video22. di koridor yang sepi, bersama dengan dua orang pengganggu
"Serizawa-san, kau membaca shoujo manga?" Irido-san berhenti di mejaku.
Aku menoleh menatapnya, sedikit bingung. "Iya...?"
Mata gadis itu berbinar-binar seperti kebiasaan gadis-gadis dalam shoujo manga yang kubaca. "Wah, keren!"
Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ada keributan. Dan bukankah sudah biasa gadis yang baru masuk SMA membaca manga untuk para gadis?
Irido-san mengambil duduk di meja depanku dengan gerakan cepat hingga membuatku mengangkat manga yang sedang kubaca. Dia melihat judulnya di cover. "Fruits Basket?"
"Kenapa?" Apa ada yang salah lagi?
"Aku belum baca yang ini," katanya, memberitahu tanpa diminta. Lalu binar itu kembali hinggap di kedua matanya. "Kau sudah baca Koi to Yobu Ni wa Kimochi Warui, Chihayafuru, dan Araburu Kisetsu no Otome-Domo Yo?"
Aku memikirkan sejenak tiga judul yang disebutkannya itu, barangkali pernah aku lihat ketika berkunjung ke toko buku. "Belum." Aku pun menggeleng.
Mulutnya tertekuk ke bawah. Kemudian dia melihatku lagi. "Itu ceritanya tentang apa?" Telunjuknya mengarah ke sampul manga-ku.
Dengan sendirinya aku membalikkan manga yang kupegang itu untuk melihat judulnya. "Mm... perempuan yatim piatu yang tinggal bersama tiga orang pemuda. Dua di antaranya teman sekelasnya. Dan tiga pemuda itu bisa berubah menjadi hewan saat bersentuhan dengan lawan jenis."
Irido-san seperti terpukau, benar-benar merepresentasikan si gadis tokoh utama shoujo manga.
Tak lama seseorang datang dari arah belakangku. "Tidak usah pura-pura tidak tahu begitu deh, Hina. Kau bahkan sudah menonton animenya."
Irido-san memajukan bibirnya ke Sakuna-san. "Berisik, ah. Aku kan ingin mengobrol dengan Serizawa-san!" Dia tidak ragu-ragu menuturkan niat aslinya. "Jarang-jarang kan aku menemukan teman sesama penyuka shoujo manga."
Teman? Sesama penyuka shoujo manga?
Aku memang sudah membaca beberapa judul shoujo manga lainnya seperti Orange dan Kimi no Todoke. Tapi aku tidak mendeklarasikan diri sebagai 'penyuka shoujo manga'. Aku tidak membacanya rutin, hanya di waktu luang saja saat kuingat ada beberapa volume dari suatu judul yang sudah kubeli tapi belum kubaca.
Lalu kenapa aku memilih genre shoujo?
Sebetulnya alasannya cukup memalukan. Tapi meski begitu pun, aku tetap melanjutkan kebiasaanku itu.
Jadi Yuna, alasannya apa? Aku ingin melihat bagaimana saat perasaan suka seorang gadis terbalaskan, perlakuan-perlakuan manis dari lelaki yang disukainya, serta tentu saja mempunyai akhir yang bahagia dan sempurna.
Benar. Lagi-lagi karena Ryou-kun!
Diriku saat pertama masuk SMP benar-benar tidak tertolong. Aku membenci sisi putus asaku yang seperti itu.
Dan ini pun aku membaca shoujo manga lagi karena teringat Ryou-kun! Dasar, kenapa dia selalu memenuhi otakku, sih. Aku benar-benar lelah dengan diriku yang terus terbayang sosoknya ini.
Bisakah kau lenyap barang satu hari saja, huh?
Irido-san masih belum beranjak. "Aku tidak menyangka Serizawa-san membaca manga cewek seperti itu." Aku seperti mengalami déjà vu. "Apa ada alasan khusus?"
Terkutuklah diriku yang selalu kesulitan mengontrol ekspresi setiap ada kaitannya dengan Ryou-kun. Irido-san yang pernah menangkap wajah maluku pun kini 'menangkap'-ku lagi.
"Oh, oh." Tangannya menutupi mulut. "Kau imut sekali, Serizawa-san."
"Ini tidak seperti yang kau pikirkan!" Seperti biasa, kepanikanku justru menambah kecurigaannya.
"Memangnya apa yang kau kira aku pikirkan?"
Aku memajukan kepala untuk memelankan suara. "Aku tidak menyukainya."
"Siapa yang kau maksud?"
"Siapa pun yang saat ini sedang kau pikirkan."
"Miguno-kun?"
Kekakuan melingkupi tubuhku. Punggungku pun kusandarkan kembali ke kursi. "Hah?"
Irido-san tak sanggup lagi menahan tawa. "Ya ampun. Serizawa-san ternyata lucu juga, ya."
Apa aku sedang dikerjai?
"Aku kira kau susah didekati karena selalu terlihat cuek."
Begitukah anggapan orang-orang tentangku?
"Ternyata asal membicarakan topik yang kau sukai, kau memperlihatkan sisimu yang lain."
Menyukai topik tentang apa? Tentang apa!
Aku membuka lembar manga-ku saja. "Lupakan saja ya, apa pun yang kau saksikan tadi."
"Tidak. Aku akan mengingatnya seumur hidupku!"
Irido-san berdiri dan kembali ke mejanya. Kelas masih sepi dari murid-murid. Membuatku bersyukur obrolanku barusan tidak akan terdengar oleh lebih banyak murid kelas.
"Aku melupakan satu hal." Irido-san menghampiriku lagi. "Kau lebih menyukai Yuki atau Kyo?"
Dia menyebut dua karakter utama laki-laki dalam manga Fruits Basket. "Kyo," jawabku tanpa ragu.
"Sama!" ucapnya. "Aku kira Yuki yang akan memenangi pertandingan mengingat dia yang muncul duluan. Tapi pemenangnya Kyo tahu."
"Apa?"
"Kyo yang nantinya akan menikah dengan Tohru."
Apa dia baru saja memberiku spoiler?
"Tapi meskipun yang mirip dengan Kyo itu Miguno-kun dan yang mirip dengan Yuki itu Nagare-kun, kau tetap memilih Yuki, kan?"
"H-hei!"
Sudah cukup. Benar-benar sudah cukup!
Aku muak digoda terus begini tentang hal yang berhubungan dengan mereka berdua. Selain Ririsa, Irido-san kini juga seperti itu! Aku betul-betul harus mengabaikannya!
Terserah, mau anggap aku menyukai Ryou-kun juga terserah! Sebab mau seluruh penghuni dunia mengetahui hal itu pun, Ryou-kun tetap tidak akan tahu! Dan memangnya jika Ryou-kun tahu perasaanku yang sesungguhnya, lalu apa? Paling-paling aku akan dicampakkannya lagi!
Bisa-bisanya aku menyukai lelaki seperti itu!
Pulangnya aku menghabiskan sisa halaman manga yang kubaca sampai tamat. Sejauh ini tak ada lagi yang menginterupsi kecuali kedua lelaki sinting ini.
"Ryou, lihat, Serizawa-san membaca shoujo manga."
Aku mohon, mohon sekali, ya. Tolong jangan mengkategorikan pembaca "manga cewek" seperti ini sebagai sesuatu yang buruk atau boleh dijadikan bahan bercandaan. Tidak barang tentu kami semua adalah orang yang suka mengkhayal! Kalau aku sendiri, tidak tahu deh....
"Ternyata Serizawa-san berharap mendapatkan pangeran."
Kulemparkan manga itu ke kepala Miguno-kun kemudian bergegas mengambilnya lagi sambil membersihkan sampulnya.
"Sakit." Cuma ucapan saja. Ekspresinya tetap biasa saja.
Ryou-kun cuma menontoni.
"Aku benar-benar merasa kasihan pada calon suaminya nanti." Miguno-kun tidak berhenti.
"Bagaimana jika suamiku nanti kau, Miguno-kun?"
"Tidak masalah."
W-woy!
"Kok begitu?" Ryou-kun akhirnya menimpali.
"Kau keberatan?"
"Tidak."
Tampaknya hari itu hatiku betul-betul sedang sensitif. Insiden pagi hari bersama Irido-san (sebenarnya tak apa jika dia tidak tiba-tiba menyebut Ryou-kun), ejekan terhadap gadis-gadis pembaca shoujo manga, dan memangnya mereka menganggapku apa sehingga bisa dipermainkan seenaknya begitu?
Cepat-cepat aku berdiri sambil memasukkan manga-ku ke dalam tas. Aku pun berjalan cepat meninggalkan kelas melalui pintu belakang.
Mereka berdua mengejar dan berhasil menghalangi langkahku. Kemudian keduanya terkejut melihatku berurai air mata.
Miguno-kun mengalihkan pandang. "Maafkan aku."
Ryou-kun terus melihatiku saja dengan sorot penuh penyesalan. Mungkin baginya mendapatkan maaf yang tulus dariku masih membutuhkan waktu seratus tahun lagi.
Aku tidak akan mengampuni mereka. Akan kujadikan mereka berdua budakku!
"Permisi."
Ryou-kun tiba-tiba mencekal lenganku membawaku minggir membiarkan seorang gadis lewat di tengah koridor. Tapi kemudian dia lepas lagi. Menyisakan aku berdiri bersamanya memunggungi jendela kelas lain dengan Miguno-kun di hadapan kami.
"Apa ada seseorang yang mengganggumu?"
"Ada."
"Siapa?"
"Kalian berdua."
Baru kali itu aku melihat Miguno-kun seperti kalah. Namun ucapanku tidaklah bohong. Mereka berdualah si pengganggu itu.
"Aku tidak bisa janji tidak akan melakukannya lagi." Miguno-kun berujar seenaknya.
Sorot wajahku mempertanyakan alasannya.
"Menyenangkan," katanya. "Membuat marah orang pemarah itu menyenangkan."
"Hei."
"Oi."
Aku dan Ryou-kun bereaksi bareng. Yang secara tidak langsung mengakui dirinya sendiri memang seorang pemarah.
Agak sulit dibayangkan Ryou-kun yang rajin dan tipe pengikut ini nyatanya mudah tersinggung. Di kepalaku terbayang seekor anak anjing yang sering menyalak karena mudah dikelabui oleh makanan. Alias menggemaskan sekali!
"Ryou. Serizawa-san menyukaimu."
"Berhentilah mengejekku."
Benar saja. Raut muka lelaki di sebelahku menghitam. Kedua tangannya yang tersembunyi di saku pun merefleksikan sikap tubuhnya yang melawan.
Sementara perasaanku biasa saja. Tak lagi kesal sebab kalimat-kalimat yang terus terulang itu lama-kelamaan tampak seperti kebohongan. Dan lagi pula Ryou-kun takkan menyadarinya sampai kapan pun, sebelum aku yang mengutarakannya sendiri dengan serius dan tulus.
"Lain waktu jangan bercanda lagi soal itu, Kai." Alis Ryou-kun mengerut saat dia memindahkan tatapan yang tertunduk ke sisi lorong yang berlawanan. "Benar-benar tidak menyenangkan."
"Iya, kan?" Tiba-tiba aku menjadi antusias sampai menatap Ryou-kun dengan bersemangat. "Tidak keberatan menjadi suamiku bagaimana. Dan kau sendiri malah tidak keberatan, Nagare-kun. Padahal aku menyukaimu."
Sesaat dalam jarak lumayan dekat kami saling bertatapan. Aku tidak terlalu deg-degan karena ungkapan pernyataan cinta pertama ini hanyalah candaan. Dia dan Miguno-kun tahu aku sangat tidak serius meski perasaanku padanya sangatlah serius.
Aku tersenyum dan yang pertama memutus pandang. Tak lama tiba-tiba Miguno-kun tertawa. Yang menular padaku lalu ke Ryou-kun.
"Tapi Serizawa-san, mungkin kau sudah bertemu pangeranmu."
Tawaku perlahan terhenti seiring ucapan Miguno-kun.
"Ya kan, Ryou?"
"Betul."
"Apa, sih. Menggelikan sekali." Bahuku merinding.
"Biarkan dua pengganggumu ini menjagamu dari pengganggu-pengganggu yang lain. Jadi hanya aku dan Ryou saja yang boleh mengganggumu."
Semua kosa kata menghilang dari isi kepalaku.
Tetapi yang jelas, aku tidak bisa lagi terus menahan senyumku. Senyum yang sangat lebar.
Terima kasih, Ryou-kun dan Kai-kun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro