Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

video2. di bangku lapangan basket, aku menemukan namanya di ponsel temanku

"Sudah ada laki-laki yang kau incar?"

Kenapa ya, setiap teman kita melayangkan pertanyaan maut, kita selalu sedang mengunyah? Jadi tidak mungkin kan jika tidak tersedak? Dan jika tersedak itu berarti jawabannya pasti iya.

Dan aku memang tersedak.

Ririsa menatapku penuh kecurigaan.

Padahal kami baru dua hari berteman, tapi lihatlah pertanyaannya sekarang. Sangat tidak sopan.

"Tidak ada," jawabku sedatar mungkin. Tanganku bergetar menyumpit sosis gurita ke mulut.

Ririsa tentu saja memerhatikan itu. "Kukira kau pandai berbohong."

Dan kukira dia orangnya tidak peka.

"Siapa?"

Astaga, sangat tidak berbasa-basi, ya. Aku kerepotan nih.

Aku mengunyah dengan lambat, menatap meja lama-lama. Tangan menumpu samping kepala. Aku tidak suka jika aku mudah ditebak begini. Tapi untuk jenis gadis seperti Ririsa, kurasa itu tidak masalah.

"Tidak ada."

"Kau sudah tidak bisa berbohong lagi, Yuna." Ririsa menekankan kalimatnya. "Atau kau tidak akan langsung memberitahuku?"

Iya, dong! Apa haknya mengetahui rahasia terbesarku di hari kedua kami saling mengetahui nama masing-masing?

"Nanti saja, ya." Aku menutup percakapan. Yang secara tidak langsung membenarkan dugaannya barusan.

Sudahlah.

"Gadis sepertimu itu, jika tidak ada yang mendekati, pasti sudah menyimpan perasaan duluan. Aku lebih tertarik ke kemungkinan nomor dua. Dan jelas saat ini kau tidak mungkin mempunyai pacar, kan?"

Kurang ajar sekali.

Aku memberinya senyum lebar psikopat. "Aku bersyukur saat ini aku tidak mempunyai pacar."

Sangat bersyukur sekali. Sampai-sampai aku ingin mengumumkan ke seluruh Jepang bahwa Serizawa Yuna tidak tertarik pada hubungan percintaan!

"Makan dulu saja, Ririsa."

"Ciri-ciri sedang menghindari topik."

Ingin sekali kulemparkan kursiku ke arahnya.

Lalu tiba-tiba aku kepikiran ide lain.

"Coba tebak dulu saja."

Ririsa mengalihkan bola matanya ke sini.

"Tapi kau cuma punya tiga kali kesempatan menjawab." Aku menyilangkan lengan di dada, punggung menyentuh kursi. "Jika sampai gagal, aku boleh memintamu apa saja."

Kini aku yang di atas angin. Senyumku mengatakan hal itu.

Dia tampak sedang memikirkan tawaranku. Kemudian akhirnya dia menjawab, "Siapa takut."

"Batas waktunya sampai tahun depan."

Alisnya menyatu di tengah-tengah kening. "Oh. Orangnya sekelas dengan kita?"

Sial!

Ririsa tersenyum menang lagi. "Ah, kau ini ternyata bodoh juga ya, Yuna."

Aku sudah tidak berselera memakan apa pun lagi.

"Berisik."

Aku dan Ririsa menoleh ke samping. Meja sebelah kiri. Barisan paling belakang dekat pintu belakang kelas.

Walau dia cuma bergumam, karena mejaku dan mejanya cukup dekat, tidak mungkin kami yang baru saja mengobrol ini tidak tersinggung.

Mana lagi dia teman satu busku.

Ah, tidak, ah. Bukan teman.

Miguno-kun keluar dari mejanya dengan muka tertekuk. Sumpah, ada apa sih dengan laki-laki satu itu. Bikin orang kesal saja!

.

"Awas!"

Aku tidak terlalu jelas mendengar seruannya. Bola karet besar berwarna oranye itu hanya sempat mengenai punggungku selama satu sekon sebelum lengan bagian atasku ditarik seseorang.

Tahu siapa orangnya?

Sungguh, aku akan terus-menerus berkeluh kesah jika terus dipertemukan dalam momen menyebalkan bersama Miguno-kun. Aku tidak mau berterima kasih padanya meski barusan dia menyelamatkanku dari hantaman bola basket.

Dua laki-laki kakak kelas menangkap bola yang menggelinding asal itu di selasar, membungkuk sambil meminta maaf kemudian pergi. Meninggalkanku berdua dengan Miguno-kun dalam situasi canggung.

Lenganku itu masih dia pegang seenak hati.

"Apa, sih." Aku menghempaskannya.

Jangan salahkan sikap jutekku jika bukan karena dia sendiri yang telah menganggapku seperti hantu. Aku hanya merespons dengan timbal balik yang sepadan.

"Lain waktu jangan memakai itu di lingkungan sekolah." Dia menunjuk headphone yang kukenakan di kepala. "Bisa-bisa kau kecelakaan lagi."

"Kau kenal aku, ya?" Aku mencoba menantangnya.

"Kita kan bertemu di konbini? Kau juga tinggal di area dekat rumahku sehingga kita menaiki bus di jam yang sama. Kau juga duduk di sebelahku di kelas?"

Kukira dia mengidap amnesia ringan. "Lalu kenapa...." Telunjukku yang menuding wajahnya berhenti di tengah udara, ragu melanjutkan protesanku soal dia yang beberapa kali tidak memedulikanku. "Ah, sudahlah."

Aku saja yang terlalu berharap pada si orang asing ini. Kau tahu kan sakit rasanya jika dirimu saja yang menganggap kalian telah berteman?

Aku hendak melanjutkan jalan. Tetapi suaranya terdengar lagi di belakangku.

"Kau mau langsung pulang?"

Jika ada maunya dia jadi bersikap baik, ya?

Aku tidak menghiraukannya.

"Serizawa-san."

"Apa? Apa? Kau mau apa?" Aku cukup terkesan dia mengingat namaku yang pasti cuma didengarnya satu kali ketika sesi perkenalan di kelas.

Dia terdiam sejenak mendengar sahutan nyolotku. "Bisa menungguku sebentar untuk berlatih basket?"

Aku mengedipkan mata lambat. "Perekrutan anggota klub kan masih besok."

"Aku latihan mandiri."

"Di mana?"

Laki-laki itu tersenyum. Dia tahu aku mengiyakan ajakannya.

Mau bagaimana lagi.

Saat langit sudah semakin berwarna oranye, kami pun sampai di suatu lapangan basket kosong yang terletak di sebelah barat sekolah. Miguno-kun langsung melempar tasnya ke bangku yang terletak di pinggir, mengambil bola basket di bawah ring. Dia seperti sudah sangat berkawan dekat dengan lapangan ini.

Aku membuka laman Twitter untuk membunuh waktu.

"Kemarin kau pergi ke mana?"

Aku mendongakkan kepala. Laki-laki itu mengajakku mengobrol di tengah sesi latihannya?

"Aku mencarimu ke sepenjuru sekolah dan sama sekali tidak menemukanmu di mana pun. Kau pergi ke mana, sih?" Bola basket yang dilempar Miguno-kun masuk ke dalam ring dan memantul-mantul di lapangan.

Kemarin? Aku pergi bersama Ririsa ke kafe anak muda dekat sekolah. Masa dia mencariku, sih? Sulit dipercaya.

"Kau ini punya kepribadian ganda, ya?" Aku tidak bercanda soal ini. "Terkadang cuek terkadang perhatian."

"Kapan aku bersikap cuek?"

"Tadi, sewaktu makan siang. Kau mengeluhkan obrolanku dan Ririsa berisik lalu pergi dengan muka ditekuk."

"Memang siapa yang tidak akan tersinggung jika temanmu dikatai bodoh oleh orang lain?"

"...."

Aku berhasil dibuat tidak bisa berkata-kata.

Miguno-kun beneran telah menganggapku teman?

Kuupayakan untuk mengendalikan diri. "L-lalu, kau ini kesepian ya, sampai memintaku menunggumu berlatih basket untuk pulang bersama?"

"Tidak juga, sih." Dia memantulkan bola di tengah lapangan. "Selagi ada yang bisa kuajak pulang bersama, dan kau pun tidak menolak, dan lagi pula Ryou lebih sulit ditemukan lagi."

Jantungku berhenti berdetak. Tidak, kalau begitu aku berarti mati.

Halusinasiku sudah keterlaluan!

"Dia selalu berkeliaran setelah kelas selesai." Masih memantulkan bola ke aspal lapangan. "Ryou itu, kau sudah berkenalan dengannya?"

Ada banyak sekali nama Ryou yang tercantum di daftar nama murid sekolahku.

Bukan—

Sebuah deringan ponsel terdengar dari dalam tas Miguno-kun. Aku membukanya cepat, mengambil benda persegi panjang milik temanku itu.

'Nagare Ryou.'

Ada sesuatu yang jatuh di langit berwarna oranye itu.

Ayah, ayo kita pindah rumah lagi!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro