video9. di ruang kesehatan, aku mengatakan benci padamu
Jika ingin menarik perhatian seseorang dalam suatu kelompok, setidaknya kita harus menonjol, kan?
Bagaimana caranya membuat dia 'melihat' kita.
Pada saat suara peluit masih berbunyi, kelima murid perempuan kelas berbarengan meninggalkan diri dari garis start. Ini cuma bagian dari pelajaran olahraga. Tetapi bagiku ini adalah segalanya!
Aku mengerahkan segenap tenagaku bahkan melebihi ketika sedang berlatih di klub atletik. Hanya bagian dari pelajaran olahraga yang tidak ada artinya untuk beberapa gadis. Tapi dari sini orang itu harus melihatku!
"Serizawa-san. 6,93 detik."
Aku mengepalkan tangan secara sembunyi-sembunyi di tengah banyaknya pasang mata di lapangan. Berhasil. Aku menjadi pelari tercepat dibanding empat gadis lain!
Tinggal menunggu sepuluh murid perempuan lainnya untuk berlari dan membandingkannya dengan hasilku.
Setelah bagian perempuan selesai, berikutnya para laki-laki yang akan berlari di lintasan 50 meter. Perempuan menonton di pinggir, memeluk lutut.
Saat itu aku lumayan yakin aku berada di posisi pertama pelari perempuan tercepat di kelasku. Tinggal mengharapkan dia juga menjadi yang pertama.
Aku deg-degan menonton dari pinggir saat gilirannya tiba. Dia melakukan pemanasan ringan lagi di garis start. Sosoknya benar-benar tak bisa lepas dari pandanganku.
Semangat, Ryou-kun.
Peluit dibunyikan.
Garis finish telah tercapai.
"Nagare-san. 6,10 detik."
Kusembunyikan kepalan tangan dan senyum tertahanku di antara lutut, dada bergemuruh semakin hebat. Ryou-kun tampak berkeringat dan terengah-engah di dekat garis finish. Dia lalu tersenyum kepada lawan di sebelah lintasannya, bercakap ringan.
Ah, apa karena kemarin aku cemburu ke Osuka-senpai, aku jadi ingin dekat-dekat lagi dengan Ryou-kun?
Aku merapatkan kaki, menempelkan dagu ke lutut.
Sepertinya rekor Koga-chan lebih cepat dariku.
"Selamat kepada Nagare Ryou dan Serizawa Yuna sebagai pelari tercepat laki-laki dan perempuan kelas 1-6. Sensei akan memberikan kalian sedikit hadiah setelah pelajaran olahraga berakhir."
Mungkin aku terlihat seperti patung di tengah murid perempuan lain yang berada di antaraku.
Mereka bertepuk tangan dan aku terang-terangan menyembunyikan wajah memerahku di antara lutut.
Yuna, beraktinglah sedikit!
Jangan terlalu terlihat tidak percaya begitu.
Ririsa menyikut lenganku. "Bareng Nagare-kun lagi, ya."
"Sudah, ah, jangan dibahas."
"Menjalar sampai ke telingamu, lho."
Masa, sih?
Kalau begitu, Ryou-kun, jangan lihat ke sini!
Berikutnya olahraga dodgeball. Perempuan dan laki-laki dicampur serta diacak tidak berdasarkan nomor absen. Kami melakukan hompimpa bertujuh dan berdelapan, menentukan siapa yang masuk kelompok kepala dan ekor.
Aku masuk tim kepala. Langsung memanjangkan leher ke arah lingkaran laki-laki yang sedang hompimpa. Sehabis semua telah terbagi, permainan pun dimulai.
Bunyi peluit terdengar lagi, bola dilayangkan ke sana kemari kepada sesama anggota tim lalu kepada lawan yang terlihat lengah. Beberapanya langsung mundur keluar lapangan karena kurang cepat mengambil bola. Tersisa lima orang di tim lawan, dan tiga orang termasuk aku di timku.
Bola diarahkan lawan padaku, aku menghentikannya tepat sebelum mengenai dada, mencari siapa yang bisa kujadikan target.
Ryou-kun memandangku di balik garis batas tim, bersiap jikalau aku melemparkan bola padanya. Namun aku malah tak bergerak dari posisiku, menyebabkan bola menjadi lama sekali berada di genggamanku.
"Serizawa-chan, cepat lempar!"
Hanya melihat pada dia saja, tanpa pikir panjang aku segera melemparkan bolaku sekuat tenaga. Dan berhasil mengenai target. Tapi bukan bagian wajahnya juga dong!
Lemparanku barusan lebih kencang dibanding lemparan-lemparanku sebelumnya. Dan jika itu mengenai wajah seseorang, sudah pasti kan dia akan terluka sampai mimisan?
Ryou-kun mimisan. Setengah murid perempuan di dekat lapangan situ seketika berteriak (tidak termasuk aku). Aku hanya... apa yang kau lakukan, Yuna!
Ryou-kun menutupi hidung dan mulutnya dengan tangan, menengadahkan kepala. Tetapi buliran darah tetap terlihat di balik lengannya.
"Ke UKS! Antarkan dia ke UKS, Serizawa-san!"
"Ba-ba-baik." Aku menjadi luar biasa kaku.
Tanpa menungguku, Ryou-kun berjalan cepat duluan, aku mengimbanginya. Kekalutan masih tertanam jelas di wajah dan seluruh tubuhku yang gemetar.
Ryou-kun pasti baik-baik saja, kan?
Kami memasuki gedung, menaiki tangga yang sepi dari lalu-lalang murid dan guru. Ryou-kun menggeser tergesa-gesa pintu ruang kesehatan, memanggil sensei penjaga tanpa suara.
"Sensei," ini suara panikku yang membantu menyuarakan maksud Ryou-kun. "Hidungnya mimisan!"
Sementara Ryou-kun ditangani oleh guru penjaga, aku menunggu di balik gorden dengan sangat gelisah dan tidak tenang. Sepatu dalam ruanganku terus mengetuk-ngetuk lantai di luar kesadaranku.
Tak lama gorden kemudian terbuka, menampilkan laki-laki itu yang duduk tanpa bersandar dan sebelah kaki dinaikkan. Kepalanya mengarah ke jendela, satu kakinya diayun-ayunkan di bawah. Santai sekali ya, teman? Aku di sini panik, lho!
"Hidungnya tidak patah. Dan darah yang keluar banyak karena pukulan yang dia terima cukup keras. Jadi jangan kau hantam dia lagi dengan bola ya, meskipun kau sangat membenci laki-laki ini." Guru itu tersenyum penuh arti pada wajahku yang dihiasi kekhawatiran tak tersembunyikan.
Ryou-kun masih memandang ke sana.
"Mimisan yang ini lebih parah ya, Nagare-kun, dibanding mimisan-mimisanmu yang sebelumnya?"
Aku dan Ryou-kun sama terkejutnya.
Ryou-kun sering mimisan?
"Sensei."
"Setidaknya biarkan satu orang saja tahu, Nagare-kun. Apalagi jika itu perempuan, kan?" Dengan tersenyum lagi, guru penjaga itu keluar, membiarkan udara sejuk ruang kesehatan hanya dirasakan olehku dan Ryou-kun saja.
Aku masih belum mau menatapnya yang kebetulan di dekatku.
Hening.
Aku merasakan kecanggungan yang luar biasa di antara kami berdua.
"M-maaf—"
"Kau sangat membenciku, ya?" Suara lirihnya berada dekat dengan kepalaku. Aku benar-benar tak berani menggerakkan apa pun. "Kemarin belakang kepalaku yang kau buat menabrak lantai. Sekarang hidung dan seluruh wajahku. Tidak sekalian kau ambil jantungku saja?"
Tubuhku sudah seperti es batu. Diam dan meleleh oleh panas yang menyengatnya.
"Kalau begitu maaf."
Akhirnya satu kalimat itu menghasilkan tatapanku untuknya.
Namun kami masih belum juga saling memandang wajah satu sama lain.
"Maaf jika aku berusaha sekuat tenaga menjadi pelari laki-laki tercepat di kelas demi mengimbangimu. Kau pasti tidak suka bersanding denganku, kan?" Ryou-kun menoleh, menaikkan sebelah alisnya seolah menantang.
Tidak suka katanya?
Iya, benar.
Aku pun ingin sekali menyangkal perasaan debar yang terus terulang ini setiap muncul hadirnya di sekitarku.
Tapi kenyataannya apa, Ryou-kun?
"Iya." Aku berkata padanya. "Aku membencimu. Sangat membencimu."
Ryou-kun tersenyum. Senyum menang sekaligus lega. "Maaf, aku tetap meraih posisi itu."
Bola mataku membesar. Lalu dia pun mungkin menyadari ada segurat merah yang dilihatnya di sana.
Maaf yang tak selesai kuucapkan itu tak pernah keluar lagi setelahnya.
Tapi Ryou-kun, sebenarnya aku berterima kasih karena kau meraih posisi itu.
Tapi tentu sulit kan, untuk menyuarakannya langsung padamu?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro