Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

video25. di tengah tontonan anak-anak klub lari, ayo dekati aku saja!

Benar kan, itu cuma mimpi?

Tidak seperti biasanya, hari itu aku menatap Ryou-kun terang-terangan dari mejaku. Kebetulan dia sedang mengobrol bersama seorang lelaki yang duduk tiga meja dariku, wajah sampingnya memenuhi pandanganku.

Ryou-kun tampak biasa saja. Tidak kelihatan senang, marah, kecewa, atau pun jijik. Seakan tak pernah mengalami hari kemarin bersamaku. Seakan belum pernah mendengarku mengatakan suka.

Iya, itu cuma mimpi.

Aku meyakinkan pikiranku demi perasaan yang lebih tenang.

Lihat, dia bahkan tidak menengok ke arahku meskipun mungkin sadar aku terus memandanginya tanpa henti. Ryou-kun tidak pernah gampang terpengaruh. Padahal aku ingin sekali melihat wajahnya memerah....

Sungguh fantasi yang berlebihan.

Berhentilah berkhayal, Yuna!

Karena tahu Ryou-kun selalu membuatku tidak waras, kuputuskan untuk menjalani hari seperti biasa. Minggu ini cukup. Cukup kemarin aku memimpikan indah tentangnya.

"Serizawa-san."

Pas sekali. Yamane-san datang menjemputku pergi ke klub.

Begitu kami sudah di lorong, Yamane-san membisikkan sesuatu ke telingaku. "Serizawa-san, saat aku memanggilmu tadi, ada satu orang lagi yang menoleh."

Astaga, berhentilah membuatku kegeeran! Kenapa pula dia memberitahuku dengan berbisik?

Aku mengibas-ngibaskan tangan di depan dada. "Tidak usah dipedulikan, Yamane-san. Dia orangnya tidak jelas."

Gadis cantik itu tertawa ringan mendengar komentarku. "Padahal aku belum menyebut siapa orangnya, lho. Kau sudah bisa menebaknya sendiri, ya?"

Hatiku pura-pura tidak peduli. "Sudah sangat sering orang-orang menggodaku dan dia. Sudah tidak mempan lagi."

Wajah Yamane-san seperti menyaratkan hal yang disayangkan. "Begitu, ya. Padahal kalian berdua terlihat sangat cocok."

Tidak, tidak. Kai bilang aku dan Ryou-kun tidak cocok. Dia cuma terlalu tidak tega untuk mengatakan kenyataan sebenarnya.

Setelah berganti baju dan pergi ke lapangan, seperti biasa kegiatan dimulai dengan pemanasan masing-masing. Aku dan Yamane-san pun terbiasa melakukan pemanasan bersama-sama, seolah sepaket.

Hari ini kelas satu dan kelas dua melakukan kegiatan bersama. Itu makanya lapangan di sisi timur menjadi lebih ramai dibanding biasanya kami berlatih. Katanya mereka akan berlatih untuk perlombaan lari di awal musim panas nanti. Kami disuruh untuk menyaksikan.

Peluit pertama dibunyikan. Para kakak kelas berlari seolah itu hal terakhir yang bisa mereka lakukan. Aku mengipasi wajah, sudah merasa gerah lagi.

"Hei, kau Yamane, ya?"

Seorang perempuan berambut pendek berkulit cokelat menghampiri tempatku dan Yamane-san duduk dengan memeluk lutut. Kesan pertamaku padanya adalah dia perempuan maskulin, bersuara berat, dan tipe yang cocok menjadi pemimpin. Sepertinya dia....

"Iya, Senpai." Yamane-san berdiri tegak, memasang sikap hormat.

Senpai itu tertawa, meletakkan tangan di pinggang. "Kudengar kau pencetak skor tercepat di antara semua anak kelas satu."

Aku bisa merasakan Yamane-san terkesiap. Napasnya melambat beberapa detik. "Bu-bukan apa-apa, Senpai. Rekorku masih jauh dari kalian, para kakak kelas sekalian."

Hanya sedetik saja, kutangkap raut mengejek dari kakak kelas itu. Aku memalingkan tatap, memandang ke lapangan belakang, tak mau terlibat.

"Betul, kau masih harus banyak berlatih lagi untuk menyaingi kami apalagi mengikuti lomba." Terdengar suara tepukan tangan di pundak. Hening berdetik-detik. "Kau juga harus berhati-hati terhadap Koga. Dia tak kalah cepat denganmu."

Koga-chan? Jika tak salah, perolehan waktunya masih di bawahku. Tetap saja aku tak boleh lengah walaupun aku tak terlalu bernapsu memuncaki klasemen. Aku kan mengikuti klub karena....

Ryou-kun menghentikan bola dengan pahanya, lalu mengopernya lagi ke temannya. Lima detik saja dia menguasai bola. Tapi lebih dari lima detik dia menguasai pandanganku, lagi, seperti beberapa saat lalu di kelas. Seperti biasa, selalu aku yang memandanginya duluan. Dia sudah berganti baju lagi, ya? Cepat sekali.

Saat berbalik lagi ke Yamane-san, dia menontoni latihan lari kakak kelas. Matanya mengikuti laju lari mereka, jari menekan lutut lebih erat. Apa dia memikirkan perkataan kakak kelas tadi? Atau sebenarnya dia juga menyadari tatapan itu?

Aku menyentuh tangannya, tersenyum ketika dia menoleh, memberinya rasa hangat. Dibandingkan aku yang menggalaui perasaan cintaku ke Ryou-kun, Yamane-san memikirkan karir larinya sendiri. Betapa tidak bergunanya diriku ini. Bisa-bisanya masa remajanya terpengaruh oleh kehadiran laki-laki tidak penting seperti itu.

Latihan tahap satu murid kelas dua berakhir. Yamane-san mengembuskan napas, bersikap merileks. Kurasa dia gampang tertekan. Mengingat musim panas saja belum menyapa, masa-masa kelas satunya sudah terkena rintangan.

Kepala Yamane-san menoleh ke lapangan di belakang kami, berlama-lama di sana saat suatu suara sorakan yang cukup berisik belum juga mereda. Aku tidak ingin mengikuti arah pandangnya.

"Serizawa-san, jangan menengok ke belakang."

Kenapa? Ryou-kun sedang keren-kerennya, ya?

Apa dia mencetak gol?

"Aku bisa mengerti kenapa kau menyukainya."

"Tidak, tidak suka."

"Eh?" Tatapan Yamane-san mundur ke wajahku. "Tidak suka?"

"Tidak, tidak suka." Aku mengulangi untuk menegaskan. "Apa dia mencetak gol?"

Yamane-san kembali ke sana. "Sepertinya bukan. Dia cuma ikut merayakan."

Aku mengembuskan napas. Seolah dia pacarku saja! Orang-orang tidak perlu memberitahuku segala hal yang dilakukan Ryou-kun.

Peluit yang lebih keras dibunyikan dari dekatku. Aku yang terakhir berdiri di antara anak kelas satu lain. Berikutnya, kami yang berlari, meski cuma beberapa ratus meter saja di sepanjang garis lurus lapangan.

Merasa ikat rambutku kendur, aku melepaskannya kemudian mengikatnya lagi. Sebab angin yang tiba-tiba menerpa, aku mengulangnya lagi dan lagi karena terus gagal.

"Serizawa-san."

Ikat rambutku terjatuh. Aku terkejut mendengar suara yang cukup dekat masuk ke telingaku. Berbalik, kudapati Ryou-kun di sana, di dekatku, terlalu dekat untuk dilakukan di tengah lapangan dan orang-orang yang mau tak mau menonton.

Ryou-kun berbisik lagi. "Kau sengaja melakukannya berlama-lama?"

"Apa? Apa yang kau maksud?" Meski sudah pasti deg-degan, aku tetap mengeluarkan amarahku.

Kepalanya bergerak ke sisi kanannya, ke sekumpulan anak lelaki kelas dua yang sedang menyelonjorkan kaki sembari mencuri-curi pandang ke arahku. Apa?

"Apa maksudmu? Itu bukan urusanmu kali." Amarahku semakin kutunjukkan.

"Tapi aku tidak suka."

Mataku dengan sendirinya melebar, terus menyaksikan Ryou-kun yang berkeringat di depanku.

Aku memungut ikat rambutku di bawah, mengikatnya lagi dengan terhalangi tubuh Ryou-kun.

"Hari ini kau pulang bareng Kai?"

"Tidak tahu. Aku tidak tahu di mana dia berada."

Tidak mungkin Ryou-kun mengajakku pulang bersama.

Dia tidak bisa naik bis.

Aku tidak tahu perhentian kereta yang paling dekat dengan wilayah rumahku.

"Mau menemaniku ke toko buku?" Ryou-kun seperti ragu mengucapkannya.

Aku selesai dengan urusan mengikat rambut. "Kenapa harus aku? Kau tidak punya teman perempuan lain?"

"Tidak punya."

"Kenapa tidak ajak Kai?"

Dia berhenti beberapa lama. "Tidak, Kai tidak nyambung jika diajak ke toko buku."

Alasan yang aneh.

"Mau, ya?"

Astaga, kok dia jadi lucu, sih!

Serius, setelah aku bermimpi indah itu?

Aku harus menolak.

"Baiklah."

Yuna!

Sebenarnya sedari aku mengikat rambut, aku berhenti memandangnya. Kurasa dengan itu perasaanku akan menenang.

Namun, dalam pandangan samarku ini, kulihat Ryou-kun tersenyum sekilas. Aku tak bisa tak menatapnya, kemudian diam-diam bersyukur di dalam hati.

Meskipun aku belum melihat wajahnya yang memerah, Ryou-kun yang tersenyum adalah pemandangan yang sangat memanjakan mata.

Sekaligus membutakan pikiran.

"Sampai nanti, Serizawa-san."

Dia kembali berlari menuju teman-teman di klubnya.

Aku tidak akan fokus pada apa-apa lagi.

Yamane-san menghampiri. "Hei, hei. Pijaklah bumi."

"Eh?" Aku mengerjap-ngerjap.

"Kau tidak sadar, kalian berdua menjadi tontonan anak-anak klub?"

Melihat sekeliling, semua yang semula memandang padaku kecuali Koga-chan kembali pada urusannya masing-masing.

Yamane-san tersenyum penuh arti. "Sepertinya dia berusaha membuat mereka mengerti bahwa kau sudah ada yang punya."

"Apaan, sih!"

Kalau mau mendekatiku ya, dekati saja!

Tidak perlu hiraukan Ryou-kun!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro