video19. di restoran keluarga, pengakuan cinta pertama karena ousama game
Sungguh aku tidak mengerti bagaimana jenis hubunganku dengan Ryou-kun.
Dia teman sekelasku, teman klubku, juga teman satu daerahku. Juga mantan teman satu sekolah dasar. Harusnya kami bisa lebih akrab lagi kan mengingat kami pun pernah bepergian bersama? Bertiga.
Lantas apa yang menghalangi?
Tentu saja perasaan benci dan sukaku padanya!
Terkadang aku bicara kasar padanya pada saat rasa benciku menguasai. Terkadang aku bersikap luar biasa malu juga pada saat rasa sukaku menguasai.
Pertanyaannya mana yang lebih nyaman aku rasakan? Apa ketika aku melampiaskan emosi padanya, atau menikmati sensasi debar di jantung?
Kalau saat ini, aku sedang deg-degan menanti kedatangan Ryou-kun dan Miguno-kun ke restoran keluarga yang kami sepakati untuk bertemu.
Aku terus bergerak gelisah di sofa krem tempatku duduk, tak fokus melakukan apa pun termasuk menggulir-gulir laman media sosial untuk mempercepat waktu.
Padahal bertiga dengan Miguno-kun, lho. Kenapa harus deg-degan segala!
Pandangan mataku tiba-tiba menggelap karena ditutupi oleh suatu telapak tangan.
"Tidak lucu ah, Nagare-kun."
Baru kusadari perkataanku tersebut salah saat si pemilik tangan yang menutup mataku maju beberapa langkah untuk memperlihatkan diri. Miguno-kun. Disusul Ryou-kun di belakangnya yang melirikku sekejap; ekspresinya tak sempat aku tangkap.
"Kau berharap Ryou yang melakukan itu?" Miguno-kun duduk di sisi dekat jendela. "Anak pemalu seperti dia tidak mungkin berani."
"Hei." Ryou-kun berhenti di depanku.
"Benar, kan?"
Anehnya Ryou-kun menatapku sebentar, lalu aku yang memutus pandang duluan.
Dan pertanyaan itu mengambang di udara dan tidak akan pernah dibahas sampai kapan pun.
Aku bergeser ke tengah, berhadapan dengan sebelah bahu masing-masing dari mereka. Kola dinginku kembali kusedot sedikit-sedikit.
Aku tidak berharap Ryou-kun tidak mengajak Miguno-kun kok meskipun kesepakatan awalnya dia memang harus berada di antara kami.
Aku ikut memesan menu utama ketika pelayan paruh waktu datang ke meja kami untuk menuliskan pesanan.
Sambil menunggu makanan tiba, aku mengusulkan bermain ousama game. Tetapi karena pemainnya cuma tiga orang yang berarti terlalu sedikit, peraturannya sedikit berganti. Dia yang mendapatkan raja, boleh menanyakan apa pun kepada nomor yang disebutnya. Itu artinya hanya nomor satu atau dua.
Ronde pertama yang mendapat raja adalah Ryou-kun. Dia sedikit terkejut ketika membuka kertas lipatnya.
"Nomor dua, apa sejauh ini kau betah berada di klub videografi dan berniat akan tinggal sampai lulus?"
Pertanyaan yang biasa diajukan murid rajin. Sangat Ryou-kun sekali.
Nomor duanya adalah Miguno-kun. "Biasa saja. Tapi mungkin aku akan tinggal jika kehadiranku dibutuhkan."
"Jadi jika tahun depan banyak yang mendaftar ke klub, kau akan melarikan diri?" tanyaku.
"Tergantung."
"Tergantung apanya?"
"Jika Serizawa-san masih memerlukanku, aku akan tinggal."
"Aku tidak pernah bilang aku memerlukanmu."
"Tapi jika aku pergi, kau akan tinggal berdua bersama Ryou?"
"Iya, tetaplah di klub."
Laki-laki yang kami bicarakan memandangku dengan alis mengerut. Tampaknya tidak suka dibicarakan di depan wajahnya sendiri.
Ronde kedua rajanya masih Ryou-kun. "Nomor dua, kenapa kau membenciku?"
"Karena kau meninggalkanku sendiri di bus," jawab Miguno-kun.
Ryou-kun menoleh terkejut ke sahabat karibnya itu. "Kau membenciku, Kai?"
"Sangat."
Ronde ketiga rajanya beralih ke Miguno-kun. "Nomor satu, apa yang kau benci dari nomor dua."
Aku membuka kertas lipat kecil di tanganku. Nomor satu.
Ha!
Aku tersenyum jahat menghadap si nomor dua. "Pertama, dia mengungkapkan kalimat jahat kepada gadis kecil yang tidak bersalah. Kedua, dia tetap meraih peringkat satu setelah melakukan aksi kejamnya tersebut seolah tidak merasa bersalah! Ketiga, karena dia sekelas dan seklub denganku!"
Makanan tiba. Pelayan paruh waktu menaruh spaghetti bolognese, steak hamburger, dan parfait ke meja yang menjadi alas siku dan lengan kami. Untuk sesaat kalimat panjangku barusan tidak mendapat balasan apa-apa.
Miguno-kun menyendok parfait-nya ke mulut. "Kau punya banyak haters ya, Ryou."
Aku melakukan hal yang sama pada steak hamburger-ku; menyendok bagiannya ke mulut, mengunyahnya dengan gembira. Unek-unek hatiku sedari empat tahun lalu akhirnya berhasil keluar pada orang yang tepat!
"Satu kali lagi dong." Aku mengumpulkan tiga kertas lipat persegi ke tengah meja, belum puas sebab belum mendapatkan raja.
Tetapi hasilnya sama saja. Yang menjadi raja adalah Miguno-kun. Dia mengatakan ini dengan cepat sambil memandang keluar jendela. "Nomor satu, siapa cinta pertamamu."
Nomor satu. Aku.
Bisakah seseorang mengalami amnesia tanpa benturan atau kecelakaan apa pun?
Aku menunduk, memotong steak-ku tidak lagi dengan gembira. Melainkan ingin menangis sejadi-jadinya!
Ini yang sebenarnya sedang kubelah dengan pisau itu hatiku, ya?
Aku memerhatikan Miguno-kun dan Ryou-kun sebentar. Yang satu masih memandang jendela seperti tidak merasa habis mengeluarkan pertanyaan yang sangat tidak ingin seseorang jawab. Yang satu fokus dengan spagetinya.
"Nagare-kun."
Yang disebut namanya melirik seakan merasa dipanggil. "Iya?"
Lalu pertanyaan pun terjawab. Yang sepertinya hanya dipahami oleh si penanya saja.
Dia terlalu mengiraku membencinya.
Didengar dari sisi mana pun melalui nada suaranya, ucapanku barusan sama sekali tidak mengarah ke panggilan. Entah, kenapa Ryou-kun menyangkanya begitu.
"Kau terlihat seperti orang yang sangat sangat tidak peka dan sangat sangat tidak peduli terhadap masalah percintaan." Aku memeluk tas sekolahku di pangkuan di bangku paling belakang bus. Bersama Miguno-kun saja.
Miguno-kun juga memeluk tasnya. "Apa Kitou-san pernah berkata kau sangat mudah ditebak?"
"Dua kali."
"Kebencian tak wajarmu kepada Ryou itu sangat terlihat seperti gadis tsundere, Serizawa-san. Dan satu-satunya orang bodoh yang memercayai aktingmu adalah Ryou sendiri."
Aku melihat keluar jendela bus seolah-olah paragrafnya akan meremukkan jantungku jika aku tak menghindar. "Bagus deh jika dia mengira aku membencinya. Karena aku memang membencinya."
Sesaat hanya terdengar suara sepatu-sepatu dan obrolan sekilas sekumpulan gadis sekolahku yang menaiki bus. Miguno-kun mengetukkan lambat tapal sepatunya ke lantai besi bus.
"Jika Ryou mengatakan suka padamu, kau akan menerimanya?"
"Untuk apa menjawab sesuatu yang tidak mungkin terjadi."
"Kau bukan gadis yang suka merendahkan diri kan, Serizawa-san?"
Aku berdecak. "Beda lagi urusannya kalau menyangkut Nagare-kun, Bodoh. Aku tidak mau mengharapkan apa-apa darinya."
"Dengan terus memendam perasaan selama tiga tahun di depan wajahnya sendiri?"
"Aku akan berkata jujur kok. Paling lama saat kelulusan." Aku mulai kesal dengan situasi yang menekanku ini. "Kau sebaiknya tidak perlu ikut campur deh. Bukannya ini bukanlah gayamu?"
Aku baru menyadari hal ini. Ryou-kun dan Miguno-kun memang sama-sama pendiam. Tetapi dilihat secara umum, Ryou-kun lebih sering terlihat berinteraksi dengan orang lain dibanding Miguno-kun yang sudah cocok disebut penyendiri. Tetapi ketika dalam suatu ruangan hanya terdapat kami bertiga saja, suara Miguno-kun lebih sering terdengar dibanding sisi Ryou-kun yang paling cerewet pun.
"Aku memang tidak ingin dan tidak suka ikut campur. Tapi pada kenyataannya aku selalu melakukan yang sebaliknya jika menyangkut orang-orang yang kuperhatikan."
Aku terdiam di bangku bus paling belakang itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro