Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

video24. di dalam mimpi indah pertamaku saat musim semi belum usai

"Kurasa, perkataanmu kemarin dengan obrolan kita di bus tempo hari bertentangan, Serizawa-san."

Aku menghentikan langkah di tengah koridor lalu beralih padanya, yang seharusnya tidak kulakukan mengingat Kai tidak pernah sekali pun tidak mengejutkanku.

Kemarin dia memanggilku dengan nama depan pasti untuk memanas-manasi Ryou-kun yang hampir tidak ada gunanya karena itu tidak berpengaruh apa-apa. Seharusnya aku belajar dari pengalaman. Tidak terbawa perasaan.

"Kau akan menyatakan perasaanmu ke Ryou di tahun terakhir SMA. Tapi jika Ryou yang menyatakan perasaannya, kau tidak akan menerimanya. Kok kedengarannya ribet sekali."

"Kau sebegitu peduli padaku ya, Kai?" Aku merasa bangga akan itu. Kupamerkan senyum ini pada murid-murid yang berjalan berlawanan arah dengan kami.

"Yang kupedulikan itu Ryou."

"Jadi aku boleh menyakitinya sesuka hatiku, kan?"

"Tentu saja," timpalnya yang dapat kutebak. "Aku akan sangat menantikan Ryou menangis meski agak mustahil hal itu terjadi."

Aku merengutkan kening. "Kupikir laki-laki lembut seperti dia mudah menangis."

"Tidak di depanku."

"Kupikir paling sering di depanmu."

"Ryou itu jaim."

"Benar juga."

Aku melipir ke dekat jendela gedung yang terbuka. Di bawahnya berembus pohon-pohon yang rindang menaungi meja-meja yang menjadi tempat pengambilan video pertama klub videografi tempo hari. Tempatku pertama kali melihat sisi perhatian Kai.

Lelaki itu masih berada di sampingku, ikut menyaksikan yang sebenarnya menjadi alasan utamaku berhenti di jendela.

Latihan klub sepakbola sekolah.

Aku belum menemukan yang selalu kucari setiap tak sengaja memandang ke lapangan sekolah.

"Kemarin kau memanggilku Yuna." Aku memulai obrolan lagi sembari menunggu orangnya terlihat. "Kenapa sekarang Serizawa lagi? Mau membuat Nagare-kun kepikiran?"

"Dia memang kepikiran kok."

"Bohong."

"Tanyakan saja padanya."

"Jadi kau cuma asal menebak?"

Dia mengangkat bahu. "Aku mengenalnya. Aku tahu saat dia sedang kepikiran sesuatu. Mungkin itu karena aku memanggilmu Yuna."

Aku tidak akan mudah goyah lagi. "Sudahlah, itu tidak akan mempan lagi. Aku tidak pernah akan mengiranya menyukaiku sampai dia yang bilang sendiri padaku."

"Sayang sekali."

Orang ini benar-benar kurang ajar.

"Ngomong-ngomong, Serizawa-san."

Aku tak mengalihkan pandang dari jendela.

"Hari kemarin, Ryou sempat mampir ke klub. Tapi tidak jadi masuk."

"Apa?" Dia berhasil membuatku menatap wajahnya. "Kapan?"

"Mungkin saat kau bilang kau akan menolaknya."

Mataku terus terpancang ke suatu titik di wajahnya. Waktu melambat. Dada perlahan berdebar dengan cara berbeda. Tetapi kuputuskan memandang ke luar jendela lagi. Bertepatan dengan sosok Ryou-kun yang akhirnya tertangkap mataku. Tidak terlalu jauh sampai keringat di keningnya tak bisa berhenti kutatap.

"Kai."

Kai membalas dengan dehaman.

"Kok Nagare-kun bisa ganteng sekali, ya."

Kai pasti bingung hendak menjawab apa.

"Padahal kukira aku bukan tipe yang mengedepankan fisik. Tapi aku malah menyukainya karena alasan itu. Padahal kami sangat tidak cocok, kan?"

"Tidak."

Entah kenapa air mataku keluar. "Aku ini ribet sekali, ya? Kenapa menyukai seseorang harus membuatku bahagia sekaligus menderita?"

"Jangan pandangi dia terus."

"Dia sangat menarik, Kai. Aku tidak bisa berhenti menyukainya."

"Meski dia menyakitimu?"

"Meski dia menyakitiku."

Kai menghela napas. Benar-benar lelah menghadapi diriku yang cengeng ini.

"Mau aku peluk? Tapi Ryou akan marah."

"Dia tidak perlu marah. Dia bukan siapa-siapaku."

"Dia. Akan. Marah."

Aku menolehnya lagi. Tersenyum. "Terima kasih penghiburannya."

Mulai dari sekarang, dan mungkin sudah kulakukan sebelum-sebelumnya, aku akan terus menyangkal segala perkataan orang-orang tentang Ryou-kun yang perhatian padaku. Entah benar atau tidak, aku tidak peduli.

Aku tidak peduli.

Meskipun saat membuka mata hal pertama yang kulihat adalah Ryou-kun menatapku dengan dagu ditopang di meja, mejaku, di saat aku juga menempelkan lengan di sana saat tertidur.

Terkadang aku tidur dulu di kelas setelah pelajaran usai di luar jadwal klub atletik dan videografi, melepas lelah sebentar sebelum mengarungi perjalanan pulang yang cukup panjang. Dan pada saat itulah aku selalu pulang sendirian, mana mungkin Kai sudi menungguku sampai bangun.

Dan kali itu, setelah benar-benar kuputuskan untuk tak peduli lagi pada gombalan orang lain tentang Ryou-kun, kutemukan dirinya di depanku, seperti sudah berlama-lama di sana, menatapku tidur dan menungguku bangun.

Ini mimpi, ya?

Aku memundurkan bahu sehingga hampir menempel ke kursi, memandangi ruang kelas yang cerah dan kosong. Sayup-sayup suara kegiatan klub lapangan terdengar dari balik jendela.

Aku bertatap dengan Ryou-kun yang masih tak mengubah ekspresinya. Ekspresi yang kukira akan dia beri untuk gadis yang disukainya. Apakah orang itu aku?

Aku tersenyum, mata masih menyipit bekas sisa kantuk. "Ryou-kun? Kenapa di sini?"

Laki-laki itu mengubah posisi, dagu di atas lengan yang menutup mejaku. Masih menatapku tanpa bicara.

"Terakhir kulihat kau di lapangan itu bersama teman-temanmu. Kenapa sekarang di sini?"

"Terakhir kulihat kau di jendela itu bersama Kai."

Dia melihatnya? Dari jarak sejauh itu? Padahal kami di sana tidak sampai lima belas menit. Timing yang bagus.

Aku tersenyum lagi, mata masih menyipit. "Dilihat dari sedekat ini, kau semakin ganteng, ya. Bagaimana mungkin aku tidak tertarik padamu."

Ryou-kun memiliki kulit wajah putih yang membuat seseorang yang melihat album foto kelulusannya langsung mengarahkan telunjuk pada wajahnya di antara banyaknya teman sekelas lain. Rambut halus yang selalu jatuh ke kening, selalu rapi, dan selalu terlihat pendek seolah setiap minggu selalu pergi ke tukang cukur.

Ryou-kun mudah disukai lawan jenis. Tapi kepribadiannya yang pendiam membuat gadis-gadis segan mendekatinya. Alhasil cuma bisa memendam perasaan sampai kelulusan seperti yang kurasakan selama enam tahun sebelum kebencian itu muncul.

Terkubur tiga tahun selama SMP, kemudian bangkit lagi dengan mudahnya di musim semi pertama saat SMA. Tapi aku hanyalah gadis biasa. Salah satu gadis yang menyukainya karena fisik.

"Yuna." Ryou-kun versi SMA kembali memunculkan diri dalam pikiran dan penglihatanku. "Bisakah kau memanggilku... Ryou-kun?"

"Aku sudah pernah melakukannya."

"Ucapkan lagi. Banyak-banyak."

Senyumku terkembang lagi, mata masih menyipit. "Ryou-kun. Ryou-kun. Ryou-kun."

Wajahnya yang setengah tenggelam dalam lipatan tangan memerah.

"Meski aku yang memanggil Kai duluan dengan nama akrabnya, sesungguhnya aku lebih ingin memanggilmu dengan nama akrab kok," kataku, jauh menaikkan kedudukannya di mataku dibanding Kai yang tidak ada apa-apanya. Sama sekali. Tidak sedikit pun.

"Yuna. Ini mimpi, kan?"

Betul. Mendengarnya menyebutku dengan nama akrab pastilah hanya terjadi di mimpi. Dalam kehidupan nyata pun, aku hampir tak mau tersenyum padanya selain saat perlombaan lari itu. Lagi pula saat itu dia memberiku topi.

"Bolehkah aku mendengarnya?"

"Mendengar apa?"

"Berhubung mungkin di kehidupan nyata kau tidak mungkin menyukaiku, bisakah di sini kau... mengatakan itu?" Suaranya nyaris serupa bisikan hingga kupikir ini adalah mimpi dari mimpi. Apa aku mendengar sesuatu yang tak berasal dari mana pun?

"Mengatakan apa?" Meski kutahu apa persisnya yang Ryou-kun maksud.

"Bilang suka padaku."

Mataku mulai tersadar dari sisa kantuk.

Ryou-kun masih tak mengubah posisinya seolah tak sanggup bergerak seinci pun karena menikmati wajahnya yang memerah.

"Bilang kau suka padaku. Bukan Kai. Bilang kau lebih menyukai Ryou-kun dibanding Kai."

"Aku menyukaimu."

Kenapa aku harus ragu mengatakannya? Kenapa Ryou-kun harus ragu mendengarnya?

Ryou-kun mengangkat wajahnya, hingga kini pandangan kami sejajar.

Aku tersenyum. Senyum yang tak akan kutunjukkan pada siapa pun selain pada lelaki yang kusukai.

"Aku menyukaimu. Ryou-kun. Selalu. Sampai saat ini. Meskipun kau pernah menyakitiku. Aku selalu menyukaimu dibanding Kai atau lelaki mana pun yang menurutmu aku akan menyukainya melebihimu. Aku menyukaimu sampai aku ingin menangis karena tak bisa mengatakannya langsung padamu."

Setidaknya aku mengatakannya, di mimpiku yang indah ini, jika hari kelulusan terlalu lama untuk kami singgahi.

Dia perlu mendengar ini.

"Aku menyukaimu, Ryou-kun."

Akhirnya, tersampaikan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro