video18. di meja ryou-kun, gadis pertama yang mengobrol dengannya di kelas
Aku melupakan satu hal yang sangat penting.
'Bisa belikan aku minum? Nanti uangnya aku ganti dengan traktiran.'
Ryou-kun akan mentraktirku makan!
Sebenarnya aku sangat tidak memedulikan hal itu dan sebenarnya lagi jika mengenyampingkan gengsiku, aku mau-mau saja membelikannya minum. Tapi ini lagi-lagi seperti mendapatkan bonus besar.
Walaupun tulus melakukannya, tak ayal aku tetap berharap. Pandangan lurusku terhadapnya sepanjang hari ini yang membuktikannya.
Biasanya aku tidak pernah seterus terang ini. Biasanya aku sangat tidak sudi menatap dirinya barang satu detik saja.
Tapi siapa yang bisa melewatkan makan berdua bersama laki-laki yang kau suka sekaligus kau benci? Apalagi ditraktir. Bukan berarti aku tidak punya uang, lho.
"Yuna. Aku ingin kau menyatakan perasaanmu padanya."
Bola mataku dengan cepatnya bergulir dari punggung Ryou-kun ke Ririsa yang duduk di depanku. Di meja seorang perempuan yang harus mengalah lagi dengan duduk di tempat lain karena Ririsa suka bersikap seenaknya.
"Kau bilang apa?"
"Nyatakan perasaan."
"Kepada siapa?"
"Laki-laki yang saat ini sedang kau tatap punggungnya."
"Aku tidak sedang menatap siapa-siapa."
Temanku itu mengembuskan napas malas. "Aku kan sudah bilang kau itu gampang ditebak. Jadi namanya bunuh diri jika kau mengajukan pertanyaan bodohmu itu padaku dan imbalannya aku boleh memintamu apa saja."
Perlu waktu cukup lama untukku menyadari dia sedang membicarakan apa.
Pertanyaanku bulan lalu. Siapa laki-laki yang saat ini sedang kutaksir? Kau hanya punya tiga kali kesempatan menjawab. Waktunya satu tahun.
Ririsa bisa menebaknya di minggu pertama kami bertemu.
Kenapa aku mengajukan pertanyaan bodoh itu?
"Tapi tidak ada imbalan apa-apa," kataku defensif, secara tidak langsung mengonfirmasi siapa laki-laki yang kutaksir.
Ririsa memutar bola mata. "Bukannya tidak adil jika aku menjawab benar tapi tidak mendapat apa-apa sementara jika jawabanku salah kau mendapat apa-apa?"
Dia benar. Tapi tetap saja aku tidak mau mengakuinya.
Aku melipat lengan di dada, menatapnya dengan menantang dan kesal yang ditahan. "Kau bahkan belum menjawab siapa orangnya."
"Cowok yang pernah memelukmu, menjadi pasangan pelari tercepat di kelas, dan Irido-chan pernah melihat kalian berduaan di—"
Aku segera menutup mulut Ririsa yang berbisik di telingaku. Dia langsung tertawa sampai tanganku yang menutup mulutnya terasa geli.
Setelah lepas, Ririsa masih tertawa kencang sampai kami menjadi pusat perhatian. Wajahku yang sudah merah tambah merah lagi.
"Diamlah, Ririsa!" bentakku, berusaha melenyapkan rona di pipi dan tawanya yang mengesalkan.
Dia akhirnya berhenti juga. Duduk kembali, menyeka air mata, dan memajukan tubuh lagi untuk berbisik. "Tahu tidak? Hampir saja aku menjawab Miguno-kun."
Tampangku langsung jijik. "Dia orang terakhir yang akan kuterima pernyataan cintanya jika mengajakku bertemu di belakang gedung sekolah."
Ekspresinya menjadi tertarik. "Wow. Biasanya yang seperti itu yang akan berakhir menjadi sepasang kekasih. Tapi dalam kasusmu berbeda."
Kini aku yang bertanya-tanya padanya. "Kukira kau tidak tertarik dengan urusan semacam ini?"
"Memang tidak." Dia memundurkan badan sambil mengangkat bahu. "Tapi kau itu cuek dan jarang terlihat antusias oleh apa pun, Yuna. Jadi aku pancing saja dengan hal klise semacam ini."
Dan aku terpancing. Usaha yang bagus, Ririsa. Kelemahan terbesarku memang hal semacam ini.
Ralat.
Ah, tidak, aku tidak mau mengakuinya!
"Jadi ayo, nyatakan perasaanmu padanya." Ririsa menopang kepala, melihat masalahku sebagai hiburan terbesarnya. "Atau bilang saja kau sedang menjalani hukuman. Paling-paling dia akan membencimu."
Yah, harusnya Ryou-kun memang membenciku jika kata-kata jahat itu berani dia layangkan padaku di kelas enam. Tapi kenapa di pertemuan kembali kami ini dia seolah bersikap meminta maaf?
Merasa bersalah, ya?
Bagaimana jika aku mengerjainya balik?
"Tidak deh." Aku melanjutkan mencatat di buku Bahasa Jepang. "Aku memang berniat menyatakan perasaanku padanya kok. Tapi tidak sekarang."
Di saat aku sudah siap hubungan kami akan menjadi canggung. Atau mungkin saat kami akan berpisah. Di hari kelulusan barangkali?
Itu pun jika aku masih menyukainya.
"Ya sudah. Permintaan lain."
Aku meliriknya.
"Ajak bicara dia sekarang."
Pensil mekanikku terlepas dari genggaman.
"Ayolah, aku menginginkan hiburan."
Hiburan jidatmu.
Aku yang merasa rugi!
"Kau belum menjawab siapa orangnya."
"Yuna."
Aku mendesah sambil berdiri. Menginginkan orang ini diam dengan rela melakukan apa pun termasuk mendatangi Ryou-kun yang jarang keluar kelas.
Ririsa tidak tahu saja sedang berhadapan dengan siapa!
Yuna bisa melakukan segalanya termasuk mengajak laki-laki yang dibencinya bicara di hadapan semua orang!
Kemudian dalam waktu yang sangat singkat, tahu-tahu aku sudah sampai di samping mejanya bertepatan sebelum langkahku otomatis menuju pintu depan kelas. Aku berbelok, dengan mulus, menaruh telapak tangan di permukaan meja.
Pada tatapan pertama Ryou-kun menoleh, aku ingin berlari lagi menuju bangkuku.
Apa yang ingin kubicarakan, ya?
"Nagare-kun."
"Mm?" Matanya sepenuhnya melihatku.
Tolong bawa aku pergi bersamamu menjauhi semua orang ini.
"Mana traktiranmu?" Suaraku terdengar seperti gadis putus asa yang habis dibikin menangis oleh pacarnya. "Aku ini orang yang sangat perhitungan terhadapmu. Aku tidak mau rugi. Dan tentu saja kau tidak ingin dicap sebagai laki-laki yang tidak bertanggung jawab, kan? Jadi kapan kau bisa mentraktirku?"
Ya Tuhan, harga diriku telah terjun bebas ke dalam Palung Mariana!
Ryou-kun tidak bergerak. Membuat kami mau tidak mau saling membalas tatap untuk waktu yang lumayan lama.
Aku berdeham, seakan menegaskan aku memang ingin ditraktir.
"Hari ini?"
Hari ini?
Terlalu cepat!
Ah, iya, dia pasti mengajak Miguno-kun.
"Bareng Miguno-kun?"
"Eh? Kau ingin bareng Kai?"
Apa? Tidak, tidak!
Tapi pasti akan canggung jika aku duduk berdua dengan Ryou-kun saja di salah satu meja restoran cepat saji atau kafe anak muda dekat sini.
"Mau tidak mau harus ajak Kai, kan?"
"Iya. Mau tidak mau harus ajak Miguno-kun."
Padahal aku ingin berdua saja. Tapi waktunya belum tepat, kan?
"Ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanyanya.
"Terserah kau saja."
"Tidak boleh begitu."
"Kau kan yang mentraktir."
"Kau kan yang ditraktir."
Aku sudah akan emosi. "Terserah Miguno-kun saja kalau begitu."
"Ehh." Dia seperti tidak ikhlas. "Kai itu seleranya aneh. Mungkin kita akan dibawanya ke maid cafe."
Aku membalikkan wajah untuk menyembunyikan tawa. Astaga, mereka ini sangat akrab, ya?
Aku pun kembali ke mejaku, yang disambut raut berseri-seri Ririsa. "Selamat. Kau gadis pertama yang berhasil mengobrol dengan Nagare-kun di kelas kita."
"Apa, sih."
Tapi hatiku tersenyum senang, tak mampu menyangkal bahwa aku menikmati pujian itu.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro