehnya, Keiko justru bersimpati pada Zenzo, pria itu seperti tak mengingkan Rui melupakannya dan sulit lepas dari jeratan Rena. Wajah Zenzo berubah sendu saat disodorkan kotak cincin tersebut ke hadapannya, bahkan tak berusaha disembunyikan.

"Apa Rui membenciku?" tanyanya lirih.

Sayangnya Keiko sendiri pun tak tahu apakah Rui membenci Zenzo atau tidak. Memang Rui terlihat begitu sedih dan menderita, namun kesedihan Rui itu disebabkan oleh Zenzo atau Rena, Keiko tak mengerti. Dua orang itu begitu penting bagi Rui dan sekarang Rui-lah yang ditinggalkan.

"Aku permisi," jawabnya sambil menundukkan kepala singkat dan pergi.

•••

Do these wings work?
Can he really fly?
She was looking straight up at the sky without saying yes or no,
The bird’s name is Laughter
and she broke the cage


Asli deh, dengerin lagunya, enak banget.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro